--- In [EMAIL PROTECTED], Anwar Ali <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
"Di balik sikapnya yang teduh, karakter-karakter `islami' sebenarnya 
juga tidak menampilkan etos hidup seorang Muslim yang benar.  Memang 
seorang Muslim seharusnya tenang, tapi tidak lamban.  Sabar, tapi 
tidak pasif.  Ramah, tapi juga harus bisa bersikap tegas.  Menangis 
ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur'an dibacakan, tapi anti mengiba 
diri sendiri.  Lembut tapi kuat, keras tapi tidak kasar.  
Keseimbangan semacam inilah yang tidak muncul pada karakter-
karakter `islami' dalam kebanyakan sinetron.  Padahal keseimbangan 
adalah salah satu aspek penting dalam ajaran Islam."
-----

Assalammualaikum wr.wb.
Kalimat MEMANG SEORANG MUSLIM SEHARUSNYA TENANG, .. DST...DST.. 
merupakan dambaan dan harapan setiap muslim sejati. Yang jadi pokok 
utama dari setiap kehidupan seorang muslim adalah mengikuti langkah 
dan gerak Rasulullah saw sebagai panduan dan idola dalam kehidupan. 

TV atau layar kaca adalah salah satu penyakit kehidupan dan yang 
namanya penyakit tentunya harus kita hindari. Mulailah menjauhinya, 
terutama akan kita muali dari kita sendiri, kemudian keluarga anak, 
istri atau suami, selanjutnya keluarga dan famili terdekat dan 
seterusnya masayarat. 
Kesan pertama jika hal ini dilakukan adalah bahwa kita akan dianggap 
kolot, kuno dan fanatik, dsb. Namun sebagaimana diketahui bahwa TV 
lebih kepada menjerumuskan daripada memberi petunjuk. 
Kalau kita mau menilai dengan kacamata "jujur". Berapa persen (%) 
tayangan yg memang benar benar cocok utk umat Islam. Bisa dibilang 
99,9 persen adalah intertainment yang menjerumuskan dan tentunya 
tidak cocok dengan umat Islam. 
Bagaimanapun baiknya sinetron menurut gambaran juri sinetron, baik 
mengenai pri-kehidupan dan apalagi agama, tetap sinetron merupakan 
intertainment yang tidak cocok dengan kehidupan yang sebenarnya, dan 
yang pasti itu bukanlah satu pengajaran. 
Pengajaran hidup yang sebenarnya adalah dalam kehidupan sendiri dan 
ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang dipelajari sendiri.

Umat Islam sudah berjanji untuk megikuti Rasullullah saw, sesuai 
dengan pengakuannya dalam syahadat bahwa Muhammad saw adalah 
Rasulull Allah swt yang harus diikuti cara kehidupannya sebagai 
tolak ukur dan tauladan yang utama, yang tidak bisa ditawar tawar. 
Jika mengikutinya maka selamatlah, jika tidak maka akan berakibat 
sebaliknya. Dan tidak ada jalan atau cara yang tepat selain cara 
yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw, apapun keadaan dan 
masalahnya., baik kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat dan 
bernegara. 

Bagi penulis komentar sinetron janganlah cepat tersinggung, karena 
ketersinggunggan akan terus saja ada jika bermaksud dengan 
ketersinggungnya itu akan membuat sinetran-sinetron tersebut lebih 
Islami. Apalagi sampai mengharapkan sinetron sinetron yang tidak 
islami tidak boleh ditayangkan di TV. Bisa jadi itu hanyalah sebuah 
mimpi saja. 
Yang jadi masalah utamanya adalah apapun dia, baik sinetron, film 
atau hiburan yang bertitel Islam dalam TV atau dalam tayangan 
tayangan media lainnya merupakan ajang yang tidak tepat untuk 
meningkatkan keimanan. 
Keimanan hanya dapat ditingkatkan dengan meningkatkan ibadah sehari 
hari. Hidupkan syiar islam dengan melaksanakan dan berprikehidupan 
sebagaimana contoh utama yaitu Rasulullah saw. Mualai dengan diri 
sendiri, rumah atau keluarga, dan masyarakat. 
Suarakan azan pada tiap tiap sholat baik di rumah atau di mesjid 
mesjid. Penuhi mesjid dengan sholat berjamaah pada 5 waktu sholat. 
Serta lantunkan ayat ayat suci Alqur'an di rumah rumah tiap 
muslim dan mesjid mesjid, hal ini akan memancarkan nur ke sekitarnya 
yang mengundang turunnya hidayah Allah swt, yang akan membuka 
kebenaran yang hakiki dan menghancurkan kebatilan kebatilan. 
Dengan mempelajari hukum halal dan haram serta hukum hukum lain 
dalam Islam akan memaknai bahwa ibadah kita benar benar sesuai 
dengan tuntutanNya.

Jika kehidupan Islam yang sebenarnya seperti yang telah dicontohkan 
oleh Rasulullah saw, hidup dalam diri seseorang, dan hidup pula 
dalam keluarga dan dalam kehidupan masayarakat, maka sinetron 
apapun, film apapun atau propaganda apapun bukanlah satu hal yang 
membingungkan apalagi sampai menjadi fikiran apalagi sampai menjadi 
satu ketersinggunggan.

Hanya pertolongan Allah swt sajalah yang diharapkan oleh seorang 
muslim. Dan pertolongan hanya didapat bila kita dekat denganNya. 
Semoga ada manfaatnya. 
     
Wassalam 

Abusisia
--------  

--- In [EMAIL PROTECTED], Anwar Ali <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>       Terhadap Sinetron (Bag. VII : Penetrasi Musuh-Musuh 
Islam)        assalaamu'alaikum wr. wb.
>    
>   Karena ini menyangkut agama, maka ijinkanlah saya untuk benar-
benar menunjukkan ketersinggungan saya.  Sebenarnya sudah sejak lama 
saya berpikir bahwa para pembuat sinetron di Indonesia ini 
kebanyakan berasal dari golongan orang-orang yang anti Islam atau 
tidak sudi melihat orang lain menjadi Muslim yang baik, maka mereka 
menggunakan media televisi sebagai alat propagandanya.
>    
>   Dulu, sinetron nyaris tidak pernah mengandung simbol-simbol 
keagamaan, termasuk Islam.  Seluruh tokoh digambarkan `sekuler' dan 
kehidupan sehari-harinya tidak diwarnai dengan pengaruh agamanya.  
Sekarang, trend sudah berubah, namun propagandanya masih tetap anti 
Islam.
>    
>   Sekarang, justru nyaris semua sinetron mempertunjukkan simbol-
simbol Islam.  Jika tokohnya terkejut, ia akan 
berkata "Astaghfirullaah!".  Kadang-kadang tokoh tersebut juga 
digambarkan sedang menunaikan ibadah shalat, dan seringkali berdoa 
dalam keadaan menangis tersedu-sedu akibat penderitaan hidupnya.  
Tokoh-tokoh pria dalam cerita yang protagonis juga digambarkan rajin 
mengenakan baju koko dan sarung (meskipun sarung sejatinya adalah 
pakaian orang Asia Tenggara khususnya, dan tak ada hubungannya 
dengan Islam), lengkap dengan pecinya.  Tokoh ustadz atau kyai juga 
kerap kali muncul dalam cerita.
>    
>   Cukupkah?  Tentu tidak.  Kehadiran mereka juga dilengkapi dengan 
bumbu-bumbu lain yang justru kontradiktif dengan kesan islami yang 
hendak ditampilkan.  Kehadiran ulama seringkali diidentikkan dengan 
hal-hal mistik, misalnya mengusir jin atau arwah penasaran (padahal 
Islam tidak mengenal konsep `arwah penasaran').  Tokoh utama pun 
hanya terlihat khusyu' dalam shalat, tapi ya hanya sampai di situlah 
keislamannya.  Selepas shalat, ia kembali mengobral aurat dengan 
pakaian yang ketat-ketat, bahkan ada juga tokoh protagonis yang 
sesekali pergi ke bar untuk mabuk.  Persis seperti ajaran sekuler.  
Kata orang sunda : STMJ (Shalat Tuluy, Maksiat Jalan, yang artinya : 
ibadah ya ibadah, maksiat jalan terus).  
>    
>   Pribadi karakter yang digambarkan `islami' di sinetron-sinetron 
memang memberikan nuansa teduh, namun diam-diam menyesatkan.  Apakah 
untuk menjadi Muslim yang baik harus selalu mengenakan baju koko?  
Apakah peci harus selalu dikenakan?  Apakah sarung harus dipakai 
kemana-mana?  Jika kita harus selalu mengenakan sarung, maka insya 
Allah umat Islam akan jadi mangsa, karena jika diserang ia tidak 
akan mampu memberikan perlawanan.  Bagaimana mau berkelahi jika 
masih menggunakan sarung?  Saya pribadi tidak menyukai penggunaan 
sarung, karena berkesan sangat lengah.  Kalau Anda menganggap saya 
berlebihan, tanya saja pada umat Islam di Ambon yang dibantai habis 
di masjid-masjid.  Umat Islam harus siap setiap saat.
>    
>   Di balik sikapnya yang teduh, karakter-karakter `islami' 
sebenarnya juga tidak menampilkan etos hidup seorang Muslim yang 
benar.  Memang seorang Muslim seharusnya tenang, tapi tidak lamban.  
Sabar, tapi tidak pasif.  Ramah, tapi juga harus bisa bersikap 
tegas.  Menangis ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur'an dibacakan, 
tapi anti mengiba diri sendiri.  Lembut tapi kuat, keras tapi tidak 
kasar.  Keseimbangan semacam inilah yang tidak muncul pada karakter-
karakter `islami' dalam kebanyakan sinetron.  Padahal keseimbangan 
adalah salah satu aspek penting dalam ajaran Islam.
>    
>   Saya mencurigai adanya konspirasi di belakang layar untuk 
mendidik umat Islam Indonesia menjadi umat yang terbelakang dan 
mudah dibodohi.  Musuh-musuh Islam kelihatannya telah mempenetrasi 
demikian jauh ke jantung dunia perfilman Indonesia, sehingga umat 
Islam malah tidak mengenal ajaran agamanya sendiri.  Sungguh 
mengenaskan melihat betapa banyak Muslim dan Muslimah menelan bulat-
bulat propaganda musuh-musuh Islam lewat sinetron.
>    
>   wassalaamu'alaikum wr. wb.
>   
>     Prev: Kritik Terhadap Sinetron (Bag. VI : Suara Hati)
> Next: 01.06.06
>   sumber: http://akmal.multiply.com/journal/item/261
> 
> 
> 
> 
>        
> ---------------------------------
> 
> Alt i én. Få Yahoo! Mail med adressekartotek, kalender og 
notisblokk.
>


Kirim email ke