http://www.dataphone.se/~ahmad
[EMAIL PROTECTED]

Stockholm, 15 Maret 2007
 
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 
 

PENERAPAN IDEOLOGI & STRATEGI PERJUANGAN DILAPANGAN ACHEH YANG MENGACU PADA MOU 
HELSINKI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
 
 

SEDIKIT MENYOROT TENTANG PENERAPAN IDEOLOGI & STRATEGI PERJUANGAN DILAPANGAN 
ACHEH YANG MENGACU PADA MOU HELSINKI

"Saya pahami kondisi yang bung Ahmad Sudirman paparkan sebagai sebuah dinamika 
dalam berorganisasi dan berpolitik. Konsistensi dalam memperjuangkan 
kepentingan memanglah menjadi hal yang utama di tataran Ideologi dan Strategi 
perjuangan. Namun bila dikaitkan dengan aplikasinya yaitu pembumian daripada 
kerangka Ideologi dan Strategi perjuangan kedalam wadah politik dan taktik 
perjuangan akan memiliki hasil yang berbeda. Kalau dikaitkan dengan UUPA, 
memang proses taktis yang sedang dilakukan berhadapan dengan sebuah sistem yang 
mengikat secara kuat sehingga mengecilkan kemungkinan untuk diperolehnya 
peluang-peluang untuk melepaskan diri dari Indonesia. Namun yang perlu dilihat, 
apakah kita memahami langkah ini dalam sudut pandang ideologi ataukah politik?? 
untuk memenangkan peperangan, ada banyak medan pertempuran yang harus dilewati. 
Setiap pertempuran sama nilainya dikarenakan setiap kemenangan dari pertempuran 
tersebut dapat meluaskan "ruang" gerak secara aplikasi maupun teori." (Bunga 
Persik, [EMAIL PROTECTED] , [58.84.105.124] , Date: Wed, 14 Mar 2007 18:00:50 
PDT)

Terimakasih saudara Bunga Persik di South Australia, Australia.

Ada sesuatu pandangan yang dilambungkan oleh saudara Bunga Persik dari 
Australia yang menyangkut aplikasi atau penerapan ideologi dan strategi 
perjuangan GAM dilapangan Acheh dengan mengacu kepada MoU Helsinki 15 Agustus 
2005.

Dimana dari hasil pemikiran saudara Bunga tersebut tersimpul bahwa dalam 
prakteknya tataran ideologi dan strategi perjuangan akan memiliki hasil yang 
berbeda.

Nah, dalam masalah inilah Ahmad Sudirman akan memberikan pandangan, apakah 
memang benar dalam prakteknya ideologi dan strategi perjuangan GAM akan berbeda 
hasilnya apabila mengacu pada MoU Helsinki?

Tentu saja jawabannya adalah tidak akan berbeda, apabila langkah dan gerak 
taktik dan strategi perjuangan  yang telah digariskan oleh GAM dikistralkan 
dengan bantuan MoU Helsinki. Mengapa?

Karena, kalau pihak GAM komitmen dengan apa yang telah disepakati dalam MoU 
Helsinki, maka semua gerak dan langkah GAM akan disesuaikan dengan garis yang 
telah disepakati dalam MoU Helsinki.

Nah sekarang, persoalannya adalah dalam kenyataannya pihak RI, dalam hal ini 
Pemerintah RI dan DPR RI telah melakukan tindakan yang mengarah kepada 
pengkebirian MoU Helsinki itu sendiri. Salah satu contoh kecilnya adalah ketika 
pihak Pemerintah RI dan GAM menuangkan kesepakatannya bahwa di Acheh akan 
berdiri Pemerintahan Acheh sendiri atau yang lebih dikenal dengan Self 
Government, tetapi dalam kenyataan hukumnya telah dibelokkan oleh pihak 
Pemerintah RI dan DPR RI ke arah Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menjurus 
kearah status-quo, yaitu otonomi.

Jadi, sebenarnya yang menyebabkan adanya perobahan adalah adanya tindakan 
politik dan hukum dari Pemerintah RI dan DPR RI untuk tidak komitmen dengan apa 
yang telah disepakati dalam MoU Helsinki itu. Disini kelihatan siapa yang komit 
dan siapa yang tidak komit dengan MoU Helsinki itu. Dari pihak GAM sampai detik 
ini tetap komit dengan MoU Helsinki.

Selanjutnya, strategi perjuangan GAM dilapangan kalau dilihat dari segi politik 
dan hukum ternyata cukup mendominasi di Acheh. Dimana fakta dan buktinya adalah 
siapa pun yang mempergunakan dan berasal dari GAM ternyata mendapat suatu 
dukungan yang cukup besar di Acheh.  Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar yang 
secara formil tidak membawa-bawa lembaga GAM, tetapi dalam kenyataannya rakyat 
melihat bahwa Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar adalah orang-orang GAM yang 
berada dibawah pimpinan Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Wali Negara Teungku 
Hasan Muhammad di Tiro masih memiliki kekuatan politik dan hukum yang kuat di 
Acheh. Dengan hanya Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar menunjukkan foto bersama 
dengan Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro kepada rakyat Acheh, maka 
menjadilah foto bergambar bersama Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro 
sebagai suatu kekuatan daya tarik politik yang sangat ampuh. Begitu juga dengan 
Hasbi Abdullah yang memiliki kaitan kuat dengan GAM, juga Ahmad Humam Hamid  
yang ada hubungan dengan GAM membuat mereka berdua memiliki daya tarik yang 
kuat juga. Jadi disini memang secara de-facto dan de-jure GAM telah menguasai 
Acheh.

Tentu saja, kekuatan GAM secara politik dan hukum telah tergambar didepan 
orang-orang RI, hanya sayang pihak RI terlalu menganggap enteng dan rendah 
terhadap kekuatan politik dan hukum GAM. Dimana salah satunya dengan memangkas 
dan merobah klausul-klausul yang ada dalam MoU Helsinki kearah yang 
menguntungkan pihak RI. Tetapi, tindakan politik dan hukum pihak RI dalam 
masalah MoU Helsinki dan UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh yang 
masih perlu direvisi ini, akhirnya akan menjadi senjata makan tuan bagi pihak 
RI.

Secara politik pihak RI telah kehilangan besar di Acheh, padahal partai politik 
lokal Acheh model MoU Helsinki belum ikut secara resmi bertarung digelanggang 
politik Acheh. Baru individu-individu independen saja, itupun partai-partai 
yang sifatnya nasional sudah kalangkabut dan mati kutu.

Oleh sebab itu, kalau melihat dari kenyataan politik dan hukum yang ada di 
Acheh, Acheh sedang menuju kearah sasaran yang tepat dengan memakai kendaraan 
politik hukum MoU Helsinki yang akan membawa bangsa dan rakyat Acheh ke tingkat 
penentuan nasib sendiri.

Hanya dengan satu kendaraan partai politik lokal model MoU Helsinki di Acheh 
dibawah naungan GAM, diharapkan dalam waktu dekat Acheh akan meraih kembali 
hak-haknya yang hilang akibat penjajahan Belanda, Jepang dan sekarang pihak 
NKRI. Adapun kalau ada dari orang-orang yang tidak sehaluan dengan GAM, 
misalnya orang-orang sosialis atau orang-orang yang memiliki ideologi lainnya 
di Acheh, maka tidak akan ada yang menghambat mereka untuk membuat kereta 
partai politik lokalnya sendiri. Tetapi yang jelas sampai detik sekarang ini 
dilihat dari sudut politik dan hukum GAM dibawah pimpinan tertinggi Teungku 
Hasan Muhammad di Tiro dan Stafnya memiliki dominasi yang kuat di Acheh.

Kemudian, menyinggung orang-orang yang pro-status-quo adalah mereka yang secara 
terang-terangan mendukung, membuat dan menetapkan UU No.11 tahun 2006 tentang 
Pemerintahan Acheh yang sebagian pasal-pasalnya masih bertentangan dengan MoU 
Helsinki.

Jadi, bagi siapa saja yang berdiri diposisi UU No.11 tahun 2006 tentang 
Pemerintahan Acheh yang sebagian pasal-pasalnya masih bertentangan dengan MoU 
Helsinki dan tidak ingin dan tidak berusaha untuk melakukan revisi, maka 
merekalah yang terjerat dan tetap berada dalam pagar pro-status-quo.

Terakhir, kalau pihak saudara "Gubernur Acheh" Irwandi Yusuf dan "Wakil 
Gubernur Acheh" Muhammasd Nazar serta "Walikota Sabang" Munawarliza Zein tidak 
mau digolongkan kedalam golongan pro-status-quo, maka mereka bertiga plus yang 
lainnya harus tetap memenuhi janji mereka untuk meloloskan usaha revisi UU 
No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acheh yang sebagian pasal-pasalnya masih 
bertentangan dengan MoU Helsinki.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada [EMAIL 
PROTECTED] agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca 
tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam 
dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP 
http://www.dataphone.se/~ahmad
 
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon 
petunjuk, amin *.*
 
Wassalam.
 
Ahmad Sudirman
 
http://www.dataphone.se/~ahmad
[EMAIL PROTECTED]
----------

Received: from [58.84.105.124] by web31603.mail.mud.yahoo.com via HTTP
From: bunga persik <[EMAIL PROTECTED]>
Return address: [EMAIL PROTECTED]
Date: Wed, 14 Mar 2007 18:00:50 PDT
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [IACSF] APAKAH BENAR SAUDARA IRWANDI YUSUF & MUNAWARLIZA ZEIN 
SEKARANG TERMASUK PRO-STATUS-QUO?

Assalamualaikum

Saya pahami kondisi yang bung Ahmad Sudirman paparkan sebagai sebuah dinamika 
dalam berorganisasi dan berpolitik. Konsistensi dalam memperjuangkan 
kepentingan memanglah menjadi hal yang utama di tataran Ideologi dan Strategi 
perjuangan. Namun bila dikaitkan dengan aplikasinya yaitu pembumian daripada 
kerangka Ideologi dan Strategi perjuangan kedalam wadah politik dan taktik 
perjuangan akan memiliki hasil yang berbeda.

Kalau dikaitkan dengan UUPA, memang proses taktis yang sedang dilakukan 
berhadapan dengan sebuah sistem yang mengikat secara kuat sehingga mengecilkan 
kemungkinan untuk diperolehnya peluang-peluang untuk melepaskan diri dari 
Indonesia. Namun yang perlu dilihat, apakah kita memahami langkah ini dalam 
sudut pandang ideologi ataukah politik??
untuk memenangkan peperangan, ada banyak medan pertempuran yang harus dilewati. 
Setiap pertempuran sama nilainya dikarenakan setiap kemenangan dari pertempuran 
tersebut dapat meluaskan "ruang" gerak secara aplikasi maupun teori.

Jadi menurut saya, memberikan label PRO STATUS QUO terhadap mereka, merupakan 
tindakan yang kurang bijaksana karena semua tergantung kepada sejauh mana 
mereka bisa menciptakan momentum dan ruang untuk proses pembelajaran dan 
konsolidasi perjuangan.

Ilustrasi yang dipaparkan nona dari Texas saya pikir bisa membantu kita 
menemukan titik terangnya...

Wassalam.

Bunga
----------

Kirim email ke