Saya setuju, toh mati juga tidak membawa duit ke alam lain...

2009/4/18 Putu Sudiarta <coolp...@gmail.com>

> Gw salut dgn semangatnya masih tetep nyala, ga depresi berlebihan
> beda dgn caleg2 disini yg tdk terpilih pada gantung diri
> mgkn dia bisa lihat hidup sbg petualangan, mau diatas atau dibawah
>
> 2009/4/18 HENDI WISMA <hendi_wi...@yahoo.com>:
> >
> >
> > Saya terharu membaca, "dari pengalamannya ini, Karpman menyadarai, setiap
> > hari membawa satu pelajaran baru dalam kehidupan dengan sedikit harta dan
> > lebih banyak kerendahan hati". Ada kalanya kita di atas, ada kalanya kita
> di
> > bawah. Yang perlu kita lakukan adalah tetap fight ketika diatas maupun
> > ketika di bawah.
> >
> > Salam, thnx for posting
> >
> > --- Pada Sab, 18/4/09, abe abe <abe9...@gmail.com> menulis:
> >
> > Dari: abe abe <abe9...@gmail.com>
> > Topik: [ob] Renungan : Eksekutif itu kini jadi pengantar pizza
> > Kepada:
> > Tanggal: Sabtu, 18 April, 2009, 12:53 AM
> >
> > Eksekutif itu kini jadi pengantar pizza
> >
> > Krisis ekonomi di AS membuat seorang eksekutif bergaji Rp 8,8 miliar per
> > tahun jatuh bangkrut. Untuk bertahan hidup, sang eksekutif pun akhirnya
> > menjadi pengantar pizza dengan upah rendah. RESESI di Amerika Serikat
> memang
> > begitu kejam. Tak hanya raksasa bisnis yang silih berganti bertumbangan.
> > Bagi warganya pun, krisis kali ini benar-benar bisa mengubah nasib mereka
> > 180 derajat. Tengok saja apa yang terjadi pada seorang eksekutif bernama
> Ken
> > Karpman ini.
> >
> > Selama 45 tahun, Hidup Ken Karpman nyaris sempurna. Lulus dari
> universitas
> > bergengsi UCLA (University of California) dengan gelar MBA, Karpman
> langsung
> > mendapat pekerjaan sebagai pialang saham. Dia pun kemudian menikahi gadis
> > impiannya, Stephanie, dan dikarunia dua anak. Bersama, mereka telah
> > berkeliling dunia dalam paket liburan yang mahal tiap tahun.
> >
> > Sekitar 20 tahun meniti karir sebagai pialang, Karpman pun naik jabatan
> > dalam perusahaannya. Gajinya turut melonjak mencapai US$750.000 (sekitar
> > lebih dari Rp 8,8 miliar) per tahun. “Saat itu hidup begitu indah. Kami
> bisa
> > menghasilkan banyak uang. Entah mengapa situasi itu kok tidak berlanjut?”
> > kata Karpman dalam wawancara khusus dengan stasiun televisi ABC.
> >
> > Dari seluruh sisi kehidupan mereka, Ken dan Stephanie Karpman menikmati
> > benar gaya hidup kelas atas. Mereka tinggal di wilayah elite, Tampa,
> > Florida. Bahkan mereka memiliki satu lapangan golf seluas 400 kaki
> persegi.
> > Untuk urusan uang, bisa dibilang keluarga ini tidak ada masalah. “Saya
> tidak
> > pernah memperhatikan harga saat membeli sesuatu di toko,” ujarnya. “Saya
> > hanya tinggal masukkan barang apa pun yang saya inginkan ke dalam troli
> dan
> > membayar berapa pun harganya,” lanjut Karpman. Karpman sangat percaya
> diri
> > dengan keberuntungannya. Dengan dukungan ekonomi kuat, dia meninggalkan
> > pekerjaannya pada 2005 untuk memulai usahanya sendiri yang sejenis dengan
> > pekerjaan lamanya. Untuk mendirikan perusahaan sendiri sekaligus
> > meningkatkan taraf hidup, Karpman dengan enteng mengeluarkan dana
> US$500.000
> > dari tabungannya. Seperti kebiasaan orang-orang Amerika, Karpman juga
> > mengajukan kredit dalam jumlah besar dengan jaminan rumah.
> >
> > Namun nasib berkata lain. Keberuntungan itu berbalik arah. Seiring dengan
> > badai krisis yang menghantam Negeri Paman Sam, Karpman pun tak mampu
> menarik
> > para investor. Akibatnya, dia dipaksa untuk menggulung tikar
> perusahaannya.
> > Bahkan kini dia tidak memiliki pekerjaan. Dia pontang-panting memasuki
> > banyak bursa kerja, namun hasilnya pun nihil. Itu tidak pernah dialami
> > Karpman di masa lalu. Urusan pekerjaan kala itu begitu sangat mudah.
> “Dulu,
> > ketika saya diwawancara untuk kerja, saya bisa bersikap kurang ajar
> karena
> > saya seolah balik mewawancara orang bagian HRD apakah perusahaannya
> memang
> > layak memperkerjakan saya,” ujarnya. “Kini, seolah Anda harus memelas dan
> > bahkan mengemis-ngemis untuk bisa bekerja,” tambahnya.
> >
> > Mengantar Pizza
> >
> > Setelah satu masa sulit yang panjang dan pencarian kerja yang sia-sia,
> > keluarga Karpman kehabisan uang tabungan untuk keperluan sehari-hari.
> Bahkan
> > mereka dililit utang ratusan ribu dollar. Rumah mewah mereka pun terancam
> > disita oleh bank. Membutuhkan uang segar dengan segera untuk memenuhi
> > kehidupan sehari-hari, Karpman mencoba menemukan pekerjaan. Apapun akan
> > dilakukannya, tidak lagi pilih-pilih pekerjaan, meski itu menurunkan
> > derajatnya. Ia mencoba melamar menjadi bartender namun ternyata hanya
> > penolakan yang ia dapat. Akhirnya, dia membawa mobil Mercedes-nya ke ke
> > Mike’s Pizza & Deli Station di Clearwater dan melamar kerja. Mike Dorado,
> > pemilik toko pizzaitu, mengatakan dirinya terkejut ketika membaca
> curiculum
> > vittae Karpman. Untuk menjadi pengantar pizza dari rumah ke rumah tak
> perlu
> > harus bergelar MBA dan berpengalaman sebagai manajer pialang saham.
> Dengan
> > kata lain, Karpman tergolong over-qualified (bobot pendidikan dan
> pengalaman
> > kerja terlalu tinggi untuk posisi kerja yang dia lamar). Bagaimanapun,
> yang
> > ada hanya lowongan sebagai pengantar pizza.
> >
> > Bahkan, sang istri Stephanie Karpman lebih terkejut lagi saat Ken tiba di
> > rumah dengan pekerjaan barunya. “Kamu tidak bercanda, kan?” kata
> Stephanie.
> > “Mengantarkan pizza. Tidak pernah terpikirkan olehku, bahkan dalam mimpi
> > terliarku sekalipun untuk melakukan itu,” lanjutnya.
> >
> > Gaji Karpman terjun bebas. Dari enam digit per jam menjadi hanya USD 7,29
> > (RP. 85.000) per jam plus tips, satu angka yang terbilang sangat kecil
> untuk
> > ukuran AS.
> >
> > Namun itu adalah uang yang sepatutnya ia syukuri. “Ini adalah proses
> terjun
> > bebas, luar biasa bagaimana begitu banyak hal yang Anda katakan, ‘saya
> tak
> > bisa melakuan itu’ untuk menolak karena gengsi, tapi seminggu kemudian
> anda
> > katakan, ‘Ya… saya bisa melakuan itu,’” ujarnya.. “Saya tidak akan meniti
> > karir di bidang ini, namun akan mendapatkan sesuatu yang lebih di masa
> > depan, itu yang akan saya lakukan untuk tetap menjaga agar dapur tetap
> > mengepul,” lanjutnya.
> >
> > Tekanan ini memang sempat memberi sedikit dampak pada pernikahan mereka.
> > Stephanie mengatakan dirinya tidak ingin suaminya meninggalkan pekerjaan
> > sebagai pialang dan berharap suaminya itu punya tabungan yang lebih. Tapi
> > itulah fakta yang harus diterimanya. “Tidak perlu bertanya di mana
> > letak kesalahannya,” ujar Ken Karpman. Dan ketika harus menunjuk kambing
> > hitam, “Saya akan menunjuk ke arah saya,” tegasnya.
> >
> >   “Pizza adalah langkah maju,” tandasnya. Saat Karpman menghitung setiap
> sen
> > yang dia terima, dia masih berharap bisa kembali ke posisinya yang dulu
> dan
> > kembali ke gaya hidup papan atas yang sekan tak bisa lepas dari tangan.
> > “Saya butuh beberapa kemenangan,” ujarnya. “Semoga, itu akan segera
> > kembali,” lanjutnya.
> >
> > ________________________________
> > Warnai pesan status dengan Emoticon.
> > Sekarang bisa dengan Yahoo! Messenger baru.
> >
> >
>
>
> ------------------------------------
>
> + +
> + + + + +
> Mohon saat meREPLY posting, text dari posting lama dihapus
> kecuali diperlukan agar CONTEXTnya jelas.
> + + + + +
> + +Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

Kirim email ke