Emiten yang baik seharusnya tidak peduli akan fluktuasi harga saham perusahaan. Mereka menjadi pemegang saham mayoritas memang tujuannya untuk ikut ambil bagian dalam bisnis tersebut, fokusnya adalah untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Kalo kinerja perusahaan bagus, labanya naik tiap tahun, otomatis harga saham akan ngikut sendiri. Investor akan happy, selain dapat deviden, saham mereka harganya meningkat.
Itu contoh yang baik, bisa Anda temukan misalnya pada emiten grup Astra. Sekarang kita bicara contoh yang tidak baik. Bakrie itu sudah terkenal jago Financial Engineering. Sebagai emiten mereka tidak berfokus untuk cari keuntungan dari bisnis di sektor riil, mereka lebih suka cari cuan dari menggoreng harga sahamnya dengan berbagai CA, lewat akuisisi perusahaan ini dan itu. Apa untungnya kalo harga saham naik? Ya antara lain, mereka kan bisa aja REPO saham miliknya. Begitu dapet cash dia akuisisi perusahaan baru, harga saham naik lagi. Akuisisi lagi, pake hutang, bayarnya dikonversi jadi Debt to Equity Swap, dst... Cara yang kotor untuk berbisnis? Bisa saja anda bilang begitu. Tapi nyatanya investor juga senang tuh, yang penting kan harga sahamnya naik. Buktinya BUMI tetap aja jadi saham sejuta umat. Cuma hati2 saja, model bisnis seperti ini cepat atau lambat akan memicu bubble. Kalo suatu saat si emiten pengin buyback di harga rendah bisa aja investor dikerjain seperti kasus BUMI, turun dari 8750 ke 385. Intinya kalo mau invest di sini, Anda hanya bergantung kebaikan hati bandar. Itulah kenapa saya bilang emiten grup Bakrie itu enak banget buat trading, tapi nggak cocok buat invest long term. Regards, Yudizz --- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, Mico Wendy <micowe...@...> wrote: > > Pak... Tanya yg sama nih. Kalau bakri ngga nambah atau ngurangin > jumlah saham yg dimiliki prshnya, apakah ada gunanya buat prsh > tersebut mengusahakan saham naik atau turun? > > Makasih. >