Oleh : Redaksi Swaramuslim - 01 May 2007 - 6:37 pm

Assalamu `alaikum wr. wb, Saya ingin meletakkan hal ini secara 
objektif, agar kita tidak fanatik dan taqlid kepada siapun juga.

Pertama, kalau kita semuanya mau jujur bahwa perintah menjadi SALAFY 
itu tidak ada yang jelas, semuanya hanya berupa indikasi dan 
penafsiran yang sifatnya ijtihadiyah (atau maaf seperti dipaksakan).

Contohnya, At-Taubah ayat 100, itu bukan perintah untuk menjadi 
SALAFY tapi perintah untuk mengikuti Rasulullah dan Sahabat 
(muhajirin dan anshor). Kalau hal itu perintah menjadi SALAFY 
tentunya ayatnya akan dinyatakan secara tegas dan jelas 
semisal "Isyhaduu biannaa muslimuun" (Saksikanlah kami adalah 
muslim). 
Tapi kita kan nggak pernah menemukan perintah "SAKSIKANLAH BAHWA 
KAMI SALAFY".

Atau perintah "ITTAQULLAHA HAQQA TUQAATIHI" (Bertakwalah kepada 
Allah dengan sebenar-benar taqwa). Adakah perintah yang setegas itu 
untuk untuk bermanhaj SALAFY, misalnya berbunyi "BERTAKWALAH KEPADA 
ALLAH dan BERMANHAJ SALAFLAH KALIAN".

Lalu dilanjutkan WA LAA TAMUUTUNNA ILLAA WA ANTUM MUSLIMUUN 
(perintah ini kan sangat tegas jelas tidak perlu penafsiran lagi 
yaitu bahwa Allah menyuruh kita menjadi MUSLIM).

Belum lagi banyak sekali akhir ayat yang secara tegas menyatakan WA 
NAHNU LAHU MUSLIMUN (Dan kami adalah orang-orang Islam).

Adakah dalam Alqur'an yang menyatakan WA NAHNU LAHU SALAFIYUUN....? 
Atau dalam HADITS. Inilah yang saya maksud sebaiknya kita kembali 
kepada perintah yang JELAS dan TEGAS.

Kedua, surat Ali Imran ayat 110, ini adalah perintah untuk beramar 
ma'ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah SWT. Bukan perintah 
untuk bermanhaj SALAF.

Ketiga, berkaitan dengan hadits-hadits yang mengindikasikan SALAF, 
contohnya "Sebaik-baik manusia adalah kurunku, kemudian setelah 
mereka, kemudian setelah merekaÂ…"

Hadits ini khabar atau perintah. Kalau kabar maka hadits ini adalah 
pujian kepada generasi terbaik. Hadits ini jelas-jelas berupa kabar. 
Sebab jika kita kaitkan dengan ayat lainnya maka yang paling mulia 
adalah yang paling taqwa (INNA AKRAMAKUM 'INDALLAHI ATQAAKUM). 
Mereka tidak dibatasi ZAMAN dan WAKTU.

Contohnya IMAM MAHDI meskipun lahir di akhir zaman. Beliau adalah 
orang yang sangat bertaqwa.

Kalau setiap khabar dijadikan dalil untuk membuat sebuah MANHAJ. 
Maka kita akan temukan banyak sekali MANHAJ. (Ini tidak masalah, 
selama hal ini tidak dipaksakan kepada orang lain). Atau dijadikan 
tanda/simbol merekalah satu-satunya kelompok yang selamat/yang 
ditolong (FIRQATUN NAJIYAH/THAIFAH MANSHURAH). 

Contohnya dalam Alqur'an banyak sekali kita temukan khabar tentang 
para Nabi dan Rasul. Lalu kemudian kita buat namanya MANHAJ RUSULI 
(Pengikut 25 Nabi dan Rasul).

Dalam Alqur'an dan hadits banyak kita temukan pujian terhadap 
SAHABAT, lalu kita buat MANHAJ ASHABI. Atau banyak juga pujian 
terhadap JIBRIL lalu kita bentuk MANHAJ JIBRILI dst.

Keempat, pernyataan Syaikh Albani Rahimahullah, kenapa kita butuh 
simbol ini, alasannya karena banyaknya aliran sesat pada zaman ini? 
(Silahkan baca buku Biografi Syaikh Albani)

Pertanyaannya adalah apakah pada zaman FITNATUL KUBRA (Ali RA VS 
Muawiyah RA) tidak banyak aliran sesat? Lalu masa-masa setelahnya 
apakah juga tidak banyak aliran sesat?

Lalu kenapa para IMAM dan SALAFUS SHALIH pada saat itu tidak 
memproklamirkan MANHAJ SALAFY. Justru yang disepakati adalah AHLU 
SUNNAH WAL JAMA'AH (ini menjadi sumber hukum karena 
IJMA'/kesepakatan). Karena kesepakatan adalah (salah satu) sumber 
hukum Islam. Sedangkan MANHAJ SALAF belum pernah menjadi IJMA'.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, BAGAIMANA JIKA KEMUDIAN 
ORANG-ORANG MENGAKU ber-MANHAJ SALAF itu kemudian rusak lagi dan 
berpecah belah, terbukti saat ini SALAFY telah terbelah menjadi 
berbagai kelompok ADA SALAFY JIHADI, SALAFY ILMI, SALAFY HARAKI, 
SALAFY YAMANI, Ada SALAFY-nya SYAIKH ABDUR RAHMAN ABDUL KHALIQ, 
SALAFY-nya LUQMAN BAABDUH, SALAFY-nya USAMAH, SALAFY SYAIKH SAFAR, 
SALAFY-nya SYAIKH ALBANI, SALAFY-nya SYAIKH AL QARNI, SALAFY-nya 
SYAIKh MUQBIL, SALAFY-nya SYAIKH RABI' Rahimahumullah dll.

Apakah kemudian kita membuat SIMBOL Baru lagi? Misalnya QADIMI?

Sekali lagi mari kita kembali kepada penisbatan yang dicintai Allah 
dan Rasul-Nya yaitu menjadi MUSLIM/MUKMIN/MUTTAQIIN.

Mohon maaf, bila ada kata-kata yang kurang berkenan. 

Wassalamu 'alaikum wr. wb.
Haryanto (PSDM) 


Kirim email ke