SUARA PEMBARUAN DAILY 

Ada Upaya Referendum Aceh
 
Pendirian partai politik (parpol) lokal merupakan sarana untuk menguasai 
parlemen, yang nantinya akan diarahkan pada upaya referendum memerdekakan Aceh. 
(Gubernur Lemhannas Muladi) 
[JAKARTA] Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Muladi mengungkapkan, 
lembaganya telah mengkaji masih adanya keinginan kuat dari elemen-elemen 
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memisahkan diri dari NKRI. Hal itu akan 
diupayakan melalui referendum, setelah terlebih dulu GAM menguasai eksekutif, 
legislatif, dan posisi kunci lainnya. 
"Hasil kajian itu telah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," 
papar Muladi dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta, Senin (9/7). 
Dia mengingatkan, pendirian partai politik (parpol) lokal merupakan sarana 
untuk menguasai parlemen, yang nantinya akan diarahkan pada upaya referendum 
memerdekakan Aceh. 
Muladi menegaskan, pendirian Partai GAM akhir pekan lalu bertentangan dengan 
MoU (nota kesepahaman) Helsinki, UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh 
serta PP tentang Parpol Lokal. 
"Harus ada penegakan hukum. Harus ditolak oleh Departemen Hukum dan HAM. 
Penolakan itu harus diumumkan dalam Berita Negara," ujarnya. 
Pendirian Partai GAM, lanjutnya, memperkuat kecurigaan ada tujuan tersembunyi. 
"Parpol lokal digunakan SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) untuk 
menguasai parlemen, dan tujuan akhirnya referendum," tegasnya. 
Tujuan akhir itu bukan tidak mungkin dicapai GAM. Terbukti dengan kemenangan 
Irwandi Yusuf (Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam). 
Menurut mantan Menteri Kehakiman ini, GAM tetap akan mencari celah yang bisa 
dimanfaatkan dari UU 11/2006, meskipun telah menandatangani perjanjian damai 
dengan pemerintah pusat di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005. Oleh 
karenanya, pemerintah harus bersikap tegas, jangan sampai Partai GAM menjadi 
embrio dari gerakan separatis. 
Menanggapi paparan Gubernur Lemhannas, Wakil Ketua Komisi I DPR, Yusron Ihza 
Mahendra mengakui telah membaca hasil kajian yang sama, yang juga dilakukan 
oleh Badan Intelijen Negara (BIN). 
Yusron mengingatkan, soal parpol lokal telah diatur dalam UU 11/2006. Antara 
lain seperti tercantum pada Pasal 77 Ayat 1, asas parpol lokal tidak boleh 
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 
"Sudah ada aturan-aturan yang mengawal. Sejauh dilaksanakan dengan benar, tidak 
ada masalah. Tinggal ketegasan pemerintah, mengapa pemerintah terlalu lambat 
bereaksi terhadap hal ini. Saya menilai pemerintah terlalu lemah, tidak tegas, 
ter- lalu banyak kompromi," ujarnya. 
Dia menambahkan, pada MoU Helsinki, sudah diatur bahwa setelah penerapan 
otonomi daerah, GAM harus membubarkan diri, dan memusnahkan semua atributnya. 
Oleh karena itu, pendirian Partai GAM, dinilainya telah menjurus pada upaya 
makar. 
"Itu melanggar UU. Sekarang tinggal pemerintah berani tidak menindak tegas. 
Jangan diskriminatif. Mengibarkan bendera 'Bintang Kejora' dan RMS saja 
ditangkap. Ini (GAM) membuat papan nama parpol dengan lambang separatis me 
malah dibiarkan," ujarnya mengingatkan. 
Anggota Komisi I DPR, Jefrey Massie juga mengingatkan, sangat aneh jika Partai 
GAM dibolehkan, sementara pengibaran bendera "Bintang Kejora" yang dibolehkan 
oleh UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, justru dianggap 
makar. "Pemerintah jangan semakin memperuncing rasa ketidakadilan," pintanya. 
Sementara itu, pakar politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit yang 
dihubungi SP, Selasa (10/7) menyatakan, berbagai modus bisa digunakan oleh GAM 
untuk melepaskan Aceh dari Indonesia. Salah satu caranya dengan menguasai 
legislatif melalui embrio pembentukan Partai GAM. Setelah DPRD Aceh dikuasai, 
mereka bisa membuat semacam kesepakatan atau referendum sepihak agar bisa 
merdeka. 
"Aceh memiliki sejarah perjuangan yang panjang. Keinginan merdeka itu tidak 
pernah mati. Persoalan partai lokal yang menggunakan simbol-simbol GAM harus 
disikapi tegas oleh pemerintah," ujarnya. 
Respons Berlebihan 
Wakil Gubernur Aceh M Nazar kepada SP di Pontianak, Selasa (10/7) pagi 
mengatakan, isu politik lokal di Aceh jangan direspon berlebihan, karena MoU 
Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan GAM tidak berbicara tentang referendum 
atau kemerdekaan. 
Nazar menegaskan, partai lokal yang sudah ada adalah kesepakatan pada MoU 
Helsinki antara GAM dan pemerintah. Namun pendirian partai lokal tidak bisa 
bertentangan dengan kesepakatan yang sudah dibuat. 
Lahirnya partai lokal oleh aktivis-aktivis GAM tidak boleh direspon secara 
berlebihan. Jangan ada yang mengungkit masa lalu yang akan menimbulkan masalah 
di Aceh. Selain itu, jangan bicara Aceh jika tidak mengerti tentang Aceh. 
Dia menambahkan di Kementerian Polhukam, saat ini ada desk khusus tentang Aceh. 
Jadi, pemerintah bisa memanggil pimpinan-pimpinannya. 
"Selain itu masalah partai lokal nantinya bisa diklarifikasi pada saat 
pemeriksaan partai. Jadi, harus dilihat substansinya," katanya. 
Menurutnya, reintegrasi perlu terus dikomunikasikan dengan baik. Sehingga trust 
building bisa terbangun dengan baik. Oleh sebab itu, masalah partai lokal dan 
politik lokal di Aceh jangan terlalu disikapi berlebihan. 
Para pihak diminta untuk lebih menyayangi Aceh. Sebab, untuk menyelesaikannya 
butuh cara tepat dengan komunikasi yang baik. Sehingga perdamaian yang permanen 
tidak bisa diganggu gugat lagi. 
"Jadi, yang tidak me- ngerti Aceh jangan sembarangan berbicara Aceh, harus ada 
koordinasi yang baik, karena segala sesuatunya harus sesuai dengan MoU 
Helsinki," tandas Nazar. [B-14/A-16/146]


      Be smarter than spam. See how smart SpamGuard is at giving junk email the 
boot with the All-new Yahoo! Mail at http://mrd.mail.yahoo.com/try_beta?.intl=ca

Kirim email ke