Ada baiknya, jika ingin menentukan besaran suatu "gaji", perhatikan juga suara mereka yang nantinya akan menerima "gaji" tersebut. Penentuan besaran jumlahnya tidak bisa hanya berdasarkan kebutuhan dan kemampuan fiskal saja. Hal tersebut malah menunjukkan suatu kecenderungan monopoli/penjajahan profesi. Jika kementrian keuangan ingin berbicara, maka yang mereka bicarakan sebenarnya hanyalah pertimbangan semata, bukan jujukan suatu keputusan. Yang akan menjalani kan dokter, bukan profesi lain. Romel Ciptoadi Wijaya National Staff of Health Policy Study - ISMKI 2013 Medical Faculty - Islamic University of Malang Legenda Jersey (owner)
________________________________ Dari: Billy N. <bi...@mediator.web.id> Kepada: Dikirim: Kamis, 13 Juni 2013 20:32 Judul: [des-kes] Fwd: Dokter & DPR Menolak Premi BPJS Usulan Pemerintah http://shnews.co/detile-20790-dokter-dan-dpr-menolak-premi-bpjs-usulan-pemerintah.html Dokter dan DPR Menolak Premi BPJS Usulan Pemerintah Dengan berkurangnya subsidi BBM maka pemerintah dapat menghitung ulang kemampuan fiskal. Sistem jaminan kesehatan yang akan mulai bergulir pada 1 Januari 2014, didukung banyak pihak untuk segera dimulai. Namun, besaran premi bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang diusulkan pemerintah sebesar Rp 15.500, dinilai masih terlalu kecil dan belum cukup untuk penyediaan pelayanan kesehatan yang memadai. Berkaca dari Program Kartu Jakarta Sehat (KJS), Ketua Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Agung Sapta Adi mengatakan, jangan sampai program sistem jaminan kesehatan ini mendapatkan penolakan dari rumah sakit karena dinilai dapat merugikan rumah sakit. Selain itu, bila besaran preminya tidak memadai, dikhawatirkan masyarakat tidak akan mendapatkan pelayanan kesehatan optimal. “Menurut saya, premi yang pantas untuk dapat memberikan layanan kesehatan optimal kepada masyarakat setidaknya minimal Rp 50.000,” ujar Agung saat dihubungi SH, Rabu (12/6). Dia mengatakan, untuk rumah sakit pemerintah besaran Rp 15.500 masih dapat diterima. Gaji tenaga medis, obat-obatan, serta kebutuhan rumah sakit lainnya telah ditanggung pemerintah. Untuk rumah sakit swasta, semua kebutuhan rumah sakit seperti gaji pegawai dan kebutuhan rumah sakit lainnya, ditanggung sendiri oleh mereka. Menurutnya, bila pemerintah tetap memaksakan besaran premi Rp 15.500, pada pelaksanaannya akan mendapatkan penolakan dari rumah sakit. Belum lagi munculnya komplain dari tenaga medis serta masyarakat yang merasa tidak mendapatkan pelayanan optimal melalui program tersebut. Di tempat terpisah, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dengan tegas menolak usulan pemerintah yang menetapkan premi PBI jaminan kesehatan Rp15.500. Penolakan tersebut karena besaran premi dinilai masih terlalu kecil, sehingga bila dipaksakan dapat berakibat tidak memadainya pelayanan kesehatan, dan tidak mampu mendorong persebaran tenaga kesehatan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial kesehatan. “Alokasi premi PBI yang masih rendah ini, untuk kelompok tertentu akan berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap masyarakat miskin. Dinilai tidak memberikan nilai keadilan sosial bagi rakyat lemah dan miskin. Selain itu, terkesan pemerintah hanya memberi alokasi dana ‘seadanya’,” kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Zaenal Abidin. Menurutnya, masalah besaran jumlah premi jaminan kesehatan belum final. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan menetapkan premi Rp 22.000 per orang per bulan, sedangkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menetapkan Rp 27.000 per orang per bulan. Premi jaminan kesehatan secara nasional yang disetujui Kementerian Keuangan justru lebih kecil, yakni Rp 15.500 per orang per bulan. “Menteri Keuangan selalu beralasan premi yang terlalu besar tidak sesuai dengan kapasitas fiskal, dan Rp 15.500 adalah angka yang sesuai dengan kapasitas fiskal Negara,” ujarnya. Dikatakannya, alokasi premi Rp 15.500 per orang per bulan ini menunjukkan pengingkaran pemerintah terhadap tanggung jawab konstitusinya kepada rakyat miskin, yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang menyatakan, “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Zainal mengatakan, menurut PB IDI besaran premi yang pantas adalah menggunakan best practice PT Askes untuk golongan I dan II dengan premi Rp 38.231 per orang per bulan, atau setidaknya dengan batas minimal sesuai usulan DJSN sebesar Rp 27.000. Menurutnya, ketika pemerintah untuk melaksanakan sistem jaminan kesehatan secara nasional, sepantasnya semua pihak yang terlibat dalam sistem itu “dapat tersenyum”. “Jangan sampai saat sistem ini berjalan ada yang merasa dirugikan, baik itu dokter, perawat, bidan, penyedia pelayanan kesehatan lainnya, maupun masyarakat. Semua pihak harus merasa diuntungkan dengan sistem ini,” ucapnya. Alihkan Subsidi BBM Ketua Panita Kerja Jaminan Kesehatan DPR, Soepriyatno mengatakan, pemerintah seharusnya mengalihkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk meningkatkan anggaran premi jaminan kesehatan (jamkes). Menurutnya, dengan akan dikuranginya subsidi BBM, seharusnya pemerintah dapat menghitung ulang kemampuan fiskal Indonesia, yang kemudian menaikkan premi PBI jaminan kesehatan yang semula direncanakan Rp 15.500 per orang per bulan. “Dengan adanya rencana kenaikan harga BBM, pemerintah seharusnya dapat menggunakan surplus yang ada untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu, Panja Jaminan Kesehatan DPR belum menyetujui besaran premi PBI yang diusulkan Kementerian Keuangan tersebut. Bila dengan premi PBI Rp 15.500 itu, saya kira pemerintah lebih baik datang ke DPR dan bilang tidak sanggup menjalankan BPJS daripada negara ini kacau,” kata Soepriyatno. Dia menambahkan, dengan mulai beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, diperkirakan akan menyebabkan peningkatan drastis jumlah pasien yang mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Hal itu dapat dilihat dari program KJS yang diluncurkan Pemprov DKI. Angka kunjungan warga Jakarta ke fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit, meningkat pesat. Oleh karenanya, keadaan seperti itu perlu diimbangi dengan penambahan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Dia menilai, kondisi riil fasilitas pelayanan kesehatan saat ini masih belum memadai untuk melayani seluruh rakyat di seluruh Indonesia, baik dalam hal jumlah maupun sebarannya. PBI BPJS adalah kelompok masyarakat miskin yang iuran premi kepesertaannya dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk bidang kesehatan dibayarkan pemerintah. Sistem jaminan kesehatan secara nasional yang akan mulai digulirkan pada 1 Januari 2014, akan dilakukan BPJS Kesehatan. Jaminan kesehatan akan diberikan kepada seluruh warga negara Indonesia sesuai dengan Undang-Undang SJSN Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-Undang BPJS Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. ------------------------------------ Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net Yahoo! Groups Links http://docs.yahoo.com/info/terms/