JAKARTA: Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) meminta pemerintah
menyediakan sekitar 900

petugas penyuluh petani kakao agar bisa meningkatkan produksi sampai
tiga kali lipat

dalam waktu lima tahun ke depan.

"Diperlukan satu petugas dalam 1.000 hektare, jadi dengan luasan lahan
sekitar 900.000

hektare diperlukan 900 petugas untuk meningkatkan produksi," kata Ketua
Askindo Halim A.

Razak saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Produksi kakao Indonesia pada 2006 sebanyak 500.000 ton, sedangkan pada
tahun ini

ditargetkan akan meningkat sekitar 600.000 biji kakao yang dihasilkan
petani.

Permasalahan yang dihadapi petani kakao saat ini, ungkapnya, maraknya
penyakit biji

kakao (PBK) yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan bobot kakao
mencapai 20%.

"Petani terkadang tidak bisa menentukan cara pemupukan, kemudian
penentuan kualitas

pohon yang masih produktif dan mengetahui hama yang menyerang serta
bagaimana

mengatasinya," tuturnya.

Uluran tangan dari pemerintah, lanjutnya, sangat diperlukan untuk
revitalisasi

pertanian. "Revitalisasi dengan perluasan lahan dan penanaman bibit
berkualitas memang

perlu, tapi sebenarnya yang lebih utama dengan pengadaan penyuluh,"
ujarnya.

Peningkatan produksi tersebut benar-benar terbukti dengan percontohan
lahan Coco Philips

model milik Askindo di Sulawesi Selatan, seluas 2.500 hektare. Dengan
adanya tiga

penyuluh, pihaknya mampu menaikan produksi menjadi 1,8 ton/hektar dari
sebelumnya 400

ribu kg/hektar.

Mengenai insentif yang diberikan, menurut dia, sebenarnya tidak terlalu
mahal.

Pemerintah cukup menyediakan anggaran sekitar Rp2 juta untuk
masing-masing penyuluh

dalam setiap bulannya.

"Seperti halnya yang program Askindo yang saat ini menyediakan
menyediakan 30 penyuluh

di Sulawesi Selatan," tandasnya.

Senada dengan pernyataan Halim, Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia
(APKAI) M. Hasyim

menyetujui adanya penyuluh bisa meningkatkan produksi dengan mengkontrol
pola perawatan

dan penanaman petani kakao.

Selama ini, paparnya, petani kakao dalam negeri kehilangan 10% berat
dalam setiap

kilogramnya jika biji kakao itu telah diolah. Pasalnya, terjadi PBK yang
ada dalam

buahnya.

"Jika telah musim PBK, antisipasinya hanya membungkus buah dengan
plastik atau kertas.

Padahal ada obat yang bisa menghilangkan, tapi petani tidak
mengetahuinya," jelasnya.

Dia sebenarnya telah menyampaikan kepada pemerintah mengenai kebutuhan
penyuluh

tersebut, tapi perhitungannya setelah masa kontrak itu apa yang akan
dilakukan dengan

tenaga penyuluh itu.

"Sebenarnya bisa terus difungsikan, lahan kan akan tersu meningkat dan
kebutuhan

penyuluh akan terus digunakan," tegasnya. (ln)

oleh : Hendri Tri Widiasworo

SUMBER: .bisnis.com
Kamis, 08/02/2007 10:21 WIB


Kirim email ke