Surat kabar ini dari dulu posisinya selalu 'pengobatan gratis', kita
sudah tau siapa 'pemikir' di baliknya, beberapa kali dibahas di milis
ini, seorang pahlawan yang aslinya adalah penjahat.
Mahalnya biaya pengobatan harus dicari tau apa sebabnya. Jangan hanya
dijadikan wacana semata. Jika pajak membuat biaya pengobatan mahal,
turunkan pajak yang terkait. Jika nggak sangkil pelayanannya, bantu
untuk bisa lakukan penyangkilan supaya biayanya turun. Dulu dia 5
tahun di posisi bisa lakukan itu & nggak lakukan apa-apa.
Iuran Rp 25500 kemahalan? Itu hanya seharga 2 bungkus rokok. Rokok
sanggup beli, iuran untuk kesehatan nggak sanggup itu namanya
keterlaluan. Berarti pemerintah gagal membuat pintar rakyat. Apalagi
kalau inginnya gratis. Ingat, ini iuran, bukan pajak. Kalau ini pajak,
maka yang sudah membayar pajak penghasilan besar seharusnya gratis
ikut JKN. Tentu nggak.
---

http://www.shnews.co/detile-22265-kesehatan-untuk-semua.html
Kesehatan untuk Semua
Biaya kesehatan di Indonesia masih terlalu mahal bagi rakyat.

Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tinggal lima bulan lagi.
Namun hingga kini, sejumlah aturan pendukung belum siap. Selain itu,
kepesertaan dan besaran iuran masih menjadi kontroversi.
Rapat koordinasi Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat
disepakati iuran untuk buruh informal Rp 25.500 setiap orang per bulan
untuk mendapatkan akses jaminan kesehatan di kelas tiga.
Nilai ini lebih besar dibandingkan premi yang diberikan pemerintah
kepada orang miskin dan tidak mampu sebesar Rp 19.225 per jiwa per
bulan.
Sementara untuk pelayanan kesehatan kelas dua, buruh informal harus
membayar iuran Rp 42.500 per jiwa per bulan, sedangkan iuran yang
harus dibayar untuk kelas satu Rp 59.500 per jiwa per bulan. Iuran ini
jelas sangat memberatkan buruh, terlebih 87 persen buruh saat ini
belum menerima upah sesuai patokan upah minimum provinsi.
Sekilas angka ini tidak tampak besar. Namun di tengah kenaikan
sejumlah bahan kebutuhan pokok, bagi orang yang gajinya  tidak sampai
Rp 2 juta per bulan, tentu ini memberatkan. Namun selain soal besaran
iuran, poin penting dari urusan jaminan kesehatan ini adalah seberapa
jauh negara punya tanggung jawab terhadap warganya.
Bukan cerita baru bahwa banyak warga Indonesia yang bertahun-tahun
tinggal di luar negeri, entah karena pilihan sendiri atau dipaksa oleh
situasi politik dan ekonomi, dan rindu pulang ke Indonesia, bimbang
untuk kembali ke Tanah Air karena biaya kesehatan yang mahal.
Sementara di negeri-negeri yang mereka tinggali, pemerintah menjamin
penuh kesehatan warganya. Kesehatan, juga pendidikan, bukan menjadi
“barang mewah” karena pemerintah di negeri-negeri tersebut
memprioritaskan kedua hal tersebut sebagai hak warga yang harus
dipenuhi negara.
Kita mungkin bisa saja berdebat bahwa negeri-negeri tersebut menganut
sistem yang berbeda dengan Indonesia. Bahwa Indonesia memiliki sistem
sendiri yang tidak bisa disamakan dengan negeri sosialis seperti Kuba
atau Venezuela atau penganut welfare state  (negara kesejahteraan)
seperti Eropa. Namun  bukankah kita memiliki sistem Pancasila yang
mestinya menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas tertinggi
dibanding semata pencarian keuntungan?
Kita selama ini selalu jumawa dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi,
namun selalu lupa untuk mendistribusikannya. Kita lupa bahwa esensi
adil dan beradab melekat pada unsur kemanusiaan bangsa Indonesia.
Sudah lama kita juga lupa bahwa keputusan apa pun yang menyangkut
hajat hidup orang banyak tidak bisa diputuskan sepihak, tapi harus
dimusyawarahkan dengan warga yang memegang amanat Indonesia.
Jadi kalau kini sejumlah elemen masyarakat, terutama kaum buruh yang
bergabung dalam berbagai konfederasi mengancam melakukan mogok
nasional jika Negara betul-betul menerapkan penarikan iuran untuk
jaminan kesehatan maka kita sebaiknya duduk dan mendengar. Bukan untuk
saling ngotot soal angka iuran, tapi meninjau ulang esensi hidup
berbangsa kita.
Benarkah bahwa hak untuk sehat yang merupakan hak dasar warga negara
hanya bisa terealisasi dengan mewajibkan warga membayar iuran?
Tidakkah negara punya mekanisme lain, yang lebih adil dan beradab,
untuk menyokong hak sehat warganya tanpa memberi beban baru kepada
mereka?
Bisa jadi akan muncul perdebatan lagi bahwa toh buruh atau masyarakat
miskin lainnya “hanya” akan membayar 1 persen dari iuran tersebut,
sementara sisanya sebesar 4 persen akan dibayar oleh pegusaha yang
mempekerjakan mereka.
Namun pertanyaannya kemudian, tidak mampukah negara menjamin pelayanan
kesehatan standar bagi seluruh warganya, kaya atau miskin? Bukankah
ini amanat rakyat yang mesti diemban oleh negara? Bukankah pajak yang
dibayarkan warga untuk negara mestinya juga digunakan untuk menjamin
kesehatan warganya?
Kita sama sekali tidak menginginkan kepercayaan warga terhadap negara
terkikis pelan-pelan karena orang-orang yang diserahi amanat untuk
mengelola dan memimpin negeri ini tidak bisa lagi membedakan mana yang
esensi dan mana yang tidak dari sebuah kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kita juga tidak menginginkan ketidakpercayaan rakyat ini
kemudian berubah menjadi amuk massa yang bisa menghancurkan hal
positif lain yang telah dicapai.
Kita adalah bangsa yang berdiri dengan fondasi  yang kuat. Mestinya
punya ingatan jernih bahwa negara di mana bangsa ini tinggal harus
dikelola oleh suatu pemerintah yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau
jangan-jangan kita telah menjadi bangsa pelupa?


------------------------------------

Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net


Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    desentralisasi-kesehatan-dig...@yahoogroups.com 
    desentralisasi-kesehatan-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    desentralisasi-kesehatan-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke