Kunci-kunci menjemput rezeki halal dan berkah

Seperti seekor burung, untuk mendapatkan rezekinya ia harus membuka
kuncinya dan menyemputnya. 
Berpagi ia terbang meninggalkan sarangnya, hingga sore menjelang,
perutnyapun kenyang terisi makanan untuk melanjutkan hidup bersama anak-anaknya
esok hari.
Begitu pula kita sebagai manusia, tentu lebih hebat dari seekor burung
yang hanya berbekal paruh, kaki dan sayapnya untuk menjemputnya. 
Dengan segenap potensi yang ada pada manusia, kita mulai mencari
kunci-kunci untukmembuka pintu  rezeki
kita yang halal dan barakah itu.
Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah berdoa.
Berdoa kepada Allah subhanahu wata'ala agar kita selalu berada dalam
bimbingan dan hidayah-Nya, memohohan menurunkan rezkinya dari langit atau 
mengeluarkannya
dari dalam bumi. Doa adalah senjata dan doa adalah salah satu cara untuk
memohon agar taqdir kita selalu dalam kebaikan, kesuksesan dan ridla Allah
ta'ala.
Rasulullah mengajarkan kepada kita doa, "Ya Allah, sesungguhnya aku
berlindung kepadaMu dari lemah dan malas, aku berlindung kepadaMu dari sifat
penakut dan kebakhilan, aku berlindung kepadaMu dari lilitan hutang dan
penindasan orang." (HR. Abu Daud)
Doa yang Dahsyat, Luar biasa…
Doa yang mengajarkan kepada kita bahwa kita harus kuat, bukan lemah,
tegar bukan mudah terombang ambing, menjadi yang memberi bukan yang meminta,
menjadi tangan di atas bukan tangan yang di bawah. Menjadi pioner bukan menjadi
follower.  Menjadi manusia yang selalu
optimis memandang kehidupan bukan apatis, bahwa semua hal hakikatnya adalah
peluang bagi kita untuk menjadi yang terbaik di bidang yang kita kuasai. 
Kekurangan
kita sesungguhnya menjadi motivasi untuk mencari celah-celah potensi diri. Doa 
yang
mengajarkan percaya diri bukan minder, doa yang mengajarkan untuk menjadi
pemberi manfaat untuk manusia lain bukan menjadi benalu mereka.
"Khairunnaansi anfa'uhum linnaasi" Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia lain. 
Doa ini juga mengajarkan kita untuk selalu sigap, cekatan dan
professional, bukan bermalas diri, karena kemalasan termasuk bahaya laten atas
manusia, untuk bertumbuh, berkembang dan berdaya. Rasulullah sangat tahu bahwa
manusia menyukai gaya hidup santai, berleha-leha dan mudah menyerah. Padahal 
untuk
menyemput nikmat Allah, manusia harus menyingkirkan beragam kemalasan yang
menghinggapinya. Kemalasan biasanya diikuti dengan penyakit lain, yaitu
menunda. Manakala kedua hal itu sudah menghinggapinya ia akan membunuh setiap
niat baik yang akan kita wujudkan untuk menjadi sebuah amal.
Doa ini juga mengajarkan kepada kita berlidung dari sifat penakut. Sifat
penakut timbul dari perasaan kecil, hina, inferior dan memandang orang lain 
"lebih",  entah itu berbentuk atasan, pimpinan,
bos, rekan kerja atau lainnya. Perasan takut ini bisa menghalangi kita untuk
mengatakan kebenaran itu benar dan kesalahan itu salah. Padahal perasakan takut
yang hakiki adalah perasaan takut kepada Allah semata. Takut murka Allah karena
dosa dan kesalahan kita. Takut rahmat dan nikmatNya tercabut dari diri kita.
Takut kita hidup "sendiri" tanpa bimbingan dan hidayahNya.
Doa ini juga mengajarkan kita untuk berlindung dari kebakhilan. Penyakit
kronis yang akhirnya menenggalamkan Qarun dalam perut bumi, karena ia telah
kufur terhadap nikmat yang telah di terimanya dari Rabbul Alamin, Penguasa
seluruh alam. 
Sungguh, harta kita sesungguhnya adalah harta yang kita infakkan kepada
manusia lain, entah itu berbentuk shadaqah, zakat, hibah atau hadiah. 
Kita bisa belajar dari kedermawanan Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam yang menginfaqkan seluruh harta beliau bahkan nyawa untuk Allah ta'ala.
Beliau rela hidup sederhana bersama istri-istri beliau untuk Islam. Bahkan 
pernah
tiga purnama beliau tidak mendapati makanan di rumahnya selain, air putih dan
kurma.  
Subhanallahu, beliau bukannya miskin papa, atau hina dina tanpa harta,
karena seperlima rampasan perang adalah hak beliau, namun mengapa demikian? Tak
lain karena harta bagi beliau adalah wasilah untuk mengajak manusia ke jalan
Allah ta'ala. Harta beliau bukan di hati, tapi hanyalah di tangan, sehingga
dengan mudah beliau menginfakkannya fi sabilillah.
Pernah suatu ketika para shahabat gundah ketika beliau membagi-bagi
harta beliau kepada para muallaf, untuk menarik hati mereka kepada Islam. Serta
merta beliau menasehati para shahabat yang mulia, bahwa bagi mereka Allah dan
Rasul-Nya, sementara bagi para mualaf harta dunia yang tak seberapa. Lelehan
air matapun berlinang di mata mata para shahabat yang mulia.
Kita juga belajar dari Abu Bakr radliallahu anhu, beliau meninfakkan
seluruh hartanya untuk Islam, lalu apakah beliau menjadi miskin? Tidak, sekali
lagi tidak. Beliau bertambah kaya, lantaran memberi. Harta tidak pernah
berkurang bahkan bertambah-tambah jumlah dan keberkahannya.
Kita juga bisa belajar dari Shahabat Umar bin Al-Khaththab, Usman bin
Affan, Alin bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, dan shahabat-shahabat yang
lain radliallahu anhum ajmain.
Pendeknya mintalah untuk menjadi penderma, bukan menjadi peminta atau
seorang yang bakhil.
Doa ini juga mengajarkan kepada kita untuk berlindung kepada lilitan
hutang.
Hutang tidak tercela, apalagi terhadap urusan yang sangat-sangat penting
dan mendesak, sementara keuangan kita tidak bisa mengcovernya. Namun hutang
haruslah selalu terukur, selalu melihat, apakah kita akan mampu membayarnya? 
Ataukah
kita akan susah untuk membayarnya.
Rasulullah mengajarkan untuk berbuat baik dalam membayar hutang dan
menagihnya. Bagi kita yang berhutang, dan telah diberi kemampuan membayarnya,
jangan tunda hingga esok hari untuk membayarnya, tapi bagi yang belum mampu
hingga jatuh tempo mintalah maaf dan mintalah tenggang waktu untuk melunasinya.
Bagi yang telah sanggup dan menundanya sungguh ia telah berbuat
kedzaliman.
Bagi orang yang menghutangi berilah tempo hingga ia mampu, dan ingatlah
sesungguhnya ketika seseorang memberi tangguh orang yang hutang, ia telah
berbuat kebaikan. Kita berlindung dari lilitan hutang.
Doa ini juga mengajarkan agar kita terlindung dari tekanan dan
penindasan manusia. Siapapun kita jika ada pihak lain yang menindas, mengancam,
meneror atau apapun kedzaliman lainnya, hati kita akan merasa gundah, tertekan,
stress dsb. Maka jalan pertama yang harus kita lakukan adalah, berdoa, dan
mulai menenunaikan hak-hak orang lain dengan menunaikan kewajiban kita dan
selalu menghitung-hitung diri adakah kedzaliman atas orang lain yang kita
perbuat? Sehingga semua hal itu menutup celah manusia berbuat dzalim kepada
kita. 
Itulah hal pertama yang harus kita lakukan untuk menjemput rezeki yang
halal dan berkah.
Wallahu a'lam bish shawaab, Aminuddin, Jakarta, 2 September 2009.
Sponsor: 
www.madinastore.com


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke