Assalammualaikum wr.wb.

Kepatuhan kepada suami
======================
Seorang wanita ketika masih di bawah perwalian kedua orang tuanya 
(belum menikah) maka ia wajib menaati keduanya. Namun tatkala ia 
menikah, yang berarti perwaliannya berpindah dari kedua orang tuanya 
kepada sang suami, berpindah pula hak tersebut –yaitu hak ketaatan– 
dari orang tua kepada suami. Perkaranya mau tidak mau harus seperti 
ini, agar kehidupan sepasang suami istri menjadi baik dan 
lurus/seimbang. Jika tidak demikian, misalnya ditetapkan yang 
sebaliknya, si istri harus mendahulukan kedua orang tuanya, niscaya 
akan terjadi kerusakan yang tidak diinginkan. Dalam hal ini ada 
sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits 
yang mafumnya,

"Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, ia menaati 
suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya ia akan masuk ke dalam 
surga Rabbnya dari pintu mana saja yang ia inginkan."

Batasan Melihat Wanita Bukan Mahram
===================================
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur`an, yg artinya.

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum 
mukminin): "Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan 
mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan merekaÂ…." (An-Nur: 30)
Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh 
memandang wajahnya. Karena terdapat perintah untuk menundukkan 
pandangan. Laki-laki menundukkan pandangannya dari melihat wanita. 
Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan 
pandangannya dari melihat laki-laki.

"Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman (kaum 
mukminat): `Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan 
merekaÂ…'." (An-Nur: 31)
Apabila seorang wanita berjalan di pasar, ia melihat laki-laki, 
melihat gelang yang dipakai laki-laki, melihat wajah mereka, tangan 
dan betis mereka, ini memang bukan aurat laki-laki. Namun bersamaan 
dengan itu, si wanita harus menundukkan pandangannya walaupun si 
lelaki tidak membuka auratnya. Karena hal ini merupakan penutup 
jalan menuju kerusakan (saddun lidz-dzari'ah). Tatkala Allah 
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kaum mukminin untuk menundukkan 
pandangan dari melihat wajah-wajah wanita yang mungkin terbuka, 
demikian pula ketika Dia memerintahkan para wanita untuk menundukkan 
pandangan mereka dari melihat laki-laki, bukanlah karena 
permasalahan yang berkaitan dengan hukum syar'i tentang aurat 
semata. Namun semuanya itu menegaskan ditutupnya jalannya menuju 
kerusakan. Karena dikhawatirkan bila si lelaki memandangi wajah 
seorang wanita lantas mengagumi kecantikannya, akan menyeret si 
lelaki kepada perbuatan nista. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

"Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari 
zina2..."
Demikian pula wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari 
lelaki karena khawatir ia akan terfitnah dengan keelokan wajah si 
lelaki, besarnya ototnya, lurusnya lengannya dan bagian-bagian tubuh 
lain yang dapat membuat fitnah. Maka datanglah perintah yang 
melarang masing-masing jenis dari melihat lawan jenis (yang bukan 
mahramnya) dalam rangka menutup jalan menuju kerusakan. Wallahu 
ta'ala a'lam bish-shawab."

"Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, 
dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka zina mata adalah 
dengan memandang (yang haram), dan zina lisan adalah dengan 
berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, 
sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya." 
(HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah 
radhiyallahu 'anhu)

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

"Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal 
itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan 
memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan 
mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan 
berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan 
memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa 
yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-
angan, sedangkan kemaluanlah yang membenarkan semua itu atau 
mendustakannya."

Semoga ada manfaatnya.

Wassalam


Kirim email ke