http://www.gatra.com/artikel.php?id=108100

Penipuan
Sudah Teperdaya Ditangkap Pula

Pekan lalu menjadi hari-hari paling nahas bagi Shalahudin Alfata. Direktur 
Utama Seulawah NAD Air itu ditangkap petugas kepolisian Precint 18 Manhattan, 
setingkat polsek, di New York, bersama rekannya, Lukman Cut Muchtar. Mereka 
kedapatan menguangkan cek palsu senilai US$ 32 juta di Citibank Cabang 
Manhattan.

Selasa siang itu, sekitar pukul 12.00 waktu setempat, Shalahudin ditemani 
Lukman datang ke kantor cabang Citibank membawa selembar cek yang akan 
diuangkan. Dalam surat berharga berkop Bank Central of Nigeria itu tertulis 
jumlah cukup mencengangkan: US$ 32 juta. Di situ tertera pula nama Shalahudin 
sebagai orang yang berhak atas dana tersebut.

Sepintas, surat berharga itu tampak asli. Tapi, setelah disigi lebih teliti 
oleh petugas Citibank, cek yang juga bertulisan International Bank Draft itu 
ternyata palsu. Melihat ini, kontan petugas bank mengontak kantor polisi 
terdekat. Hanya berselang 10 menit kemudian, petugas dari Precint 18 datang 
mencokok dua warga Indonesia itu.

Malang bagi Shalahudin. Setelah diperiksa, ia langsung dijebloskan ke tahanan 
Pengadilan Kriminal Manhattan karena namanya terkait langsung dengan cek palsu 
itu. Sedangkan rekannya, Lukman, dibebaskan setelah mendekam semalam di tahanan 
karena terbukti tidak terlibat kasus itu.

Dua hari lamanya Shalahudin mendekam di tahanan sambil menjalani sidang 
pendahuluan kasus tersebut di pengadilan. Menurut Trie Edi Mulyani, Konsul 
Jenderal Indonesia di New York, dalam sidang pendahuluan itu Shalahudin 
terbukti hanya korban penipuan internet scam yang sering dilakukan kelompok 
warga Nigeria.

"Sekarang dia sudah bebas," kata konsul yang akrab disapa Niniek itu. Tapi ada 
kisah unik di balik kasus itu. Niniek mengungkapkan, cerita berawal dari 
rencana Mahmud membuka rekening di Citibank Cabang Manhattan.

Hanya saja, Mahmud tak punya duit sebesar US$ 20.000, batas minimum yang 
dipersyaratkan bank itu untuk membuka rekening. "Shalahudin pun berinisiatif 
menguangkan cek itu untuk membantu Mahmud membuka rekening," ujar Niniek, yang 
terus hadir di pengadilan pendahuluan kasus itu.

Dalam sidang pendahuluan itu juga terungkap, Shalahudin pun menuliskan cek itu 
dalam daftar isian barang dan duit bawaannya pada saat transit di Los Angeles. 
Rupanya, pihak keamanan Amerika sempat melacak kasus Shalahudin sampai sejauh 
itu. "Mereka malah sempat curiga ini kasus money laundering," kata Niniek lagi.

Niniek juga mengaku sempat "melabrak" Shalahudin bahwa mencairkan cek sebesar 
itu tidak gampang. Semua akan diteliti dan melalui proses yang panjang. Lagi 
pula, menurut dia, kasus ini merusak nama baik bangsa. "Lalu dia memang minta 
maaf," katanya, seraya menggambarkan tiada kesan penyesalan tercermin dari 
sikap Shalahudin.

Cerita lain, menurut sumber di Washington, Shalahudin dan Lukman adalah anggota 
rombongan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Irwandi Yusuf, sang 
gubernur, pekan lalu membawa rombongan beranggota 20 orang dalam perjalanan 
dinasnya ke Amerika Serikat. Pada saat kejadian, rombongan sedang berada di New 
York untuk bertemu dengan para usahawan setempat yang punya minat berinvestasi 
di Aceh.

Begitu kasus penangkapan itu merebak, Irwandi segera menepis hal itu. Ia 
menegaskan, Shalahudin tidak masuk dalam anggota rombongannya. Hal senada 
diutarakan Wakil Gubernur Muhammad Anzar, yang menjelaskan bahwa Shalahudin 
termasuk rombongan pebisnis Aceh yang tergabung dalam Komunitas Aceh. "Mereka 
berangkat duluan, sebelum rombongan gubernur tiba di Amerika Serikat," katanya.

Beberapa catatan lain juga terkumpul ihwal kedua warga asal Aceh itu. Lukman 
adalah Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) NAD dan 
juga Direktur Utama PT Pelita Nusa Perkasa. Sedangkan Shalahudin, selain 
pemimpin Seulawah NAD Air, juga menjadi penasihat eksekutif senior Badan 
Pengusahaan Kawasan Sabang dan anggota Komite Investasi Luar Negeri Kamar 
Dagang dan Industri NAD.

Shalahudin pun tercatat sebagai calon Wakil Gubernur NAD, berpasangan dengan 
Gazali Abbas Adan, yang ikut bertarung pada akhir tahun lalu. Ia pernah pula 
memimpin perusahaan daerah Aceh serta Ketua Forum Perjuangan dan Keadilan untuk 
Rakyat Aceh.

Tapi, tentu, yang penting kini keduanya sudah dibebaskan. Malah tanpa uang 
jaminan sepeser pun. Padahal, biasanya tersangka kriminal bisa bebas dengan 
keharusan menyerahkan uang jaminan ke pengadilan. "Mereka sudah boleh pulang ke 
Indonesia. Tapi mereka wajib hadir dalam persidangan pertama yang direncanakan 
digelar pada 24 Januari 2008," kata Niniek.

Erwin Y. Salim, Bernadetta Febriana, dan Didi Prambadi (New York)
[Nasional, Gatra Nomor 45 Beredar Kamis, 20 September 2007

<<25.jpg>>

Kirim email ke