Saman: Petinggi GAM Akan Tumpas Mereka yang Ingin Merdeka Jakarta–Kekhawatiran sejumlah pihak di Jakarta atas munculnya Partai GAM membuat Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan kembali komitmennya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). GAM bahkan menyatakan akan ikut serta menumpas pihak-pihak yang menginginkan kemerdekaan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Demikian dikemukakan mantan Menteri Pertahanan GAM Zakaria Saman kepada SH, Jumat (13/7), menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak bahwa GAM akan kembali memperjuangkan kemerdekaan menyusul pendeklarasian Partai GAM beberapa waktu lalu. “Kami, GAM, sudah menyatakan komitmen untuk tetap berada dalam NKRI. Bendera itu (simbol Partai GAM–red) bukan makna lagi minta merdeka. Kita ini GAM bukan partai terlarang. Kalau ada yang masih ingin merdeka silakan ditindak. Mereka akan menjadi musuh bersama antara RI dan GAM,” kata Zakaria. Dia mengatakan simbol yang digunakan oleh GAM untuk membuat sebuah partai tidak bertentangan dengan peraturan. Nota Kesepahaman Damai (Memorandum of Understanding/MoU) Helsinki menyebutkan bahwa GAM tidak boleh lagi menunjukkan simbol-simbol militer. Selain itu, Undang-Undang (UU) No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh juga tidak melarang penggunaan bendera GAM. Begitu juga dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 2007 mengenai Partai Politik Lokal di NAD. Meski demikian, dia menyerahkan semua keputusan—diterima atau tidak Partai GAM—kepada lembaga yang berwenang. “Semua orang di Jakarta ribut. Kami lebih baik diam saja, terpulang pada badan hukum. Sekarang ini sedang dalam verifikasi,” ujarnya. Ia juga mengaku telah bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di istana pada tanggal 4 Juli 2007 lalu, membicarakan rencana GAM membentuk Partai GAM. “Saya bertemu Wapres pukul 09.00 WIB, sedangkan dengan Presiden pukul 20.00 WIB. Mereka hanya diam saja dan tidak menyatakan keberatan. Tapi semua orang bicara begini begitu, saya biarkan saja,” paparnya. Tak Perlu Khawatir Terkait dengan Partai GAM tersebut, pengamat politik Fachri Ali, kepada SH, Sabtu (13/7), menyatakan Jakarta tidak perlu khawatir karena keputusan mengenai partai tersebut berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah sebaiknya juga tidak selalu mencurigai GAM, yang seolah-olah berencana untuk melakukan perjuangan angkat senjata. Dari sejumlah fakta, perjuangan kemerdekaan tersebut sangat kecil akan dilakukan. Saat ini, semua pimpinan GAM—minus Hasan Tiro—sudah berada di Banda Aceh, sehingga sangat mudah terdeteksi kegiatannya. Di samping itu, GAM sudah banyak meninggalkan dunia hutan. Di tingkatan publik, masyarakat Aceh saat ini tengah menikmati masa perdamaian dan mementingkan urusan ekonomi, sehingga mereka tidak akan menghiraukan kepentingan segelintir elite. “Dari sisi itu, mereka sudah susah kembali untuk tampil. Dengan memasuki dunia pemerintahan di Aceh, mereka sudah terjebak. Hukum besi politik dimanapun akan berlaku, pemerintah selalu berhadapan dengan oposisi. Jadi Jakarta seharusnya relaks saja,” kata Fachri. Urusan Polisi Sementara itu, Menhukham Andi Mattalata menegaskan deklarasi Partai GAM di NAD merupakan urusan polisi. Departemen yang dipimpinnya hanya mengurusi status badan hukum dari sebuah partai yang didaftarkan. “(Deklarasi Partai GAM padahal belum didaftarkan) itu hukum umum yang berlaku, bukan UU Partai Lokal. Itu polisi punya urusan, bukan Dephukham. Kita verifikasi apa kegiatan mereka sebagai partai lokal sesuai UU,” papar Mattalata di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/7). Sejauh ini, Partai GAM baru sekadar melapor dan belum melengkapi syarat-syarat yang diwajibkan. “Dia (Partai GAM) sudah melapor, tapi belum masukin daftarnya. Ya kita belum verifikasi. Mereka beritahu keberadaan, tapi kita minta datanya dulu. Susunan pengurus, kepengurusan, AD/ART. Itu syarat untuk mendapatkan status badan hukum. Juga harus punya pengurus wilayah sekitar 50 persen Kabupaten yang ada di provinsi, jadi harus ada data-data,” sahutnya. Dalam melakukan verifikasi, lanjut Andi, yang menjadi alat ukurnya adalah UU Pemerintahan Aceh dan PP No 20/2007 yang mengatur partai lokal. Pada prinsipnya mengatur 3 semangat, yaitu perdamaian, rekonsiliasi, dan reintegrasi ke NKRI. “Kalau ada simbol atau kegiatan tidak sesuai dengan semangat itu, tentu tidak diterima, tapi kan belum tentu dia memasukkan gambar itu,” katanya. (tutut herlina/dina sasti damayanti) _POSTEDBY: webmaster _ON _DATESTRING --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.