Wakaf Tunai dan Pengentasan Kemiskinan                   Sumber : 
www.bawazisfoundation.wordpress.com
Kemiskinan, hingga hari ini, tetap menjadi problematika mendasar yang harus 
dihadapi bangsa Indonesia. Berdasarkan data Tim Indonesia Bangkit, angka 
kemiskinan mengalami peningkatan dari 16 persen pada Februari 2005 menjadi 18,7 
persen per Juli 2005 hingga 22 persen per Maret 2006. Fakta ini menunjukkan 
bahwa tampaknya bangsa belum sepenuhnya 'merdeka' dari kemiskinan. Pemerintah 
sendiri, sebagaimana diungkapkan Menko Perekonomian Boediono, menganggarkan Rp 
46 triliun pada 2007 untuk menciptakan lapangan kerja. Tentu saja kita berharap 
bahwa rencana tersebut dapat direalisasikan di lapangan, sehingga dampaknya 
dapat benar-benar dirasakan masyarakat. 

Solusi Syariah
Pemerintah saat ini masih terlihat gamang dengan upaya mengentaskan kemiskinan. 
Berbagai langkah yang ditempuh bersifat tambal sulam. Di satu sisi, pemerintah 
belum bisa melepaskan diri dari utang luar negeri berbasis bunga, sehingga 
utang menjadi salah satu sumber utama pembiayaan APBN. Namun di sisi lain, 
utang luar negeri yang belum terserap jumlahnya juga tidak sedikit.. 
Berdasarkan data Bappenas, hingga Juli 2006, utang luar negeri yang belum 
terserap mencapai 8-9 miliar dolar AS. 
Apapun alasannya, ini merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Kondisi 
itu terjadi sebagai akibat paradigma utang konvensional yang tidak berpihak 
pada sektor riil. Untuk itu, paradigma tersebut harus diubah secara total jika 
kita ingin melepaskan diri dari jebakan perangkap utang dan tekanan kreditor. 
Mengembangkan ekonomi syariah menjadi pilihan yang terbaik.
Sesungguhnya, telah banyak solusi yang ditawarkan para praktisi dan akademisi 
ekonomi syariah. Solusi tersebut antara lain melalui penerbitan sukuk. Meskipun 
sukuk sendiri pada hakikatnya mirip dengan utang, namun ia memiliki bentuk yang 
berbeda dengan utang konvensional. Sukuk haruslah berbasis aset dan proyek di 
sektor riil, sedangkan utang konvensional tidak mewajibkannya. Bahkan 
sebaliknya, undang-undang melarang pemerintah menerbitkan SUN yang berbasis 
aset. Sehingga, sukuk dapat memberikan lebih banyak manfaat dalam menciptakan 
lapangan kerja karena dana yang terserap akan benar-benar digunakan pada sektor 
riil dan tidak bisa digunakan untuk spekulasi di pasar uang.
Solusi lain harus mulai kita kampanyekan secara lebih intensif adalah menggali 
sumber dana pembangunan melalui wakaf tunai. Inilah sebenarnya 'raksasa' yang 
jika bangkit, perekonomian nasional bakal segera menggeliat dan memerdekakan 
dirinya dari belenggu kapitalisme global.

Wakaf Tunai
Sesungguhnya jika ditelaah, wakaf tunai pada hakikatnya bukan merupakan 
instrumen baru. Praktik wakaf tunai telah dikenal lama dalam sejarah Islam. 
Sebagaimana dikutip KH Didin Hafidhuddin, Imam Az Zuhri (wafat tahun 124 H) 
memberikan fatwa yang membolehkan wakaf diberikan dalam bentuk uang, yang saat 
itu berupa dinar dan dirham, untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan 
pembangunan umat. Kemudian, istilah wakaf tunai tersebut kembali dipopulerkan 
oleh MA Mannan, seorang pakar ekonomi syariah asal Bangladesh, melalui 
pendirian Social Investment Bank (SIB), bank yang berfungsi mengelola dana 
wakaf. 
Sebenarnya, wakaf tunai itu pada dasarnya bertujuan menghimpun dana abadi yang 
bersumber dari umat, yang kemudian dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya 
kepentingan dakwah dan masyarakat. Selama ini, masyarakat hanya mengenal wakaf 
dalam bentuk tanah dan bangunan. Sedangkan wakaf dalam bentuk uang belum 
tersosialisasi dengan baik. 
Padahal, wakaf tunai ini memberi kesempatan kepada setiap orang untuk 
bersadaqah jariyah dan mendapat pahala yang tidak terputus tanpa harus menunggu 
menjadi tuan tanah atau saudagar kaya. Orang bisa berwakaf hanya dengan membeli 
selembar sertifikat wakaf tunai yang diterbitkan oleh institusi pengelola wakaf 
(nadzir). Hal tersebut berbeda dengan zakat, di mana untuk menjadi muzakki, 
seseorang harus memenuhi sejumlah persyaratan yang diantaranya adalah hartanya 
harus melebihi nishab.



         
        
        




        




        
        


        
        
        




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke