Saya sudah katakan bahwa jangankan kita manusia biasa, Raasulullahpun ketika berdialog dengan kaum Nasrani, akhirnya terpaksa bermubahalah, yakni menyerahkan kepaada Allah agar menghancurkan pihak yang bathil. Kita perlu menganalisa apakah Rasulullah tidak cukup ilmu untuk menghadapi kaum Nasraani hingga diperlukan mubahalah? Adalah mustahil bagi Rasulullah tidak cukup ilmu, kecuali sangkaan pihak yang dungu macam orang orang dijaman kita sekarang ini walaupun begitu jelas kita sampaikan esensi Taqiyyah, masih saja mengemukankan kebodohannya mereka-reka arti daripada taqiyyah tersebut. Kalau orang tersebut berdalih itu dari ulama Syiah sendiri, mereka tidak sadar bahwa semua kitab dapat dipalsukan, kecuali satu-satunya Al Qur-an, dimana Allah sendiri yang menjaganya. Hal ini sesuai dengan firmanNya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur`an dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya." (Qs 15 Al Hijr 9)
Ulama Syiah mampu menganalisa ayat tersebut diatas. Justru itulah Ulama Syiah senantiasa berislah untuk menjaga kemurnian Islam dari pemalsuan tangan-tangan jahil sebagaimana kaum Yahudi memalsukan kitab Taurah dan kaum Nashara memalsukan kitab Injil. Amalan mukmin yang paling utama sekali-kali bukan Taqiyyah tapi berfikir dan berjihat untuk membela kaum dhuafa serta membangun system yang redha Allah. Kalau system yang redha Allah (baca System Islam/Daaulah Allah) tidak kita bangun, kita masuk dala pernyataan Allah Surah al Maidah ayat 44,45 dan 47, kecuali bagi orang yang tidak berdaya sama sekali tapi tetap berkeyakinan yang teguh ”haq” mendirikan system Allah. Taqiyyah adalah untuk menjaga diri dari kedhaliman penguasa dhalim, sebagaimana diamalkan pengikut Syiah untuk menghindar dari pembunuhan Penguasa bani Umaiyah dan bani Abbaisiah. Sekarang Syiah bukan jamannya lagi untuk bertaqiyyah, kecuali orang-orang macam Ridwan sama sepakterjangnya dengan Bani Umaiah dan Abbaisiah. Syiah sekarang bukan saja memiliki Power tapi malah berkemungkinan besar akan menjadi Super Power. Hal ini dapat dianalisa Power yang dimiliki Republik Islam Iran. Apabila Sunni di Indonesia dan Acheh meniru sepakterjang Bani Umaiah dan Abbaisiah yang membunuh dan meracuni Imam-Imam Syiah dan pengikut-pengikut setianya, Republik Islam Iran tidak akan tinggal Diam. Untuk membela pengikut Ahlulbayt Rasulullah. Mayoritas kaum Syiah di RII menganggap orang - orang Sunni sebagai saudaranya, hingga tetap saja melindungi. Tidakkah oarng Sunni mengambil i’tibar kepada orang-orang syiah di RII. Kalau Sunni di Indonesia dan Acheh memusuhi orang Kristen, tidakkah mereka berpikir bagaimana orang Sunni yang ada di Eropa yang mayoritas Kristen? Makanya berpikirlah dengan cermat dan berdialoglah untuk mencari kebenaran bukan untuk mencari dukungan kesana-kemari. Ironisnya dukungan yang dicari dari orangorang lugu juga sama lugunya macam dirinya. Dialog Syiah Sunnah bukan mencara banyaknya pendukung. Yang haq tetap haq walau seluruh dunia mendukung yang bathil. Inilah kekurangan dialog tanpa moderator, tidak terarah. Andaikata ada moderator, dia akan menghentikan dari topik anggapan Qur-an berbeda untuk kemudian memilih topik yang lainnya. Taqiyyah sudah begitu jelas disampaikan oleh Venda Charba tapi si Ridwan ini masih saja merabaraba dengan taqiyyah. (Alasytar, Acheh Sumatra)