Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.


HAJI BUKAN HANYA IBADAH RITUAL, TETAPI JUGA MENYANGKUT MASALAH SOSIAL, SIASAH, 
SEJARAH, EKONOMI, KEHIDUPAN, KEBANGKITAN DAN IDIOLOGI.
Husaini Daud Sp
ACHEH - SUMATRA



KITA DITUNTUT UNTUK BERJUANG DIBAWAH SATU POROS DAN SATU PEMIMPIN YANG 
MEMBEBASKAN KAUM DHU’AFA DARI BELENGGU YANG MENIMPA KUDUK-KUDUK MEREKA.


Imam Hussein bersama segenap keluarga dan sahabat-sahabat setianya tidaklah 
langsung menuju padang Karbala. Beliau terlebih dahulu berangkat ke Haji untuk 
memberitahukan orang-orang yang sedang menunaikan 'ibadah Haji bahwa 
mengelilingi Ka'bah (tawaf) ketika itu sama dengan mengelilingi Istana Hijau 
Yazid bin Abu Sofyan. Bayangkan betapa khasnya kepergian Imam Hussein ke Haji 
saat itu dimana diikuti oleh segenap keluarganya walau bayi sekalipun. Namun 
Imam Hussein tidak menyelesaikan Hajinya. Nampaknya dia ingin memberitahukan 
orang-orang Haji bahwa tanpa Imam yang haq diikuti, haji itu tidak ada artinya 
sama sekali.

Barusaja tiga kali Imam melakukan tawaf, lalu berhenti yang membuat para jamaah 
haji yang lainpun berhenti total. Beliau berbicara seperlunya: " Saya akan 
hijrah ke Karbala, saya akan hijrah ke mati. Mati merah adalah mati yang paling 
mulia di sisi Allah. Mati berdarah adalah mati yang paling indah bagaikan 
kalung nan melingkar di leher gadis nan rupawan". Demikian diantara kata-kata 
yang indah diucapkannya. Lalu beliaupun langsung berangkat ke Karbala.

Masih banyak sahabat Rasulullah yang tega melanjutkan Hajinya tanpa mengikuti 
Imam Hussein ke padang Karbala. Andaikata semua orang-orang yang sedang 
menunaikan 'ibadah Haji memahami bahwa Haji mereka sia-sia tanpa mengikuti Imam 
yang haq, kemungkinan besar Imam Hussein tak akan mampu dibunuh oleh tentra 
Yazid bin Mu'awiyah, bahkan Imam dapat mengembalikan system negara ketika itu 
sebagaimana yang diamanahkan Rasulullah, datoknya atau Imam 'Ali bin Abu 
Thalib, ayahnya.

Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas) membujuk Imam untuk tidak pergi ke Karbala 
(Kofah). Dia mengatakan bahwa penduduk Kufah yang telah memintanya datang 
adalah terkenal jahat dan tak dapat dipercaya. Dia memintanya agar pergi saja 
ke Jaman. Disana Imam Hussein mempunyai ramai pengikut sehingga dia boleh hidup 
dengan aman.Imam Hussein mengatakan bahwa sahabat setianya, keluarga dan juga 
adiknya Muhammad Hanafiah telah berkata yang benar. "Saya juga tahu bahwa saya 
tidak akan mencapai apa-apa kuasa sebab saya pergi bukan untuk penaklukan 
dunia. Saya pergi hanya untuk dibunuh. Saya berharap bahwa melalui penderitaan 
yang saya tanggung dari penindasan ini, dapat mencabut keluar asas bagi segala 
kekejaman dan kedhaliman. Saya berjumpa dengan datuk, nabi Allah didalam mimpi 
memberi tahu saya agar membuat perjalanan ke Irak. Allah mahu melihat saya 
dibunuh". Muhammad Hanafiah dan Ibnu Abbas berkata: "Jika begitu kenapa membawa 
anak-anak dan wanita bersama kamu".
 Imam menjawab: "Datuk saya mengatakan bahwa Allah mahu melihat mereka ditawan. 
Saya membawa mereka sesuai arahan Nabi Allah"

Patut kita renungkan disini bahwa Haji bukanlah sekedar ibadah Ritual, tetapi 
juga Sosial, Siasah, Sejarah, Ekonomi, Kehidupan, Kebangkitan dan Idiologi. 
Haji adalah evolusi manusia menuju kepada Allah. Wahai Haji menceburlah dirimu 
kedalam lautan manusia agar kamu dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dengan 
cara yang demikianlah kamu mendapat redhaNya. Demikian hebatnya Ibadah yang 
satu ini. Namun siapakah orangnya yang begitu berani memandang rendah dan 
sia-sia terhadap Haji tersebut ? Dia tidak berbuat sebagaimana orang-orang 
"Islam" yang lain. Padahal Tonggak bersejarah yang dibangun Nabi Ibrahim 
bersama dengan anaknya, nabi Ismail itu telah banyak mengambil korban untuk 
dihidupkan kembali oleh nabi Muhammad saww, datuknya. Salahkah Imam Hussein 
mengabaikan Haji itu demi untuk syahid di Karbala ? Atau kitakah yang tidak 
mampu memahami Idiology Hussein dan Karbalanya ? " Setiap bulan adalah 
Muharram, setiap hari adalah 'Asyura dan setiap tempat adalah
 Karbala". Karbala adalah symbolisasi medan pertempuran antara yang haq dan 
yang bathil. Imam Hussein, keluarga dan sahabat setianya begitu gagah berani 
mengorbankan darah dan air mata untuk menyirami kembali "Pohon" Islam yang 
telah dimatikan Yazid, duplikat fir'aun atau Namrud.

Idiology inilah yang perlu kita pahami dewasa ini bahwa kita pantang hidup 
dibawah symbul-symbul kedhaliman. Kita dituntut untuk berjuang dibawah satu 
poros, pemimpin yang membebaskan kaum dhu'afa dari belenggu-belenggu yang 
menimpa kuduk-kuduk mereka (Q.S,7:157). Apa artinya kita demikian rajin 
mencangkul di tengah sawah yang terbentang lebar, sementara kita lupa bahwa 
sebentar lagi airbah akan menyapu semua tanaman yang kita tanam tadi. Justru 
itu kita perlu memperbaiki bendungan terlebih dahulu agar usaha kita tidak 
menjadi sia-sia.

Perlu kita pahami bahwa Pemimpin itu sangat menentukan suatu perjuangan. Justru 
itu kita tidak boleh sembarangan terhadap pemimpin. Andaikata kita 
berseberangan pikiran, kita hanya dibenarkan untuk menyampaikan jalan pikiran 
kita sementara keputusannya tetap berada ditangan pemimpin. Andaikata pikiran 
kita tidak diterima, kita haq berlapang dada untuk tetap setia demi berhasilnya 
perjuangan. Kalau tidak demikian pastilah akan muncul oposisi yang sangat 
berbahaya terhadap suatu Revolusi. Oposisi takdapat ditolerir kecuali kita 
sudah berhasil mengalahkan musuh.

Perlu kita ingatkan kembali kata- kata Imam 'Ali, karamallah wajhah: "Suatu 
organisasi yang bathil tapi rapi dapat mengalahkan organisasi yang haq, namun 
tidak tersusun secara rapi" Perjuangan itu membutuhkan pagar yang kokoh agar 
babi-babi liar itu tidak mampu menembusi kawasan pohon perjuangan. Justru 
itulah Imam Ali mengatakan: "Teman + Teman = teman. Teman + Musuh = Musuh". 
Andaikata pagar yang dibuat Imam Ali ini dipahami benar oleh segenap pejuang 
Acheh Sumatra, sudah dulu Acheh merdeka. Pagar tersebut telah diperkenalkan 
kembali kepada bangsa Acheh oleh wali (Tgk. Hasan Muhammad di Tiro). Sayangnya 
sampai hari ini masih ada orang Acheh yang belum memahaminya. Justru itulah 
kita lihat sampai sekarang masih adanya orang Acheh yang tidak memahami hakikat 
daripada "Silaturrahmi". Padahal Rasulullah sendiri tidak bersilaturrahmi 
dengan pamannya Abu Lahab dan Abu Jahal disebabkan anti kepada perjuangannya.

Islam bersaudara lewat Idiology, bukan lewat darah. Abu Bakar pernah meninju 
ayahnya sendiri sampai pingsan disebabkan Abu Quhafah itu mencaci Rasulullah 
didepan matanya. Musuh bersorak-sorai dan mengatakan bahwa gara-gara Islam atau 
Muhammad, Abu Bakar putus hubungan (silaturrahmi) dengan ayahnya. Ketika 
Rasulullah menanyakan Abu Bakar tentang kejadian itu, Abu Bakar menjawab: "Demi 
Allah ya Rasulallah andaikata ada pedang di tanganku, dengan pedang itu 
kupukulnya". Rasulullah tidak memberikan jawaban kecuali menunggu wahyu Allah 
untuk menyelesaikannya. Lalu Allah menurunkan wahyunya surah Al Mujadalah ayat 
22 yang artinya: " Tidak akan kamu dapati sekali kali (hai Muhammad) suatu kaum 
yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian berkasih sayang (mereka 
itu) kepada orang-orang yang anti kepada Allah dan RasulNya, kendatipun mereka 
itu adalah ayah-ayah mereka sendiri atau anak-anak mereka sendiri atau 
saudara-saudara mereka sendiri atau
 keluarga mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan 
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan ruh yang datang 
daripada Nya. Mereka akan dimasukkan kedalam Syurga yang mengalir dibawahnya 
sungai-sungai, mereka kekal didalamnya. Allah redha terhadap mereka dan 
merekapun redha terhadapNya. Mereka itulah tentra-tentra Allah. Tidakkah kamu 
ketahui sesungguhnya tentra-tentra Allah itulah orang-orang yang mendapatkan 
kemenangan".

Di Acheh kalau ada cuak yang sudah berlumuran darah bangsa Acheh lalu di ambil 
tindakan oleh TNA, saudara merekapun berobah menjadi cuak. Demikian juga ketika 
diambil tinda kan tegas terhadap orang-orang yang menghina pemimpin, saudaranya 
dengan otomatis memosuhi perjuangan lalu menjadi oposisi. Mareka berdalih kita 
sama-sama bangsa Acheh yang memiliki hak yang sama. Mereka lupa adakah hak Abu 
lahab dan Abu Jahal sebagai pamannya Nabi ?

Anak Nabi Nuh tidak termasuk dalam golongan yang naik dalam bahteranya sehingga 
dia ditenggelamkan Allah. Namun ketika Nabi Nuh mengatakan bahwa itu adalah 
darah-daging nya, Allah menjawab: "Itu bukan anakmu, Nuh". Adalah hal yang sama 
diberitaukan Allah kepada Nabi Ibrahim ketika berdo'a kepadaNya mengenai 
ayahnya, Azar sebagai arsitek tuhan palsu (patung). Allah menjawab: "Itu bukan 
ayahmu, Ibrahim". Demikianlah kita dia jarkan Allah agar memahami bahwa Islam 
itu bersaudara lewat Idiology/'Aqidah. Siapapun yang berseberangan atau 
memusuhi perjuangan atau mencaci, menghina pemimpin adalah musuh kita 
kendatipun mereka itu adalah ayah-ayah kita sendiri ( Q.S Al Mujadalah 22).

Billahi fi sabililhaq.
Husaini Daud Sp
          di
   Ujung Dunia
----------




      
____________________________________________________________________________________
Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs

Kirim email ke