HTI-Press. Pada pertemuan Puncak Pasar Moneter dan Ekonomi Dunia
Pemimpin Kelompok 20 (G20) yang diadakan di Washington tanggal 15
November 2008 telah menetapkan Lima rencana aksi menghadapi masalah
moneter dan ekonomi dunia dewasa ini (Bisnis Indonesia, Senin 17 Nov
2008).

G-20 adalah organisasi beranggotakan Argentina, Australia, Brasil,
Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang,
Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki,
Inggris, AS dan Uni Eropa. Indonesia merupakan satu-satunya negara
anggota Asean yang menjadi anggota G-20.

Rencana aksi tsb adalah sbb :

1. Penguatan transparansi & akuntabilitas:

   1. memperkuat standar akuntansi yang berlaku umum
   2. regulator dan standar akuntansi harus mensyaratkan keterbukaan
informasi bagi instrumen keuangan yang kompleks
   3. sektor swasta dapat menyampaikan proposal mengenai praktik
tebaik pengelolaan dana.

2. Penguatan regulasi

   1. Rejim pengaturan: IMF dan Financial Stability Forum (FSF) serta
lembaga pengawas lainya mengembangkan rekomendasi untuk mencegah
berulangnya siklus krisis, termasuk review terhadap proses valuasi,
perubahan laba, modal bank dan bonus eksekutif
   2. pengawasan yang pruden: regulator mengambil langkah untuk
memastikan lembaga pemeringkat tidak terlibat konflik kepentingan dan
memenuhi standar serta mekanisme yang ditetapkan organisasi
internasional dan otoritas bursa. Penguatan modal perbankan
berdasarkan struktur kredit dan aktivitas perdagangan di bursa.
Pembentukan lembaga pengelolaan credit default swap (CDS) di beberapa
negara.
   3. Manajemen Risiko: memperkuat praktik manajemen risiko,
pengawasan dan pengelolaan konsentrasi terhadap berbagai produk
keuangan diseluruh dunia.

3. Mendorong integritas dalam pasar keuangan :

   1. otoritas nasional dan regional memperkuat kerjasama kebijakan,
penyediaan informasi domestik dan lintas negara, khususnya yang dapat
mengancam stabilitas pasar.
   2. review terhadap aturan-aturan berusaha guna mencegah terjadinya
manipulasi pasar dan kejahatan keuangan lintas batas.

4. Memperkuat kerjasama internasional :

   1. pembentukan tim pengawas bagi institusi keuangan besar dan
perbankan yang beroperasi lintas negara
   2. regulator memperkuat manajemen krisis lintas negara

5. Reformasi institusi keuangan internasional :

   1. Financial Stability Forum (FSK), yang berfokus pada penetapan
standar-standar, harus memperbesar perasn negara berkembang. Sementara
IMF meningkatkan fokus pengawasan
   2. memperkuat kerjasama IMF dan FSF
   3. peningkatan permodalan, Bank Dunia, dan lembaga lainya.
   4. memperbaiki akses kredit dan aliran modal di negara berkembang
dan emerging.

Menurut rencana rencana aksi tsb akan dijabarkan lebih detail pada
tanggal 31 Maret 2009 yang akan datang.

Sementara itu, Bush minta negara-negara maju melanjutkan kapitalisme.
Bush menyatakan mendukung praktik pasar bebas, sebaliknya Perdana
Menteri Australia dan sebagian negara Eropa khususnya presiden Prancis
Nicolas Sarkozy menyarankan perlunya pengawasan pemerintah yang lebih
ketat terhadap pasar keuangan.

Sebagaimana yang telah kita saksikan bersama, krisis finansial yang
sedang berlangsung saat ini telah menjadi bukti buat kita akan
kerapuhan dari sistem ekonomi kapitalisme yang disebabkan oleh
rapuhnya pilar-pilar yang menjadi penopang sistem ekonomi kapitalisme
itu sendiri. Adapun upaya Negara-negara yang tergabung dalam G-20
untuk menyelamatkan krisi finansial global dengan menetapkan lima
langkah aksi tersebut di atas nampaknya tidak akan mampu menyelamatkan
krisis yang sudah sekarat itu. Kalaupun ada perbaikan di bursa saham
(rebound), hanya bersifat sementara untuk kemudian menciptakan
gelombang krisis yang lebih besar lagi.

Mengapa demikian? Secara singkat kita bisa analisa satu per satu dari
lima rencana aksi perbaikan tersebut:

1. Penguatan transparansi & akuntabilitas :

Perbaikan standar akuntansi yang dimaksud dalam point ini tidak
merubah prinsip dasar akuntansi yang sudah salah kaprah selama ini,
dimana PIUTANG dicatat sebagai asset/kekayaan. Ini adalah suatu
kekeliruan yang paling mendasar. Sebagai contoh: piutang dalam bentuk
surat beharga/fixed incame (obligasi, promisory notes, commercial
paper, Mortgage, CDO, CDS, dsb.) dicatat sebagai asset perusahaan
(trading book). Kemudian asset tsb dijadikan sebagai tolok ukur
kesahatan suatu perusahaan untuk mendapatkan tambahan modal hutang
baru dari para investor dengan cara piutang tersebut diblender
kemudian diterbitkan berbagai surat hutang baru yang dijual melalui
bursa saham. Pada kenyataannya piutang-piutang tersebut belum
sepenuhnya kembali. Jadi dalam sistem akuntansi kapitalisme, piutang
bisa dijadikan dasar untuk menerbitkan hutang baru bagi perusahaan.

Disinilah letak kekeliruannya sekaligus bahayanya sistem akuntansi
kapitalisme. Jika piutang yang dicatat sebagai asset/kekayaan tersebut
mengalami kemacetan maka perusahaan itu akan mengalami krisis
likuiditas dan pada akhirnya tidak mampu membayar hutangnya yang
menggelembung. Bayangkan bila seluruh perusahaan menggunakan sistem
akuntansi seperti ini, maka dampaknya sudah bisa ditebak, krisis global!

2. Penguatan regulasi :

Dalam sistem ekonomi pasar bebas sangat minim dengan
peraturan/regulasi dalam transaksi jual beli surat berharga, karena
hal tersebut hanya akan membelenggu kebebasan para pialang/spekulator
dalam melakukan aksinya. Di samping itu peran IMF sebagai lembaga
rente dunia tidak akan pernah berubah. Pengawasan lembaga pemeringkat
seperti S&P, moody, dll akan sulit dilakukan karena hal itu sangat
bertentangan dengan prinsip independensi lembaga tersebut.

Penguatan modal perbankan berdasarkan struktur kredit dan aktivitas
perdagangan di bursa serta pembentukan lembaga pengelolaan credit
default swap (CDS) di beberapa negara memang akan menggairahkan
kembali perdagangan di bursa dan itu artinya akan semakin
menggelembungkan sistem ekonomi pasar virtual/maya yang akan menjadi
bom waktu di mana pada satu titik tertentu akan meletus kembali.

Praktik manajemen risiko, pengawasan dan pengelolaan konsentrasi
terhadap berbagai produk keuangan di seluruh dunia: hanya sebatas pada
bagaimana para pengelola keuangan melakukan tindakan memperkecil
peluang risiko terhadap asset-asset berupa piutang surat-surat
berharga dalam catatan pembukuan mereka (trading book maupun banking
book) yang disebut hedging (proses lindung nilai). Praktik manajemen
risiko seperti ini justru sangat berisiko karena akan memperparah
struktur keuangan perusahaan dimana proses hedge (lindung nilai) akan
menjauhkan piutang dalam bentuk surat-surat berharga dari underlying
asstenya.

3. Mendorong integritas dalam pasar keuangan:

Terbentuknya integritas pasar keuangan dalam sistem pasar bebas
kapitalisme di mana perdagangan bursa saham tidak mengenal lintas
batas, justru menjadi sangat rentan terhadap krisis kuangan. Jika
salah satu bursa saham suatu negara ada yang terjungkal, maka bursa
saham di belahan dunia lainnya akan ikut terjungkal karena efek domino
dari pasar yang terintegrasi tersebut.

4. Memperkuat kerjasama internasional:

Sama saja dengan point 3 di atas, kerjasama internasional dalam hal
pembentukan tim pengawas bagi institusi keuangan besar dan perbankan
yang beroperasi lintas negara, serta memperkuat manajemen krisis
lintas negara sebenarnya sudah ada sejak lama, namun kerja sama
tersebut tidak pernah memberikan jaminan apa-apa terhadap industri
perbankan dan bursa saham, kecuali hanya sebagai saluran tempat untuk
memperoleh pinjaman dana talangan melalui lembaga keuangan dunia.
Negara tersebut kemudian harus mengembalikannya dalam waktu tertentu
plus bunganya (pepatah barat: there is no such a free lunch/tidak ada
makan siang yang gratis).

5. Reformasi institusi keuangan internasional:

Pada dasarnya keberadaan IMF dan Bank Dunia hanya sebagai wadah bagi
negara-negara kaya di dunia untuk menancapkan pengaruhnya dengan
memberikan pinjaman ke negara-negara debitur dengan imbalan pengaruh
politik dan penguasaan sumber kekayaan negara debitur. Diberikannya
peran negara berkembang hanya akan membuka peluang negara-negara kaya
untuk mengakses sumber-sumber kekayaan negara berkembang.

Pada dasarnya, upaya negara-negara yang tergabung dalam G-20 untuk
memperbaiki krisis keuangan global adalah upaya yang sia-sia saja.
Dari lima rencana aksi perbaikan yang ditetapkan tidak ada satupun
yang menyentuh kepada akar masalahnya di mana penyebab utama krisis
keuangan global yaitu diterapkannya sistem pasar virtual/non-riil
(pasar bursa, pasar berjangka pasar uang); sistem perbankan ribawi
serta sistem mata uang kertas tak bernilai. Selama akar masalah ini
tidak diperbaiki, jangan pernah berharap akan adanya perbaikan ekonomi.

Penyelesaian krisis finansial global dalam pandangan Islam akan
membidik kepada akar masalahnya. Cara ini memang terkesan ekstrim,
tapi memang hanya itu pilihannya. Secara sederhana, dengan
menghapuskan sistem pasar virtual/non-riil (pasar bursa, pasar
berjangka pasar uang); sistem perbankan ribawi serta sistem mata uang
kertas tak bernilai, maka perbaikan ekonomi akan nampak dengan jelas.
Namun memang kita sadari bahwa penghapusan tersebut akan memerlukan
waktu. Persoalannya sekarang adalah kita harus memulai melangkah untuk
memperbaiki yang mendasar dengan mengambil cara padandang Islam karena
Islam memiliki sistem ekonomi yang khas dan aplikatif dan hanya
satu-satunya cara yang dapat dipilih. Jika tidak, keterpurukan akan
terus menghantui masyarakat dunia. Sementara itu, penyelesaian dengan
sistem ekonomi kapitalisme, apapun pendekatannya sudah waktunya di
buang jauh-jauh karena hanya akan menyengsarakan umat manusia.
Wallahu'alam. (Tun Kelana Jaya)


Kirim email ke