Penerapan Teknologi Laserpuncture Untuk Peningkatan Populasi Domba 
Garut 

Penerapan teknologi pengolahan semen (sperma) untuk inseminasi 
buatan (IB) merupakan alternatif tepat guna untuk meningkatkan 
populasi ternak domba secara aktif progresif demikian ungkap Dr. 
Drh. Herdis. MSi., peneliti reproduksi biologi (reproduction 
biologist) dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya 
Pertanian (P3 TBP) BPPT saat diwawancarai redaksi Siaran BPPT di 
lokasi Peternakan Domba Laga Lesan Putra, Ciomas, Bogor (4/5). 
 
Menurutnya, melalui teknologi pengolahan semen, semen yang diperoleh 
dari pejantan unggul dapat diolah sehingga lebih banyak domba betina 
yang dapat dikawinkan dan meminimalkan pengaruh negatif pada domba 
pejantan yang dijadikan sumber semen. Sebagai ilustrasi, pada 
perkawinan tradisional yang dilakukan saat ini seekor jantan hanya 
dapat mengawini lima ekor betina selama 40 hari, sedangkan pada 
aplikasi teknologi pengolahan semen dan inseminasi buatan, seekor 
jantan mampu menghasilkan 360 straw/dosis selama 40 hari. Sehingga 
apabila dilakukan inseminasi buatan dengan double dosis maka seekor 
pejantan dapat mengawini 180 ekor betina. 
 
Ini jauh lebih banyak dibandingkan pada perkawinan alami, jelasnya. 
Pada kesempatan yang sama, pemilik Peternakan Domba Laga Lesan 
Putra, Ir. Ateng Sutisna, MBA, mengatakan bahwa pihaknya sangat 
mendukung upaya BPPT untuk penerapan Teknologi Laserpuncture di 
peternakan miliknya. Saya sangat gembira dengan keterlibatan BPPT 
pada pengembangan domba laga ini, kami banyak mendapatkan ilmu dan 
teknologi untuk pengembangan domba-domba bibit unggul. 
 
Pada pengembangbiakan melalui perkawinan alami, kondisi fisik domba 
mudah menurun, tetapi dengan teknologi ini kualitas domba laga tetap 
prima dan dapat memberikan bibit unggul, katanya. Domba Garut 
mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif. Disebut kompetitif 
karena badannya lebih besar sehingga dagingnya lebih banyak dari 
pada domba biasa, disebut komparatif, bahwa domba jenis ini 
mempunyai nyali untuk Kontes Domba Laga pada kegiatan pariwisata dan 
pelestarian budaya, kata Ir. Ateng Sutisna, MBA. 
 
Selain itu, beternak domba dan kambing merupakan usaha yang 
mengandung diversifikasi produk agribisnis yang menghasilkan multi-
produk antara lain memenuhi kebutuhan protein hewani, menghasilkan 
susu (untuk jenis kambing jenis tertentu), pemanfaatan bulu domba 
sebagai bahan baku kerajinan atau wool dan jenis domba ini dapat 
diikutkan pameran mutu keunggulan domba yaitu pada acara Kontes 
Domba Laga, lanjutnya. Motto saya, beternak domba menjual sapi. 
Karena harga jual domba laga sangat tinggi yaitu sama, bahkan ada 
yang lebih mahal dari harga sapi. Harga tertinggi domba laga 
sekarang bisa mencapai seratus enam puluh juta rupiah per ekor, 
sedangkan harga yang masih muda atau normalnya sekitar lima juta 
rupiah per ekor jelasnya. 
 
Saat menjelaskan tentang penelitiannya, Dr. Drh. Herdis, MSi, 
mengatakan Kita harus bangga karena mempunyai plasma nutfah yang 
sangat potensial untuk dikembangkan yaitu domba garut. Domba ini 
mempunyai kelebihan,antara lain berat badannya yang bisa mencapai 70 
kilogram bahkan ada yang mencapai 120 kilogram dibanding kan domba 
biasa yang beratnya sekitar 40  50 kilogram. Kegiatan pengembangan 
teknologi laserpuncture yang dilakukan oleh BPPT bekerjasama dengan 
Universitas Airlangga Surabaya dan Institut Pertanian Bogor telah 
diterapkan untuk menggertak birahi domba laga. 
 
Teknologi ini merupakan teknik stimulasi pada akupunktur dengan 
menggunakan laser sebagai alat yang mempunyai efek sebagai 
stimulator. “Pada penyerentakan birahi, titik akupunktur yang 
ditembak adalah titik reproduksi yang tediri atas satu titik Ming-
Meng/estrus (birahi), empat titik Shen Yu/ovarium, enam titik 
oviduk, dua titik servik uteri, satu titik hormonal dan tiga titik 
di daerah vulva jelas Dr. Drh. Herdis, MSi. 
Menurutnya, aplikasi laserpuncture untuk menyerentakan birahi selama 
tiga kali selama tiga hari berturut-turut selang 24 jam pada 17 
titik reproduksi masing-masing selama 20 detik, menunjukkan bahwa 95 
% betina timbul birahi dengan rata-rata timbul entrus 16 jam setelah 
akhir perlakuan. Domba Garut atau yang biasa disebut dengan domba 
laga, beberapa tahun lalu mengalami penurunan dalam 
pengembangbiakan. 
 
Untuk itu, BPPT bekerjasama dengan Himpunan Peternak Domba dan 
Kambing Indonesia (HPDKI) cabang Bogor telah mengembangkan 
penelitiannya. Masalah utama pengembangan domba garut adalah masalah 
langkanya pejantan unggul yang sangat mahal dan terbatas, selain itu 
juga masalah efisiensi pada reproduksi betinanya belum dimanfaatkan 
secara optimal. 
 
Kegiatan ini merupakan Program Penguatan Kompetensi BPPT (bidang 
Perikanan dan Peternakan) pada Kedeputian Teknologi Agroindustri dan 
Bioteknologi BPPT yaitu Pengkajian Dan Pengembangan Inseminasi 
Buatan Untuk Perbaikan Mutu Genetika Dan Produktivitas Domba Garut 
yang bertujuan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas domba 
garut melalui penerapan teknologi inseminasi buatan dan 
laserpuncture sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan 
petani peternak serta membantu penyediaan protein hewani asal 
ternak. Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan teknologi laserpuncture 
yang hanya memerlukan biaya lima ribu rupiah per ekor domba, maka 
dari segi ekonomi sangat efisien jauh lebih rendah dibanding biaya 
sinkronisasi estrus dengan hormon CIDR sebesar Rp. 40.000,- per ekor 
domba. 
 
Apalagi penggunaan preparat hormon yaitu Controlled Intravaginal 
Device Releasing-hormon (CIDR) tersebut mempunyai resiko dapat 
mengubah fisiologi reproduksi. Keunggulan lain dari teknologi 
penyerentakan birahi adalah diperolehnya sejumlah betina yang birahi 
hampir bersamaan, bunting bersamaan dan lahir bersamaan. Sehingga 
melalui teknologi ini kita dapat menyediakan sejumlah domba dengan 
usia yang hampir sama sesuai dengan kebutuhan pasar, jelasnya. 
(RC/humas)


Kiriman: Agus Ramada S.
Direktur Utama Eka Agro Rama


Kirim email ke