Tgk Hasan di Tiro: Lumo djawa (jawa) dum di Atjèh (Aceh) ! http://www.youtube.com/watch?v=H7wcl7m8xp8&feature=related Tgk Hasan di Tiro: Ureuëng Atjèh Kahabéh Gadoh Karakter ! http://www.youtube.com/watch?v=H8mbiUwHpIY&feature=related Tgk Hasan di Tiro: Peuë (Puë) peunjakét Bangsa Atjèh uroë njoë ? http://www.youtube.com/watch?v=sbJsJtdDFE8 Tgk Hasan di Tiro: Gubernur, Bupati, Camat dst nakeuh geupeunan Lhoh (Pengkhianat)! http://www.youtube.com/watch?v=oqJYGoF0SMQ&feature=related Tgk Hasan di Tiro: "Ureuëng njang paléng bahaja keu geutajoe nakeuh - djawa keumah djipeugot urg atjèh seutotdjih nibak seutot geutanjoe. Mantong na urg atjèh njang tém djeuët keu kulidjih, keu sidadudjih, keu gubernurdjih, keu bupatidjih, keu tjamatdjih, dll. Mantong na biëk droëteuh njang djak djôk dan peusah nanggroe atjèh keu djawa!" http://www.youtube.com/watch?v=Gbjb04wKWow&feature=related
"Udép geutanjoë hana juëm meusaboh aneukmanok meunjo hana tapeutheun peuë njang ka geukeubah lé éndatu. Udép sibagoë lamiët dan djadjahan gob njan hana juëm meu-sikeuëh ! Meunjo tateupuë(peuë) arti keumuliaan! UREUENG-UREUENG LAGÈË LÔN 1000 X ( SIRIBÈË GO ) LEUBÈH GOT MATÉ NIBAk DIDJADJAH LÉ DJAWA !!! Kheun Tgk Hasan di Tiro http://www.youtube.com/watch?v=oqJYGoF0SMQ Ketika Sumpah Jabatan Diucapkan Oleh Amrizal J. Prang, SH. LL.M 3 October 2009, 08:48 Opini Administrator Seremoni pengambilan sumpah jabatan 69 anggota legislatif Aceh (DPRA) periode 2009-2014, sudah dilaksanakan. Juga teah dilantik anggota legislatif di 23 kabupaten/kota seluruh Aceh. Artinya, pascapelantikan itu adalah hari pertama mereka menjadi wakil rakyat Aceh, wajib menjalankan aspirasi rakyat dan menanggalkan atribut-atribut partai politiknya. Sekarang sejauhmana mereka komit atas sumpahnya. Pengalaman selama ini, diakui atau tidak, manifestasi sumpah jabatan tidak dijalankan secara maksimal oleh mayoritas wakil rakyat (legislative). Indikatornya dilihat pada pelaksanaan ketiga fungsi legislative.Pertama, fungsi legislasi (pembentukan peraturan perundang-undangan) dimana banyak qanun yang dibentuk kurang melibatkan dan tidak aspiratif. Konsekuensinya, menjadikan produk hukum dan politik dalam bentuk qanun tersebut menjadi kontroversi, seperti, baru-baru ini terhadap pembentukan rancangan Qanun Jinayat yang menimbulkan pro-kontra. Kedua, fungsi anggaran dijalankan tidak transparan dan tidak memihak rakyat. Contohnya, penyusunan qanun APBA/APBK sampai sekarang dari proses awal sampai di-qanunkan tidak pernah dipublikasikan kepada publik. Padahal, secara formal yuridis proses pembentukan dan pengesahan qanun dan APBA/APBK itu adalah keniscayaan melibatkan dan diketahui oleh rakyat sebagaimana Pasal 53 UU No.10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan joncto Pasal 23 Qanun No.3/2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun disebutkan: Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pernbahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah/qanun. Ketiga, fungsi pengawasan, pelaksanaan fungsi ini juga tidak diketahui oleh mayoritas rakyat yang diwakilinya. Kalaupun ada temuan pelanggaran tetapi tidak jelas penyelesaiannya. Padahal, pelaksanaan ketiga fungsi inilah wujud daripada implementasi sumpah/janji jabatan serta bentuk tanggungjawab anggota legislatif. Sumpah/janji jabatan Pasal 296 UU MPR, DPR, DPD dan DPRD, sumpah/janji jabatan legislatif berbunyi: “Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945; bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan; bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Ada tiga substansi terkandung dalam sumpah/janji jabatan itu. Pertama, menjalankan kewajiban sebagai wakil rakyat. Kedua, menjalankan kewajiban tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Ketiga, memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya. Dari tiga substansi ikrar sumpah/janji ini secara eksplisit mereka telah mengaku bertanggungjawab kepada diri pribadi, masyarakat yang diwakilinya, negara/daerah dan Tuhannya. Dalam kaitan itu, ketika sumpah/janji jabatan diucapkan dan setelah menjabat tidak menjalankan tanggungjawabnya secara benar, maka ada empat komponen yang mereka bohongi, yaitu diri sendiri, masyarakat, negara/daerah serta Tuhannya. Konsekuensinya, ada empat norma atau kaidah yang dilanggar yaitu, norma etika, adat, hukum dan agama. Dalam konteks syariat Islam (norma agama) bagi yang melanggar sumpah hukumnya adalah dosa dan wajib membayar kaffarat. Allah swt berfirman (QS: Al-Maidah: 89), “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffarat-nya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu”. Namun karena norma agama ini sanksinya bersifat otonom, artinya berhubungan antara yang bersumpah dengan Tuhan, maka sulit melaksanakan sanksi secara langsung. Apalagi, sanksi kaffarat sumpah ini tidak diatur secara eksplisit dalam hukum posistif (qanun syariat Islam). Kecuali yang bisa diterapkan sanksi langsung adalah pelanggaran terhadap norma hukum atau undang-undang. Sebagaimana Pasal 213 ayat (2) huruf b joncto Pasal 332 ayat (2) huruf b UU MPR, DPR, DPD dan DPRD disebutkan, anggota legislatif dapat diberhentikan antar waktu apabila melanggar sumpah/janji dan kode etik. Walaupun demikian, tujuan pengambilan sumpah bukanlah untuk diberhentikan. Tetapi, bagaimana mereka yang telah dipilih oleh rakyat sebagai representasinya di legislatif dapat bertanggungjawab dan konsisten dengan sumpah/janji-janjinya. Implementasi Kalau memang benar para wakil rakyat yang katanya terhormat itu, bertanggungjawab dan konsisten terhadap sumpah/janjinya, tentu tidak sulit merealisasikannya. Karena hanya ada tiga fungsi yang wajib dijalankan oleh mereka, yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi tersebut mempunyai beberapa tugas dan wewenang, antara lain membentuk peraturan-peraturan atau qanun yang aspiratif dengan melibatkan rakyat. Menyusun APBA/APBK yang memihak kepada rakyat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan qanun dan kebijakan yang dijalankan eksekutif. Dalam menjalankan tugas atau wewenang tersebut ada empat hal yang perlu dibangun dan dipelihara oleh setiap anggota legislatif. Sehingga, sumpah/janji jabatan yang diikrarkan tidak sekedar perhelatan serimonial, tetapi dapat diimplementasikan kepada rakyat selaku konstituennya. Pertama, secara personal anggota yaitu, meningkatkan capacity building, menciptakan budaya hidup sederhana, transparan, sense of crisis, tidak koruptif dan mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan kelompok/partai atau pribadi. Kedua, dalam internal lembaga membangun relasi dan komunikasi yang harmonis dan beretika dikalangan para anggota dewan. Ketiga, secara horizontal membangun hubungan yang harmonis dengan eksekutif (pemerintah) sebagai mitra kerja atas nama kepentingan rakyat. Terutama, dalam hal penyusunan qanun, APBA/APBK serta dalam menghadapi pemerintah pusat. Keempat, menerima input (masukan) dan melibatkan rakyat serta menindaklanjuti aspirasi mereka. Jika keempat hal ini dijalankan, maka akan mudah terwujudnya pemerintahan Aceh yang good governance serta kesejahteraan rakyat. Jika diingkari oleh para wakil rakyat itu, maka sumpah jabatan hanya tradisi seremonial dan ritual pejabat. Sedangkan implementasi jauh dari kenyataan bahkan koruptif dan sewenang-wenang. Maka pastikan rakyat akan beralih dukungan mereka. Inilah yang dikatakan Imam Ali Bin Abi Thaleb as “Kekuasaan akan bertahan pada penguasa kafir, tetapi akan mudah hancur pada penguasa yang zalim (baca: koruptif dan absolut)”. Untuk mengawal kinerja dan meminimalisir kemungkinan penyalahgunaan wewenang sebagai wakil rakyat, keniscayaan seluruh komponen masyarakat Aceh melakukan pengawasan terhadap mereka. Waalahu’alam. * Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.