Refleksi : Kalau iklan sekolah gratis dipasang sebelum pemilu, itu adalah reklame propaganda pemilu dengan maksud supaya yang duduk berkuasa dipilih oleh rakyat. Setelah pemilu selesai, apa lagi mau dibilang selain maaf, karena yang diumumkan hanya pancingan suara. Rezim berkuasa NKRI tak mau memberikan pendidikan gratis, karena bertentangan dengan prinsip mereka. Rakyat bodoh atau dibodohkan adalah sahabat kental penguasa, rakyat pintar musuh negara. Bukankah kalau orang bodoh gampang ditipu dan dimanipulasikan?
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=10620 2009-09-24 Mendiknas Harus Minta Maaf Iklan Sekolah Gratis [TANGERANG] Sejumlah pegiat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan, penayangan iklan sekolah gratis yang dicanangkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) di sejumlah media elektronik telah membohongi rakyat. Sebab, iklan sekolah gratis yang didengung-dengungkan hanya mengandalkan dana bantuan operasional sekolah (BOS), adalah menyesatkan. Sebab, faktanya masih ada pungutan-pungutan di sejumlah sekolah. Dan kalau dana BOS diklaim sebagai sekolah gratis, menyesatkan, sebab dana BOS jauh dari cukup. Karena itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) harus mencabut iklan tersebut dan meminta maaf kepada masyarakat. "Pemerintah, dalam hal ini Mendiknas harus mencabut iklan tersebut dan meminta maaf," kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, kepada SP, di Tangerang, Banten, Rabu (23/9). Dia menegaskan, iklan itu kental dengan pencitraan publik dan tanpa perhitungan yang matang mengenai kebutuhan siswa. "Iklan sekolah gratis itu hanya tong kosong, dan sangat kental dengan muatan politis, terutama untuk kepentingan pemerintah saat ini, karena pungutan di sejumlah sekolah masih marak dan tidak ada sekolah gratis," katanya. Definisi sekolah gratis menurut halaman situs Depdiknas kata Ade, adalah sekolah yang bebas sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), tanpa menyentuh aspek kualitas sekolah gratis. "Ini sangat beda dengan negara-negara Eropa, ketika pemerintah menyajikan iklan sekolah gratis, tidak hanya biaya sekolah yang disentuh, namun juga kualitasnya diperhatikan, bahkan transpor dan makan siang," katanya. "Dalam hitung-hitungan Balitbang Depdiknas, untuk sekolah gratis berkualitas dibutuhkan Rp 1,8 juta per siswa per tahun, namun yang terjadi saat ini, BOS hanya diberikan sekitar Rp 400.000 per siswa SD per tahun, sehingga rata-rata orangtua siswa harus menanggung sisanya Rp 1,4 juta per tahun. Untuk itu, Depdiknas harus mulai memikirkan agar iklan sekolah gratis tidak hanya omong kosong," katanya. Terkait anggaran iklan sekolah gratis, dia belum mengetahui jumlahnya. Namun, dari sumber terpercaya di lingkungan Depdiknas, iklan sekolah gratis dianggarkan oleh Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Untuk sekali tayang, bergantung harga yang dipancang stasiun televisi, yakni sekitar Rp 5 juta - Rp 10 juta dengan durasi 30 detik. Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat menambahkan, iklan sekolah gratis yang dikampanyekan pemerintah, tidak dijalankan secara komprehensif. Sebab, hanya beberapa daerah yang menerapkan sekolah gratis. "Sekolah gratis yang ada pun belum tentu dijamin dengan mutu sekolah yang baik. Faktanya berbeda di lapangan. Mendiknas harus minta maaf," katanya. Peneliti dari Indonesia Budget Center Roy Salama mengemukakan, pemerintah memaksakan iklan sekolah gratis. Sebab, kenyataannya banyak sekolah tetap saja menarik pungutan. "Daripada menayangkan iklan yang sama sekali tidak benar, sangat bijaksana dana itu untuk pembiayaan sekolah siswa saja," katanya. Dana BOS Tak Cukup Sebelumnya, Arfan (37) orangtua siswa di Bengkulu mengeluhkan masih adanya pungutan terhadap anak-anak mereka di SD dan SMP di kota itu. Alasan yang mereka terima dari sekolah adalah dana BOS tidak cukup untuk membiayai berbagai macam keperluan di sekolah, sehingga terpaksa masih ada pungutan dari orangtua siswa. Anaknya yang SD, misalnya masih harus membayar biaya pendidikan ke sekolah Rp 25.000-Rp 50.000 per bulan. Meski disebut sumbangan sukarela, sebenarnya para orangtua terpaksa membayar itu, karena takut anak mereka diperlakukan yang tidak-tidak di sekolah. Salah seorang kepala SMP negeri di Bengkulu yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, dana BOS yang diberikan pemerintah sekarang belum mencukupi biaya operasional sekolah. Sebab, biaya operasional sekolah terus meningkat. Akibatnya, sekolah terpaksa menarik dana sumbangan sukarela dari wali murid. Secara terpisah, Kepala SMP Negeri 22 Kota Jambi, Mahfud SPd kepada SP mengatakan, dana BOS yang diterima siswa SMP di Kota Jambi sebesar Rp 575.000 per orang per tahun tidak mencukupi untuk membiayai seluruh kegiatan siswa tersebut selama setahun. Untuk membeli kapur tulis, spidol, praktikum, dan peralatan belajar untuk 10 mata pelajaran pun dana tersebut kurang. Belum lagi kebutuhan perbaikan kerusakan sarana dan prasarana belajar. "Jadi, kita serbasalah memanfaatkan dana BOS ini. Dana BOS tak cukup untuk membiayai seluruh kegiatan belajar-mengajar, sehingga dana BOS tak ada lagi yang tersisa memperbaiki sarana dan prasarana belajar yang rusak. Baik kerusakan kursi, meja maupun ruangan kelas," katanya. [141/143/W-12]