http://www.dataphone.se/~ahmad
[EMAIL PROTECTED]

Stockholm, 4 November 2007
 
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

 
SITUASI ACHEH KEDEPAN AKAN MENGALAMI KEMERDEKAAN PENUH ATAU TIDAK
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
 

 
SEKILAS MENYOROT SITUASI ACHEH KEDEPAN APAKAH ACHEH AKAN MENITI JEMBATAN 
KEMERDEKAAN YANG PENUH ATAU TIDAK

"Assalamualaikum. Terima kasih kepada anda yang telah memberikan peluang bagi 
saya seorang masyarakat yang ingin mengetahui banyak masalah dan situasi serta 
sejarah aceh yang sesungguhnya. Saya ingin bertanya dan kalau memang saudara 
bisa menjawab atau menganalisa. Alhamdulillah, kalau tidak...yah .. kita 
serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT. Yang pertama: bagaimana kira2 menurut 
pendapat anda situasi Aceh kedepan?,...apa akan mengalami Kemerdekaan atau 
tidak dan apa alasannya? Yang kedua: ejaan yang benar apa "Atjeh" atau 
"Acheh"..? dan adakah sejarah dari masing2 ejaan yang saudara ketahui? Terima 
kasih sebelumnya. Wassalam" (Banta Amad, [EMAIL PROTECTED] , [121.52.59.59], 
Date: Thu, 1 Nov 2007 05:56:24 -0700 (PDT))

Terimakasih saudara Banta Amad di Jakarta.

Mengenai pertanyaan saudara Amad "bagaimana kira2 menurut pendapat anda situasi 
Aceh kedepan?,...apa akan mengalami Kemerdekaan atau tidak dan apa alasannya?".

Baiklah saudara Amad, disini Ahmad Sudirman akan sedikit mencoba untuk 
mengulitinya.

Sejak MoU Helsinki ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 sampai detik 
sekarang ini, Acheh telah memasuki arena damai secara politik, hukum dan 
sejarah lebih dari dua tahun. Juga Acheh melalui MoU Helsinki telah melahirkan 
UU Tentang Pemerintah Acheh yang menjadi pijakan batu bagi berdirinya 
Pemerintah Acheh pasca perdamaian. Kendatipun masih banyak isi UU tentang 
Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 yang bertentangan dengan MoU Helsinki 
("90 % isi UU Pemerintahan Acheh made in DPR RI harus dibuang karena 
bertentangan dengan MoU Helsinki" http://www.dataphone.se/~ahmad/060719.htm ) 

Nah sekarang, langkah awal berdirinya Pemerintah Acheh yang berpijak pada UU 
tentang Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 yang sebagian besar isinya 
tidak mengacu pada MoU Helsinki 15 Austus 2005, maka lahirlah Pemerintah Acheh 
yang jauh dari apa yang telah disepakati dalam MoU Helsinki yaitu 
Self-Government bagi Acheh kearah jalur ".pemerintahan daerah yang bersifat 
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang".

Nah kata-kata tersebut merupakan referensi hukum daerah otonomi model UUD 1945 
Pasal 18B ayat (1) hasil amandemen. Padahal daerah otonomi Acheh model UUD 1945 
Pasal 18B ayat (1) tidak disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah RI dalam MoU 
Helsinki. Jadi disini pihak RI dalam hal ini pihak Pansus DPR RI secara hukum 
dan sengaja telah menghancurkan hasil kesepakatan antara pihak GAM dan 
Pemerintah RI yang tertuang dalam MoU Helsinki yang menyangkut Self-Government.

Jelas, dengan Pemerintah Acheh yang berdiri diatas batu pondasi UU yang 
menjurus kearah daerah otonomi Acheh model UUD 1945 Pasal 18B ayat (1), maka 
meluncurlah Negeri Acheh ke lembah jurang cengkraman RI dengan unitaris-nya. 
Atau dengan kata lain Acheh masih tetap dalam dekapan status quo pihak RI.

Dah inilah yang masih tidak dimengerti dan tidak disadari oleh sebagian besar 
bangsa dan rakyat Acheh sampai detik sekarang ini.

Buktinya, baik itu saudara "Gubernur Acheh" Irwandi Yusuf ataupun saudara 
"Wakil Gubernur Acheh" Muhammad Nazar, begitu juga saudara "Walikota Sabang" 
Munawar Liza Zainal  dan tidak ketinggalan saudara "Bupati Bireuen" Nurdin 
Abdul Rahman serta para pendukung mereka tidak mampu dan tidak berani lagi baik 
secara politik atau hukum dengan terbuka untuk meluruskan melalui cara 
pengamandemenan UU tentang Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 agar 
diacukan kepada MoU Helsinki 15 Agustus 2005.

Kendatipun mereka itu adalah sebagai orang-orang GAM tetapi karena kursi 
kekuasaan yang diduduki mereka adalah kursi kekuasaan buatan UU tentang 
Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 yang tidak mengacu pada MoU Helsinki 15 
Agustus 2005.

Bagi yang ingin mengetahui secara lebih mendetil tentang UU tentang 
Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 yang tidak mengacu pada MoU Helsinki 15 
Agustus 2005 dipersilahkan untuk menelitinya dalam tulisan "Membongkar UU 
Pemerintahan Acheh yang mengklaim Acheh sebagai provinsi dalam RI" ( 
http://www.dataphone.se/~ahmad/060726.htm )

Selanjutnya, para penguasa baru Acheh yang masih belum matang dalam politik dan 
mengatur pemerintahan ini ketika begitu menduduki kursi kekuasaan dan 
dihadapkan kepada gemerlapannya uang, bisnis dan kedudukan, maka langsung saja 
silau dan lupa diri, sehingga yang sebenarnya harus diperjuangkan perbaikan 
kehidupan rakyat yang sebagian masih dalam taraf tingkat hidup yang miskin 
dilupakan. 

Berlomba-lomba untuk melakukan bisnis dengan cepat dengan memakai alat 
kekuasaan adalah salah satu pertanda kehancuran usaha bisnis bagi kemakmuran 
rakyat Acheh. Dan apalagi kalau usaha bisnis kilat dengan memakai kekuasaan dan 
koneksi hanya dijalankan oleh segelintir orang akan mengakibatkan bentuk tubuh 
baru yang disebut konglomerat Acheh baru yang membawa sengsara rakyat Acheh.

Tentu saja, karena "Gubernur Acheh", "Wakil Gubernur Acheh", "Walikota Sabang", 
"Bupati Bireuen" dan "Bupati Pidie" serta pimpinan Acheh lainnya yang ada 
berkaitan dengan GAM tidak mampu memimpin negeri Acheh kearah kemerdekaan dan 
kesejahteraan serta kemakmuran rakyat Acheh, maka bisa terjadi bahwa perjuangan 
GAM yang dicita-citakan dan dilaksanakan oleh Wali Teungku Hasan Muhammad di 
Tiro yang sampai detik sekarang beliau masih di Swedia akan tercoreng 
sebagaimana corengan arang hitam dijidat.

Inilah merupakan sebagian faktor dari ratusan faktor lainnya yang bisa 
menghambat perjuangan GAM kearah kemerdekaan penuh di Acheh melalui jalur 
politik dan hukum. 

Berkurangnya kepercayaan sebagian besar bangsa dan rakyat Acheh kepada Pimpinan 
di Acheh yang adalah dari GAM akan menjadi bumerang bagi perjuangan GAM dibawah 
Pimpinan Wali Teungku Hasan Muhammad di Tiro dengan Stafnya.

Tetapi tentu saja, bahwa apa yang sedang dijalankan oleh penguasa baru Acheh 
sekarang adalah bukan merupakan kebijaksaan politik GAM yang dipimpin oleh Wali 
Teungku Hasan Muhammad di Tiro dan Stafnya, melainkan itu semuanya adalah 
merupakan kebijaksanaan politik dan  hukum yang dijalankan oleh pihak penguasa 
baru Acheh.

Pihak RI, khususnya mereka yang mengetahui secara penuh tentang proses 
pertumbuhan dan perkembangan RI kaitannya dengan Acheh bahwa memang Acheh 
adalah bukan bagian dari wilayah RI, melainkan Acheh adalah merupakan satu 
negeri yang telah menyelamatkan RI dari kepunahan di atas bumi ini, tetapi 
akhirnya justru diambil dan dimasukkan kedalam wilayah RI dengan memakai 
istilah NKRI ("Kembali mengulang dalam rangka menguliti mitos RI hasil buatan 
Soekarno dengan kelompok unitaris RI-nya" , 
http://www.dataphone.se/~ahmad/070817.htm ) ("Pemerintah Darurat Republik 
Indonesia adalah Pemerintah dalam pengasingan di Kuta Radja, Acheh" , 
http://www.dataphone.se/~ahmad/071102.htm )

Jadi, sebenarnya kalau perjuangan bangsa dan rakyat Acheh sekarang ini terus 
diarahkan ke jurusan UU tentang Pemerintahan Acheh tanggal 11 Juli 2006 yang 
tidak mengacu pada MoU Helsinki 15 Agustus 2005, maka situasi Acheh kedepan 
akan jauh dari jembatan kemerdekaan penuh.

Selanjutnya tentang pertanyaan saudara Amad : "ejaan yang benar apa "Atjeh" 
atau "Acheh"..? dan adakah sejarah dari masing2 ejaan yang saudara ketahui?"

Nah tentang ejaan inipun telah dimanipulasi oleh pihak RI juga. Sebenarnya 
kalau mengacu kepada bahasa yang dipakai oleh bangsa Acheh, ejaan Acheh ditulis 
dengan huruf-huruf Atjèh. Adapun dalam ejaan bahasa Melayu yang sebelum tahun 
1972, artinya sebelum adanya 
kesepakatan antara pihak Malaysia, Brunai dan Indonesia dalam hal Ejaan Yang 
Disempurnakan (EYD) ajeaan untuk Acheh ditulis dengan huruf-huruf Atjeh.

Sebagai contoh ketika ejaan Atjeh dipakai oleh Teungku Muhammad Dawud Beureueh 
di Acheh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953: 

  "Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah 
sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah 
sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam."  

Nah dalam Proklamasi Negara Islam Indonesia di Acheh, Teungku Muhammad Dawud 
Beureueh memakai ejaan Atjeh untuk nama negeri Acheh.

Hanya setelah dilakukan usaha Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada tahun 1972, 
maka lahirlah pergantian huruf-huruf, diantaranya  tj ditukar menjadi c, dj 
menjadi j, ch menjadi kh, sj menjadi sy. Sehingga ejaan Atjeh ditukar menurut  
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) menjadi Aceh.

Adapun untuk ejaan Acheh itu diambil dari kata-kata dalam bahasa Inggris. Dan 
ejaan Acheh ini dipakai sebagai nama negeri untuk Acheh oleh Wali Teungku Hasan 
Muhammad di Tiro baik dalam tulisan-tulisannya ataupun dalam surat-suratnya 
ataupun dalam redeklarasi kemerdekaan Acheh pada tanggal 4 desember 1976 yang 
ditulis dalam bahasa Inggris.

Misalnya satu contoh:

  "To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our 
right of self- determination, and protecting our historic right of eminent 
domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from 
all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of 
the island of Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku 
Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra 
and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976". (The Price of Freedom: the 
unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh 
Sumatra,1984, hal : 15, 17). 

Nah dalam redeklarasi Acheh medeka, Wali Teungku Hasan Muhammad di Tiro 
menuliskan ejaan Acheh untuk negeri Acheh.

Inilah sedikit kupasan dalam usaha menguliti masalah situasi Acheh dimasa depan 
dan ejaan Atjeh, Atjèh, Acheh atau Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada [EMAIL 
PROTECTED] agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca 
tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam 
dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP 
http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon 
petunjuk, amin *.*
 
Wassalam.
 
Ahmad Sudirman
 
http://www.dataphone.se/~ahmad
[EMAIL PROTECTED]
----------

Received: from [121.52.59.59] by web33310.mail.mud.yahoo.com via HTTP; Thu, 01 
Nov 2007 05:56:24 PDT
Date: Thu, 1 Nov 2007 05:56:24 -0700 (PDT)
From: banta amad <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Bagaimana Nasib Aceh kedepan?
To: [EMAIL PROTECTED]

Assalamualaikum
 
Terima kasih kepada anda yang telah memberikan peluang bagi saya seorang 
masyarakat yang ingin mengetahui banyaka masalah dan situasi serta sejarah aceh 
yang sesungguhnya.
 
Saya ingin bertanya dan kalau memang saudara bisa menjawab atau menganalisa.. 
Alhamdulillah, kalau tidak...yah .. kita serahkan sepenuhnya kepada Allah SWT.
yang pertama: bagaimana kira2 menurut pendapat anda situasi Aceh 
kedepan?,...apa akan mengalami Kemerdekaan atau tidak dan apa alasannnya?
 
yang kedua: ejaan yang benar apa "Atjeh" atau "Acheh"..? dan adakah sejarah 
dari masing2 ejaan yang saudara ketahui?
 
Terima kasih sebelumnya ...
 
Wassalam
 
Asoe_Nanggroe Atjeh
----------

Kirim email ke