----- Original Message ----- From: Dedi Afriadi To: su...@yahoogroups.com ; berita_koru...@yahoogroups.com ; hidayatullah...@yahoogroups.com Sent: Monday, November 23, 2009 9:50 AM Subject: [berita_korupsi] GAGALNYA KEPEMIMPINAN JAWA DI INDONESIA
GAGALNYA KEPEMIMPINAN JAWA DI INDONESIA Baru-baru ini kita agak dikejutkan dengan pemberitaan media terhadap tindakan segelintir masyarakat Nusantara yang tidak bertanggung jawab. Tindakan segelintir itu walaupun hanya beberapa orang saja, tetapi diberitakan seolah-olah mewakili keseluruhan rakyat Indonesia. Penulis melihat gerakan memecah belah hubungan persaudaraan, kekeluargaan, suku kaum, agama dan jaringan intelektual khasnya Indonesia dan Malaysia memiliki agenda tersendiri. Kebanyakan tindakan itu dilakukan oleh suku kaum tertentu di Indonesia. Hasil dari pengamatan penulis dari beberapa orang mendapati bahawa gerakan mereka ini dibayar. Gerakan ini sepertinya ingin menutupi kegagalan pemerintah yang dimonopoli oleh suku kaum tertentu dan mereka tidak ingin melihat melayu menjadi kuat di Nusantara mengalahkan satu suku kaum yang mempercayai mitos lama mereka tentang panglima Gajah Mada. Walaupun mitos itu tidak dapat dibuktikan (seperti fakta sejarah Raja Haji Pahlawan Nusantara teragung) secara ilmiyah dengan tidak didapatinya pengaruh, baik bahasa, agama, adat budaya orang Jawa di Nusantara, namun mitos itu menjadi kepercayaan bagaikan agama oleh sebahagian mereka yang fanatik. Pengaruh Jawa hanya dapat dilihat pada masyarakat transmigran (Seperti Felda di Malaysia) di beberapa daerah Indonesia atas kebijakan Presiden Soeharto ketika itu. Selama kepemimpinan mereka, Indonesia tidak pernah keluar dari masalah kemiskinan, pengangguran, kecelaruan, Korupsi, kolusi dan nepotisme lainnya. Konsep kepimpinan anak tuhan (dewa) yang anti kritik, munafik, merasa benar sendiri dan merasa sebagai sumber kebenaran. Boleh menzalimi rakyat jelata, simbol burung elang yang boleh saja mematuk binatang kecil seperti ular, tikus, burung yang ada didekatnya. Konsep kepemimpinan, dimana kelompok elit dan pemimpin beserta kroninya berada di puncak langit ke tujuh dengan berbagai kesenangan dan kemewahan yang ada. Sementara rakyat jelata berada dibawah mengacau tanah dengan segala macam kesusahan dan penderitaan yang ada. Seperti kata Iwan Fals, “peduli apa dengan mereka, yang penting aku senang lenang”.Duduk diatas singgasana istana dengan hanya pandai menitah tanpa berbuat apa-apa. Tetapi tanpa disadari segala titah itu hanyalah untuk kepentingan mereka dan kroni, bukan untuk kemaslahatan rakyat. Mengamalkan teori politik Machiavelli dengan berusaha bagaimana supaya rakyat bawah tetap miskin dan susah agar mereka selamanya memerlukan pemerintahan mereka. Inilah peninggalan budaya kerajaan kuno dengan berlakunya penghambaan terhadap rakyat kecil untuk keperluan raja. Identity kepimpinan seperti itu diantara sebab kegagalan kepemimpinan mereka selama ini. Lagu panglima gajah mada nampaknya selalu didendangkan dan terlalu dibesar-besarkan kerana isu itu sangat menguntungkan pemimpin yang akan selalu mendapatkan sokongan dari rakyat. Rakyat pula tidak perduli walaupun pemimpin itu seorang yang gagal, bodoh dan zalim, Korupsi, kolusi dan nepotisma yang menjadi penyebab mereka menderita selama ini. Sehingga Negara yang kaya sumber daya alamnya, rakyatnya harus bekerja diluar Negara dengan berbagai resiko dan penghinaan lainnya. Yang penting mereka orang kita, tak perduli ratusan juta rakyat akan menderita kerana salah dalam memilih pemimpin yang tidak ideal. Memanfaatkan konsep demokrasi yang ada, dimana suara seorang ustaz disamakan dengan nilai suara seorang pelacur dan suara seorang profesor sama nilainya dengan suara seorang yang tidak sekolah. Akibatnya; Keragu-raguan Soekarno telah menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta nyawa anak bangsa sia-sia. Gagal dalam perbaikan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan dan keamanan. Memerangi dan membunuh para pengkritik (PRRI, Dewan Banteng, Natsir, Hamka dll.), berlembut dengan penghancur Negara (PKI). Ketegasan Soeharto terhadap musuh politiknya telah membuat dia membunuh dan menghilangkan para pengkritik dengan Tahanan politik dan narapidana politik, dengan tujuan ingin diri dan keluarga menguasai seluruh Negara ini, menjadi seperti Raja di zaman Majapahit. Tetapi dia lupa memerangi musuh Negara sebenarnya yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme Keragu-raguan Gusdur telah menyebabkan kematian ratusan umat Islam di Poso. Tegas dalam melindungi kaum minoritas dengan menzalimi hak-hak golongan mayoritas. Tidak suka diritik, merasa benar sendiri dan merasa sebagai sumber kebenaran. Keragu-raguan Megawati telah membuat BUMN dijual kepada asing dengan harga dan waktu yang tidak transparan. Seperti ingin mempertahankan kemiskinan dan kebodohan agar masyarakat vakum selama-lamanya. Keragu-raguan dan kelambanan SBY membuat kasus buaya vs cicak yang mengungkap berbagai kebobrokan di tanah air menjadi bertele-tele. Bahkan entah ingin mengalihkan isu, SBY hanya akan mengambil tindakan kepada para pengkritik (sama seperti sifat eyang) bukan malah melihat kritik sebagai sinergi untuk menghancurkan segala kejahatan dan penyalahgunaan di Negara ini. Kegagalan kepimpinan Jawa ini akan telihat dikala kita membandingkannya dengan kepempinan orang Bugis, Minang, Rao, Riau lainnya di Tanah melayu seperti di Brunei, Malaysia dan sebagainya yang agak lebih baik. afriadi sanusi