Apa yang ditulis saudara Jarjani Usman itu nampaknya sudah oke. Saya hanya ingin menambahkan bahwa sesungguhnya pemikiran monotheis sekuler merupakan salah satu penyakit yang lebih berbahaya di bandingkan komunitas Atheis itu sendiri. Komunitas yang Atheis, masih ada kemungkinan untuk menjadi komunitas yang Monotheis non sekuler. Hal ini disebabkan mereka itu sesungguhnya belum memahami sama sekali apa itu Islam. Sementara komunitas Monotheis sekuler memang dibesarkan dalam komunitas Islam namun Systemnya tidak Islami (baca Indonesia, Malaysia, Quwait, Mesir, Saudi Arabia dan sebagainya). Acheh - Sumatra juga masih dalam perangkap Indonesia sejak negara sekuler itu didirikan oleh Soekarno sampai hari ini. Justru itulah terjadinya tarik ulur ketika Hukum syariat hendak diberlakukan sebagaimana ditulis Jarjani Usman itu. Islam itu mustahil berjalan tanpa power. Itulah Muhammad saww yang dipersiapkan Allah sebagai UtusanNya yang terakhir, dilengkapi dengan Kitab, Mizan dan Besi (Power), Q.S. Al Hadid : 25. Hemat saja mustahil hukum Syariat Islam itu diberlakukan di Acheh selama Indonesia masih mendominasi Acheh. Hal ini dapat kita lihat jawaban para hakim yang bertugas di Acheh bahwa hukum potong tangan terhadap para koruptor tidak dapat dilaksanakan disebabkan itu merupakan wewenang pusat (baca hukum Indonesia). Inilah yang jelas sekali bahwa Syariat Islam di Acheh adalah sandiwara Jakarta. Melalui sandiwara ini Jakarta dapat menipu orang-orang lugu di Acheh serta propokasi kepada Internasional seolah-olah orang Acheh itu hanya terbatas pada hukum (Fiq) saja pemahaman agamanya. Mari kita renungkan sedalam-dalamnya, apa artinya hukum potong tangan itu kalau hanya menyangkut pencuri biasa atau pencuri kampungan sedangkan pencuri kelas kakap (baca Koruptor, penebang hutan, bahkan Kuntoro cs dan DPR pun masuk katagori pencuri yang legitimate), bebas dari hukum tersebut. Mereka akan dikenakan hukum penjara, itupun sepertinya mustahil juga sebab hakim-hakim itu sendiri tidak terlepas dengan praktek korupsi--bagaimana mungkin mereka menghukum mereka sendiri. Yang jelas pelaksana.-pelaksana hukum Allah itu di Acheh itu umumnya terlibat korupsi, tapi mereka tidak sadar kalau mereka itu sesungguhnya koruptor. Bagaimana mungkin hukum rajam itu hanya diberlakukan kepada orang-orang kecil sementara, hukum Allah yang sebenarnya tidak pandang bulu. Hal ini dapat direnungkan ketegasan Rasulullah ketika ada pihak yang ingin meringankan hukuman kepada salah seorang yang terpandang dalam Masyarakat: " Hai Zaid, andaikata Fatimah anakku itu mencuri, sungguh akan kupotong juga tangannya". Zaid adalah anak angkat Rasulullah. Ketika Zainab anak orang bansawan kedapatan mencuri, orang banyak memintakan si Zaid untuk menemui Rasulullah demi tidak dipotong tangannya. Namun penting sekali untuk diketahui bahwa dalam system Islam yang dipimpin Rasulullah itu hanya Zainab saja yang kena potong tangan. Sebabnya adalah pemantapan agama dan keadilannya sebagaiman diperlihatkan hadist diatas. Melalui analisa sejarah, bagaimana mungkin di Acheh hendak diberlakukan hukum potong tangan atau Syariat Islam lengkapnya, sementara "sekrup-sekrup bangunan hukum Islam itu berkarat alias terkontaminasi dengan hukum thaghut Indonesia. (Hukom Islam musti geu pubuet le ureueng Islam ken le ureueng sekuler atawa munafiq, maaf) Kemudian, sebelum hukum potong tangan itu diterapkan, finansial rakyatnya perlu dibereskan dulu, kalau tidak akan bermunculan orang kampung yang tidak punya tangan, sementara para koruptor ketawa ria dengan pakaian mentrengnya. Kemudian kalau hukum Allah hendak diterapkan gaji pegawai negeri tidak boleh jauh melebihi pendapatan non pegawai pada umumnya. Kalau dalam komunitas seperti Acheh sekarang yang gaji wakil rakyat gadongan saja berkisar antara 14 sampai 34 juta, mungkinkah ? Islamikah system negara seperti itu? Jadi gaji pegawai negeri, gaji DPR, Pejabat, Para Hakim dan sebagainya musti Islami juga jangan hanya potong tangan pencuri doang dianggap Islami. Sekali lagi saya ulang. Hukum Syariat Islam di Acheh itu baru berlaku, kalau pelaksananya artau hakim-hakimnya (skrup) harus terdiri dari orang-orang yang terlibat dalam perjuangan, kalaulah tidak kita katakan musti revolusi dulu untuk menjungkal skrup-skrup lama yang sudah berkarat itu. Kalau tidak, sekalilagi mustahil. Justru itu Kalau hukum Syariat Islam ingin sucses, sukseskanlah UUPAnya terlebih dahulu, kalau tidak omong kosong, pasti kedhaliman yang akan wujud dengan mengtasnama kan Syariat Islam, hingga menjejaskan Islam itu sendiri, minimal dimata Internasional. Semoga kita tidak bosan-bosan menyuarakan pelaksanaan Syariat Islam yang sebenarnya di Acheh - Sumatra bukan hanya bermain-main dengan hukum Allah yang akan mengakibatkan murka Allah untuk kesekian kalinya. Untuk apa? Agar orang-orang yang berpenyakit dalam kepalanya sadar bahwa sesungguhnya mereka itu berpenyakit hingga perlu taubat agar jangan sampai ketika mati baru minta maaf sama rakyat jelata. Mafkan saya terpaksa kita pertegaskan mengingat begitu pilunya hati kita ketika melihat sandiwara yang tidak lucu di Tanah Rencong sekarang ini. Billahi fi sabililhaq Salamun æalaikum wr wbr.
Lim Pidie <[EMAIL PROTECTED]> skrev: Sebahagian orang memandang tidak perlu intervensi negara dalam wilayah agama, mengingat agama adalah urusan individu. Secara teoritis, keinginan ini identik dengan keinginan faham sekuler...(Jarjani Usman ) Artikel web Aceh Institute Jumat 18 Januari 2007 | 48 Tarik-Menarik Syariat di Aceh Oleh Jarjani Usman (College of Education and Human Development Texas A & M University College Station, Texas 77840 United States of America enter here http://www.acehinstitute.org/ __________________________________________________________ Never miss an email again! Yahoo! Toolbar alerts you the instant new Mail arrives. http://tools.search.yahoo.com/toolbar/features/mail/ --------------------------------- Klaustrofobisk innboks? Få deg en Yahoo! Mail med 250 MB gratis lagringsplass http://no.mail.yahoo.com