Penistaan Hak Korban Lapindo
Mengapa pemerintah mengabaikan bahkan menistakan hak warga yang tertimpa 
bencana lumpur Lapindo? Hingga kini tidak ada tindakan tegas apapun dari 
pemerintah untuk mendesak Lapindo segera menunaikan tanggung jawabnya terhadap  
para korban lumpur. Republika Online dalam tajuk rencananya menulis, meski 
sudah ada kesepakatan percepatan pembayaran ganti rugi, ternyata tidak semua 
korban sepakat. Apalagi kesepepakatan baru tersebut hanya menyangkut warga di 
Perumtas 1 Sidoarjo, sementara masih ada korban empat desa lain yang terendam 
yang berada di luar kesepakatan tersebut. Dalam pertemuan dengan Wakil Presiden 
Jusuf Kalla tiga hari silam, pemerintah berjanji akan mempercepat waktu 
pembayaran ganti rugi dari dua tahun menjadi satu tahun. Tahapannya tetap, 
yaitu uang muka 20 persen, dan selebihnya nanti 80 persen. Tidak semua warga 
Perumtas 1 langsung sepakat, meski akhirnya bisa menerima.
Sementara itu warga empat desa yang terendam, kemarin datang ke DPRD Sidoarjo 
untuk bertemu dengan perwakilan Lapindo. Warga merasa tidak puas atas pertemuan 
tersebut. Mereka kemudian berniat memblokir jalan menuju bandara Surabaya, 
namun aksi itu dapat digagalkan pasukan Brimob dan marinir yang menjaganya. Tak 
cukup disitu, mereka memblokir jalan Surabaya-Malang. Tak hanya warga yang 
memburu Lapindo, para pengusaha korban lumpur  menyatakan akan akan menuntut 
Lapindo membayar ganti rubu sebesar 414 miliar rupiah karena tidak dapat 
beroperasi dan kehilangan potensi usaha. 
Dari Jawa Timur, Koran Jawa Pos menurunkan berita soal lambannya pembayaran 
ganti rugi oleh Lapindo Brantas Inc. Hal tersebut telah menuai kejengkelan dari 
banyak pihak. Selain warga, Gubernur Jawa Timur, Imam Utomo, juga mulai kesal 
dan menekan perusahaan milik Grup Bakrie itu agar segera mencairkan ganti rugi 
secepatnya. 

Gubernur menilai, Lapindo selama ini terkesan tidak segera mencairkan uang muka 
20 persen kepada korban lumpur sesuai dengan peta 22 Maret 2007. Katanya, 
"Pembayaran yang dilakukan secara incrit-incrit itu mengakibatkan ganti rugi 
yang seharusnya diterima warga pada Maret lalu akhirnya molor sampai sekarang." 
 Proses pembayaran ganti rugi menurutnya tidak logis karena untuk melayani 
ratusan warga, PT Minarak Lapindo Jaya, hanya melakukannya seminggu sekali 
yaitu setiap hari Jum'at. Gubernur mengaku telah mengontak Nirwan Bakrie, 
pimpinan kelompok usaha Bakrie, pemilik Lapindo, untuk segera menyelesaikan 20 
persen uang muka ganti rugi kepada warga sebelum akhir Mei. 
Di samping masalah pembayaran ganti rugi, hingga kini semburan lumpur belum 
bisa ditanggulangi. Tanggul utama dilaporan berulangkali jebol dan akibatnya 
lumpur mengalir ke jalan raya. Seperti ditulis Republika Online, penanganan 
lumpur Lapindo Brantas ini harus melibatkan pemerintah. Selain pada akhirnya 
pemerintah juga yang akan memperbaiki infrastruktur, keterlibatan dan ketegasan 
pemerintah akan dapat cepat diselesaikan. Adapun kepedulian yang ditunjukkan 
pemerintah selama ini dinilai masih belum cukup. Perlu adanya tindakan lebih 
kongkret dan adil agar tidak ada satu pihak pun yang terkait dalam hal ini, 
merasa dirugikan. 
 
Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan
Beberapa waktu terakhir, beredar laporan mengenai kemungkinan terjadinya krisis 
beras kedua sekitar bulan Agustus mendatang. Terkait hal ini, seluruh pejabat 
dan masyarakat di Tanah Air diminta untuk bekerja keras untuk meningkatkan 
ketahanan pangan khususnya kecukupan beras dalam satu hingga tiga tahun 
mendatang. Demikian dilaporkan  Koran Republika dan Kompas yang mengutip 
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat meresmikan sejumlah proyek 
di Bali. Kendala berkurangnya persediaan pangan diakibatkan oleh banyak faktor 
seperti pemanasan global, perubahan iklim, dan bencana alam. SBY juga 
memberikan beberapa alternatif penyelesaian yang perlu diperhatikan termasuk 
pengembangan benih, pupuk, dan cara bercocok tanam yang tepat. 
Presiden Yudhoyono juga menekankan pentingnya upaya peningkatan irigasi dan 
penampungan air. Dapat dipastikan bahwa langkah-langkah yang dianjurkan SBY 
sangat efektif dalam meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Namun masih ada 
hal lain yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Selain memberikan bantuan 
kepada petani untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produksinya, pemerintah 
juga dituntut untuk menjamin para petani agar tidak merugi pasca panen. 
Misalnya, pemerintah menutup peluang bagi para pengusaha dalam negeri untuk 
tidak mengimpor beras selama pasokan beras dari petani dalam negeri dapat 
memenuhi pasar. 
Beberapa waktu lalu, muncul para petani kembali merugi karena kelambanan Badan 
Urusan Logistik yang dinilai lamban menyerap gabah. Banyak alasan yang mencuat. 
Bahkan masalah ini memaksa Presiden SBY turun tangan dan meminta Bulog segera 
menyerap gabah petani agar kerugian yang diderita petani tidak membengkak. Hal 
itu berarti, sebelum instuksi SBY dilaksanakan, para petani sudah harus menelan 
kerugian besar. Jika kondisi ini berlanjut, tidak akan ada petani yang mau 
menanam padi pada musim cocok tanam mendatang. Alasannya pun sangat logis 
bahwa, untuk apa mereka harus bekerja keras jika mereka harus merugi. 
Keseriusan pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib para petani secara 
langsung akan mendongkrak produksi pangan di Tanah Air. Tanpa ada jaminan dan 
bantuan pemerintah di sektor pertanian, masalah yang selama ini dihadapi para 
petani dan warga  tidak akan dapat menyelesaikan masalah . Sampai kapan warga 
harus pasrah menghadapi mahalnya harga beras. Dan apakah langkah pemerintah 
selanjutnya dalam hal ini. 
Ke Atas

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke