Omar Putéh menulis: Saudara Ali Al Asytar dan ahlul bait anda Muhammad Al Qobra saya mau tanya sedikit, sebelum saya kirimkan selamat menyambut bulan suci Ramadhan, 1430 H untuk anda: Apakah dibelakang nama alias anda akan diletakkan as atau ra? Berapa kali diulangi, bahwa apa yang ada tulis sendiri, tetapi anda sendiri tidak tahu apa maknanya. Jangan ingat anda sudah menggondol sarjana lengkap seperti yang anda pasang didepan dan dibelakang nama anda, sekarang ini yang telah pernah terbaca dalam tulisan essential haji dan diikuti dalam tulisan lainnya, yang mana para pemilis akan bersenang hati, kalau anda sudi mengreeksposekan nama anda yang bertitel itu dengan tulisan bersangkutan sekaligus. Ali Al Asyitar dan ahlul bait anda, Muhammad Al Qobra, ideology itu, adalah juga termasuk kultur. Jadi kalau anda tuliskan (seperti tulisan anda dibawah): Islam Kebudayaan (culture), maka kalau anda menuliskan Islam Ideology, tentu saja musti dituliskan juga begini: Islam Ideology (culture). Ta peugah bodoh ôk teukoh, ta peugah bangai sikula pina, sarjana lom, titél letak depan dan letak belakang, kadang-kadang kiri dan kanan. Sebagaimna tidak pernah ada Islam Budaya, maka juga tidak pernah ada Islam Ideology itu. Islam itu Addiin! Islam itu dari Allah SWT. Jadi seluruh agama, religion atau religere adalah budaya (culture). Agama-agama yang datang dari Allah SWT, tetapi kemudian sempat ditukangi, maka agama (addiin) yang datang dari Allah SWT itu, akan berobah menjadi agama. religion atau religere. Makanya agar aqidah kita kuat, kita wajib berpegang pada dua kalimah syahadat: Tiada tuhan yang disembah dengan sebenar sembah, selain Allah SWT dan Muhammad (SAW), Rasulullah. Kalau bergeser sebesar zarah saja, maka kata Tengku Muhammad Dahlan Tangse: Jika yang dimasudkan cacat sedikit (sebesar zarah sekalipun) itu, adalah SYIRIK, maka cacatlah semua sendi agama, alias batallah syahadat dan sekalian Islamnya seseorang. "Sesungguhya Allah tidak mengampuni dosa orang berbuat syirik dan mengampuni dosa yang selain itu (syirik) bagi siapa yang dikehendaki- Nya".. (QS 4:116). Itulah sebabnya saya ulangi kepada anda, Ali Al Asytar dan ahlul bait anda, Muhammad Al Qobra sejarah, bagaimana Nabi Besar Muhammad SAW, mengenal Allah SWT, tuhan yang disembah dengan sebenar sembah, mengenal diri beliau sendiri sebagai Rasullullah, disa'at diturun wahyu Allah SWT yang pertama sekali, kepada junjungan kita itu. Jadi kalau pegangan aqidah kita tidak betul maka, tidak payah komentar berlebih-lebih, yang sudah pasti sesat dan menyesatkan tampa ampun dan akan dihukum-hakamkan sebagai syirik! Kalau "Islam"-nya syi'ah sempat juga disentuh atau ditukangi oleh manusia jahil, maka tampa aleng-aleng, tampa reserve: Syi'ah adalah digolongkan sebagai cultur atau budaya atau lengkapnya mengikut tulisan anda: Islam Syi'ah adalah Islam Ideology atau Islam Cultur!!! Nah, Ali Al Asytar as/ra dan ahlul bait anda, Muhammad Al Qobra as/ra, dinasihatkan agar dalam bulan Ramadhan 1430 H yang suci ini, hendaklah anda bertaubat nasuha, lewat philosofi pembangunan menyeluruh sampai suci dan strill (jiwa rohani) anda sebagai orang Achèh, agar dengannya Achèh akan terhindar dari marabahaya: Islam Syi'ah atau Islam Ideology atau Islam Cultur!!! Omar Putéh Meunasah Reudeuep Achèh Rajeuk From: Muhammad al qubra acheh_karb...@yahoo.no menulis: Saya yakin bung Winpun tau bahwa Islam itu adalah suatu "system" yang Kaffah dimana platformnya adalah Aqidah. Aqidah yang kumaksudkan dalam kontek ini bukan sekedar formula yang sering diulang-ulang oleh orang yang ingin memperoleh pahala. Aqidah yang kumaksudkan adalah pemahaman yang demikian mendalam yang terkandung dalam Kalimah "Laa ilahaillallaah, Muhammadur Rasulullah" Apabila kita analisa makna yang terkandung dalam shahadah pertama, termaktub didalamnya bahwa sekali-kali kita pantang bersatupadu dalam system taghut macam Indo nesia, kecuali terpaksa bertaqiah. Jadi pengertian yang terkandung didalamnya termasuk sekali-kali tidak akan tundukpatuh kecuali kepadaNya. Dengan pengertian seperti itu adalah bohong seseorang yang mengucapkan walau berjuta kali kalimah shahadah tersebut sementara orang terse but sepakterjangnya sehari-hari dalam kehidupannya bersatupatu dalam system Taghut yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah (baca . . . . . . .waman lamyahkum bima anzalallah, faulaika humul kafirun . . . . . . . . . . (QS Al Maidah 44,45 dan 47) Apabila seseorang meyakini seperti apa yang saya ungkapkan diatas, orang tersebut memahami kalimah syahadah tersebut secara ideology, bukan secara kebudayaan. Disinilah muncul istilak Islam Ideology dan Islam kebudayaan (culture). Hal ini berhubungan erat dengan fungsi para Rasul dan Imam sebagai Ideolog, manusia-manusia berwajah "merah", bukan manusia berwajah "pucat" (baca para ilmuwan), pinjam istilah Ali Syariati, Iran. Apabila persoalan Aqidah ini sudah mantap barulah berguna Ibadah lainnya, termasuk Shalat dan Shaum di bulan Ramadhan. Dengan kata lain Ibadah apapun tidak berguna disisi Allah kalau Aqidahnya tidak benar. Orang yang mantap Aqidahnya tidak takut kepada siapapun kecuali Allah. Lihatlah ketika Daksur mengancam untuk membunuh Nabi Muhammad: "Sekarang aku akan membunuhmu, siapa yang akan membelamu, Muhammad? "Tidak siapapun kecuali Allah", Jawab Rasul. Pengaruh jawana Rasul itu, Daksur gemetaran dan pedangnyapun jatuh dari tangannya. Lihatlah Imam Ali ketika berbaring ditempat tidur Rasulullah, untuk menyelamatkan Rasul. Ketika ada orang tanya pada Imam Ali siapa yang lebih utama diantara anda dan Nabi Musa, Imam menjawab: . . . . . . .Nabi Musa takut kepada Firaun setelah membunuh orang Kubti tapi aku tidak takut ketika tidur ditempat Rasulullah kendatipun orang Quraish hampir saja membunuhku" Bung Win yang baik. Islam itu terdiri dari Aqidah, Muamalah/Ibadah dan terakhir sekali adalah Akhlaq. Untuk memudahkan umpamakan saja sebatang Pohon dimana Akar sebagai Aqidah, Batang dan dahan sebagai Ibadah/Muamalah, buah sebagai Akhlaqnya. Kalau batang kita tebang akan muncul tunas lainnya, konon pula buah yang kita petik. Tapi kalau anda pangkas akarnya tamatlah riwayatnya. Dengan kata lain saya hendak katakan bahwa tidak ada artinya Ibadah/Muamalah dan Akhlaq kalau Aqidahnya tidak benar (baca sekedar diucapkan saja walau berjuta kali) Rasulullah mengatakan bahwa Shalat itu adalah tiang agama. Ucapan Rasul itu pasti benar. “Dan, tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat.” (QS. An-Najm: 3-5) Yang menjadi persoalan adalah bahwa ketika kita berbicara Tiang dari suatu bangunan sebagai permisalan Islam, kita lupa bahwa masih ada faktor yang lebih utama dari tiang tersebut dimana tiang butuh tempat tancapannya yakni Platformnya (baca Aqidah) Dalam hal ini Shalat memang Ibadah Ritual yang terpenting setelah Ibadah membela kaum dhuafa dalam suatu perjuangan kemerdekaan. (baca Ibadah Sosial) Tidak ada artinya samase kali disisi Allah bagi orang yang berkhusyuksepi dengan shalat wajib plus Sunahnya sementara rintihan kaum dhuafa menjadi bulan-bulanan kaum mutaqabbirun. Allah berfirman: "Fawailul lil mushallin" (Celakalah orang-orang yang Shalat). Kenapa?. Mereka itu sesungguhnya adalah pendusta agama. Shalat orang seperti itu hanya sekedar memperlihatkan pada orang ramai sebagaimana yang pernah dikatakan bung Winwannur dalam tulisannya itu. Bagaimana dengan Shaumnya? Kendatipun Shaum itu punya sisi khasnya namun masih tidak punya makna disisi Allah andaikata orang yang ber puasa tersebut belum benar Aqidahnya sebagaimana luluhlantaknya batang dari sebuah pohon akibat sirnanya Akar. Rasulullah berkata: "Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga". Tepat sekali seperti dikatakan bung Winwannur bahwa penam pilan yang terkesan alim yang diperlihatkan teman lamanya tidak membuat bung Win heran, kecuali, ya biasa saja. Mereka hendak mengejar Akhi rat secara keliru 180 derajat. Islam adalah agama dua Dimensi, Hablum minallah wa hablum minannas. Allah,Tuhannya kaum dhuafa menempatkan Hablum minannas diatas hablum minallah (baca Sosial atas ritual atau horizontal atas fertikal). Rasul Allah berkata: "Tidak pernah beriman kepadaku orang yang tidur kenyang sedangkan tetangganya kelaparan, dan jika penduduk suatu kampung tidur nyenyak sedangkan ada salah seorang saja dari mereka yang kelaparan, maka Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat". Tugas utama para Rasul adalah membebaskan kaum dhuafa dari belenggun yang menimpa kuduk-kuduk mereka (Al A'raf, 157).Orang yang benar Imannya adalah orang yang mengikuti bagaimana para Rasul berkiprah dala hidupnya. Kecuali tidak ada pemimpin yang memimpin perjuangan, kita terpaksa bergerak dibawah tanah dulu (baca bersabar tapi aktif) sebagaimana Rasulullah berjuang sebelum memiliki powernya. Sebelum al Asytar menutup tulisan ini tidak lupa menyampaikan Hikmahnya berpuasa. Apabila perut mulai keroncongan dan juga ditimpa teriknya matahari, adakah kita teringat secara mendalam bagaimana pedihnya orang yang takpunya? Lebib-lebih lagi di bulan Ramadhan ini dimana mereka membuka puasanya dengan telur dan saur kangkung? Apakah kita termasuk dalam golongan orang orang yang berbuka puasa kesana-kemari dengan jamuan mewah sebagaimana yang dilakukan kaum mutaqabbirun yang tenggelam dalam statusquonya? Bagaimanakah kondisi masyara kat Acheh - Sumatra di kampungkampung pedalamannya sekarang ini? Nah setelah Ramadhan meninggalkan kita, bagaimana sepakterjang kita? Masihkah berpenampilan kaum mutaqabbirun itu? Inilah yang patut kita renungkan ketika kita berbicara Ramadhan secara pribadi, sementara secara komunitas, kita diperintahkan berjuang membela kaum dhuafa, melepaskan belenggu yang menimpakan kudukkuduk mereka. Dari renungan seperti inilah dapat ditemukan indikasinya diterima atau tidaknya puasa kita. Billahi fi sabililhaq Ali al Asytar Acheh - Sumatr