---------- Forwarded message ---------- From: Ramdan <[EMAIL PROTECTED]> Date: Tue, 27 Mar 2007 17:19:14 +0700 Subject: [huttaqi-g] Jemputlah Dia yang Menggumamkan Namamu! To: keluarga-islam@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED], Huttaqi <[EMAIL PROTECTED]> Cc: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
Rosululloh saw bersabda, "Cintailah Alloh atas limpahan nikmat-Nya kepadamu. Cintailah aku karena kecintaan kepada Alloh. Dan cintailah keluargaku karena kecintaanku." (H.R. al-Turmudzi, al-Hakim, al-Suyuthi) Pada pertengahan tahun enampuluhan, saya membentuk keluarga sederhana di tengah-tengah tetangga yang sederhana dan di perumahan sangat sederhana. Pendapat saya tentang agama juga sederhana. Pegangan saya al Qur'an dan hadis, titik. Saya tidak suka pada peringatan maulid, karena tidak diperintahkan dalam al Qur'an dan hadis. Saya tidak suka shalawat yang bermacam-macam selain shalawat yang memang tercantum dalam hadis-hadis shahih. Saya senang berdebat mempertahankan paham saya, Saya selalu menang, sampai saya bertemu dengan Mas Darwan. Mas Darwan adalah orang yang jauh lebih sederhana dari saya. Mungkin pendidikannya tidak melebihi sekolah dasar. Ia pensiunan PJKA. Usianya boleh jadi sekitar enam puluhan. Tetapi penderitaan hidup membuatnya tampak lebih tua. Pendengarannya sudah rusak. Karena itu, ia sedikit bicara, banyak bekerja. Ia sering memperbaiki rumahku tanpa saya minta. Ia sangat menghormati saya, yang dianggapnya seorang kiyai muda di kampung itu. Padahal ia tahu bahwa saya selalu datang terlambat ke masjid untuk sholat Subuh. Untuk mengisi waktunya, ia mencangkul petak-petak kosong yang terletak di antara rel kereta api di dekat setasion Kiaracondong. Ia menanaminya dengan ubi. Pada suatu hari ketika sedang asyik mencangkul kereta api cepat dari Yogya menyenggol belakangnya. Ia jatuh terkapar berlumuran darah. Ketika saya mengunjunginya di kamar gawat darurat, saya mendaptkan tubuh Mas Darwan sudah dipenuhi selang-selang transfusi. Saya melihat matanya mengedip kepadaku dan pada istrinya. Istrinya mendekatkan telinganya ke mulut Mas Darwan. Saya tidak mendengar apa-apa. Sesaat kemudian, ia menghembuskan nafas terakhir. Saya pulang dengan sedih dan rasa ingin tahu. Apa gerangan yang dibisikan oleh Mas Darwan pada detik-detik terakhir kehidupannya? Pada hari berikutnya, istrinya mengantarkan nasi tumpeng ke rumahku. Saya hampir menolaknya, karena saya tidak suka slametan kematian yang biasa disebut sebagai tahlilan. Istrinya bertutur, "Pak Kiyai ingat ketika Masku berbisik padaku? Ia berpesan: Bulan ini bulan maulid. Jangan lupa slametan buat Kanjeng Nabi saw." Pada saat-saat terakhir, Mas Darwan tidak inget petak-petak ubinya. Ia lupa istri dan anak-anaknya. Ia lupa dunia dan segala isinya. Yang diingatnya pada waktu itu hanyalah Rosululloh saw. Kepongahan saya sebagai orang yang mengerti agama runtuh. Mas Darwan tidak banyak membaca hadis atau tarikh Nabi saw. Ia memang buta huruf. Ia hanya mendengar tentang Nabi dari guru-gurunya. Ia tidak mengerti apa bedanya sunnah dan bid'ah. Ia hanya tahu bahwa Kanjeng Nabi adalah sosok manusia suci yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Tak terasa airmata menghangatkan pipiku. Saya hanya bisa menyimpulkan apa yang terjadi pada Mas Darwan dengan dua patah kata: Cinta Nabi. Mas Darwan memiliki kecintaan kepada Rsoululloh saw jauh lebih tulus dariku. Kemampuanku berdebat habis dibakar oleh api cintanya. Pesan terakhir Mas Darwan adalah definisi cinta yang paling tepat. "Tidak mungkin cinta didefinisikan secara lebih kelas kecuali dengan cinta lagi. Definisi cinta adalah wujud cinta itu sendiri. Cinta tidak dapat digambarkan lebih jelas daripada apa yang digambarkan oleh cinta lagi," kata Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Madarij al Salikin. Sekiranya Rosululloh saw berkunjung ke kuburan Mas Darwan pastilah ia akan berdo'a, "Tuhan, sambutlah Mas Darwan. Ia tersenyum kepadamu dan Engkau tersenyum kepadanya!" Seperti Thalhah, pada bibir Mas Darwan menempel erat naman yang mulia itu sampai akhir hayatnya. Ya Rosul Alloh, jemputlah siapa pun yang menghadap Kekasihmu dengan menggumamkan namamu. Bukankah di sana di Arasy yang agung, namamu berdampingan dengan nama Alloh yang Mahakasih Mahasayang? Bukankah Tuhan menyebutmu dengan nama-Nya, al-rauf al-rahim, yang sangat santun dan sayang! dari buku Rindu Rasul, Jalaludin Rahmat, 2001 allohumma sholli 'ala muhammad wa ali muhammad --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ You received this message because you are subscribed to the Google Groups "huttaqi" group. To post to this group, send email to [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe from this group, send email to [EMAIL PROTECTED] For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/huttaqi -~----------~----~----~----~------~----~------~--~--- -- aduH L-13 -------------------------------------------------- Gak ono tapi ono, ono tapi gak ono