Setahu saya penelitian dilakukan oleh Dr DSoewarta Kosen dari Litbangkes. Juga 
dilakukan untuk GATTS. Negara tentunya tidak membeli rokok. Juga tidak 
mengeluarkan sepenuhnya uang untuk perawatan karena sistem kita kan out of own 
pocket. Jumlah itu seharusnya dibaca sebagai kerugian masyarakat.
KM





>________________________________
> From: Panji Hadisoemarto <hadisoemartopa...@yahoo.com>
>To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com 
>Sent: Friday, May 31, 2013 2:40 PM
>Subject: Re: [des-kes] Fwd: Cukai vs Pengeluaran Negara Akibat Rokok
> 
>
>
>  
>Mohon informasi, apakah metode penghitungannya bisa saya 
>peroleh/dipublikasikan? Dan saya ingin bertanya, mengapa pembelian rokok masuk 
>ke 'pengeluaran makro negara', apakah maksudnya negara juga membeli rokok? 
>Terima kasih.
>
>Salam,
>Panji
>
>"Billy N." <bi...@mediator.web.id> wrote:
>
>  
>http://health.detik.com/read/2013/05/30/193036/2260901/763/
>Ini Hitungan Kemenkes Soal Cukai Dibandingkan Pengeluaran Negara Akibat Rokok
>
>Industri rokok boleh saja mengklaim kontribusinya membayar cukai untuk
>negara. Namun kementerian kesehatan punya perhitungan sendiri, yang
>menunjukkan bahwa cukai tersebut jauh lebih kecil dibanding
>pengeluaran negara akibat rokok.
>Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehtan Lingkungan
>Kementerian Kesehatan, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan pendapatan
>negara dari cukai hanya Rp 55 triliun. Angka ini jauh lebih kecil
>dibanding pengeluaran makro negara yang tiap tahun mencapai Rp 254,41
>triliun.
>Bila dirinci, pengeluaran sebesar itu antara lain untuk memenuhi
>beberapa keperluan sebagai berikut:
>1. Pembelian rokok itu sendiri (Rp 138 triliun)
>2. Biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan (Rp 2,11 triliun)
>3. Kehilangan produktivitas akibat kematian prematur dan morbiditas
>maupun disabilitas (Rp 105,3 triliun)
>Rokok dikatakan memicu kehilangan produktivitas karena menjadi faktor
>risiko berbagai penyakit tidak menular yang mematikan. Prof Tjandra
>Yoga mencontohkan di antara berbagai risiko tersebut adalah penyakit
>jantung koroner, kanker dan stroke.
>"Hal ini menunjukkan bahwa pengeluaran Makro akibat rokok di Indonesia
>lebih besar dari cukai yang didapat Indonesia," kata Prof Tjandra Yoga
>dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Framework Convention on
>Tobacco Control (FCTC) di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
>HAM), seperti ditulis Kamis (30/5/2013).
>Sementara dalam emailnya kepada wartawan, Prof Tjandra Yoga juga
>mengungkapkan bahwa jumlah perokok di Indonesia saat ni menempati
>peringkat ke-3 terbanyak di dunia. Hanya China dan India yang
>mengungguli Indonesia dalam hal jumlah perokoknya.
>Dilihat dari jumlahnya, diperkirakan ada lebih dari 61,4 juta perokok
>di Indonesia. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan 67,4
>peren laki-laki adalah perokok, sedangkan di kalangan perempuan
>angkanya 4,5 persen.
>
> 
>
>

Kirim email ke