Revolusi Islam Iran dan Persatuan Dunia Islam.                                
                                                                                
                                                                   
  Dalam beberapa hari ini bangsa Iran sedang merayakan kemenangan Revolusi 
Islam dan berdirinya Republik Islam Iran.  Namun demikian sesungguhnya perayaan 
kemenangan ini tidak terbatas bagi bangsa Iran saja, melainkan juga bagi dunia 
Islam, karena gerakan besar ini membawa misi mengajak seluruh warga dunia untuk 
berjalan ke arah spritualitas dan mengenyahkan segala bentuk ketidakadilan di 
muka bumi.
   
  Revolusi Islam Iran memiliki esensi budaya yang komprehensif yang dapat 
mempengaruhi seluruh budaya di dunia. Sebab, kejayaan revolusi Islam merupakan 
kemenangan ajaran Ilahi di hadapan budaya-budaya buatan manusia, yang malah 
akan membawa manusia kepada kehancuran, antara lain budaya liberalisme dan 
materialisme. Pemikiran Ilahiah yang diimplementasikan oleh Revolusi Islam Iran 
adalah pemikiran yang mengajak dunia Islam untuk menuju kemuliaan dan kemapanan 
Islam.
   
  Revolusi Islam Iran meneladani pemerintahan Rasulullah Muhammmad Saww, yang 
mempunyai serangkaian spesifikasi tersendiri, antara lain menyerukan spirit 
keimanan dan spritual, menerapkan keadilan, mewujudkan kemuliaan dan kemapanan, 
menghargai ilmu dan maÂ’rifat, menjadikan masyarakat sebagai landasan, serta 
menjunjung perjuangan di jalan kebenaran. Imam Khomeini sebagai pemimpin 
revolusi ini, selain memposisikan persatuansebagai strategi untuk meraih 
kemenangan, juga menjadikannya sebagai titik sentral dalam  gerakannya. 
   
  Dalam perjuangannya, Imam Khomeini membidik pusat-pusat kefasadan sebagai 
sasaran utamanya dan menitikkan perhatian terhadap perilaku arogan yang 
memberangus kebebasan. Imam Khomeini  juga menilai persatuan dan persaudaraan 
sebagai kenikmatan dari Allah Swt yang luar biasa. Beliau berkata, 
“Persaudaraan, kesamaan langkah, dan rasa sehati merupakan kenikmatan besar 
dari Tuhan. Rasa ini harus hidup di tengah-tengah ummat Islam. Untuk 
menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan itu, semua bangsa muslim 
berkewajiban menghindari segala perpecahan dan biang perselisihan. Selain itu, 
semua bangsa juga berkewajiban meleburkan perbedaan-perbedaan kecil demi 
persatuan.  
  Persatuan adalah kenikmatan dari Allah dan semua muslim harus berusaha 
melindungi nikmat ini agar tidak tercabut dari tengah dunia Islam. Dalam Surat 
Ali Imran ayat 103, Allah SWT  berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya 
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan 
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka 
Allah mempersatukan hati-hatimu lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah 
orang-orang yang bersaudara…” 
   
  Tak bisa dipungkiri, masyarakat selalu diwarnai dengan perbedaan. Misalnya, 
perbedaan dalam aspek pengetahuan merupakan hal yang wajar terjadi di kalangan 
para pakar. Di antara dua orang pemikir sangat mungkin terjadi perbedaan 
pendapat dalam hal-hal yang spesifik. Karena itu, kita bisa membagi dua bentuk 
perbedaan, yaitu logis dan tidak logis. Perbedaan yang logis dapat meningkatkan 
kemajuan pemikiran dan ilmiah dalam konteks persaingan yang konstruktif. Akan 
tetapi, sayangnya, perbedaan yang seringkali terjadi di tengah kaum muslimim 
sepanjang sejarah sarat dengan tendensi untuk mencapai kekuasaan dan 
kepentingan, dan hal ini dikategorikan sebagai perbedaan yang tak logis.
   
  Pada prinsipnya, Islam sama sekali tak menghendaki para pemikir mencapai 
kesamaan konklusi. Islam selalu menekankan umatnya agar terus berusaha membahas 
masalah dan mengambil langkah yang besar. Sikap jumud dan tidak mau melakukan 
evaluasi atau eksplorasi dalam dunia ilmu justru ditentang oleh Islam. Itulah 
sebabnya Imam Khomeini selalu mengajak para pemikir Islam untuk menghindari 
segala bentuk fanatisme yang tak logis. Menurut Imam Khomeini,  bimbingan Islam 
telah melahirkan para pemikir besar seperti Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rushd, 
Maulavi, dan Sadrul MutaÂ’alihin yang 
  menyumbangkan pemikiran besar mereka  di bidang ilmu bumi, ketuhanan, 
astronomi, matematika, kimia, atau kedokteran. Di bidang fiqih, para pakar 
fiqih baik Sunni maupun Syiah membahas berbagai masalah agama dengan sudut 
pandang masing-masing, dan mereka saling berbeda pandangan dalam sebagian 
masalah. Namun, perbedaan pandangan di antara dua madzhab ini sama sekali tak 
boleh menimbulkan konfrontasi yang membahayakan.
   
  Dalam rangka mengajak ummat Islam untuk mewujudkan persatuan, Imam Khomeini 
selalu mengingatkan bahwa ummat Islam harus memperhatikan persamaan, bukan 
mencari-cari perbedaan. Beliau mengatakan, “Kami tak berharap tak mempunyai 
musuh, dan kami juga tak berharap bahwa musuh tak melakukan permusuhan. Akan 
tetapi kami mengharapkan sesuatu dari kami sendiri, bahwa kami harus mampu 
mencegah musuh dan permusuhan dengan penuh harapan, keberanian, tekad, 
persatuan dan tawakal kepada Allah Swt.”
   
  Imam Khomeini menilai deklarasi pemerintahan Islam sebagai konsekuensi yang 
harus ditempuh untuk persatuan ummat Islam. Melalui pemerintahan Islam, 
kemerdekaan dan independensi dikumandangkan bagi seluruh ummat Islam. Imam 
Khomeini menentukan hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan sebagai Hari Al-Quds 
Dunia untuk melawan Rzim Zionis Israel. Selain itu, beliau juga selalu 
menegaskan urgensi persatuan untuk melawan musuh. Pada prinsipnya, Imam 
Khomeini dalam seruannya menjadikan masjid-masjid sebagai benteng persatuan dan 
tempat berkumpulnya ummat Islam. Masjid-masjid dapat bergerak bak media dunia, 
yang menyampaikan pesan persatuan Islam kepada seluruh penjuru dunia.
   
  Kini, dunia Islam berada dalam kondisi yang sensitif dan krisis. 
Kekuatan-kekuatan adidaya dan imperialis dunia semakin gencar dalam usaha 
mereka menjajah, menzalimi, dan menekan umat Islam. Salah satu cara yang mereka 
lakukan adalah dengan memecah belah umat Islam dan memicu sentimen antar 
mazhab. Akan tetapi, Revolusi Islam Iran yang saat ini berada di bawah 
pimpinanan Ayatullah Udzma Ali Khamenei terus gigih mengibarkan bendera 
persatuan dan mengingatkan ummat Islam agar mewaspadai makar-makar musuh. 
   
  Pada saat yang sama, di dunia tengah muncul gelombang kecenderungan kepada 
Islam. Setiap tahunnya ribuan orang di Barat meyakini kebenaran Islam dan 
memeluk agama Ilahi ini. Selain itu, kemajuan pesat bangsa Iran dalam berbagai 
bidang juga telah menjadi bukti bahwa dengan berpegang kepada Islam dan 
berlepas diri dari ketergantungan kepada Barat, umat Islam juga mampu meraih 
kemajuan. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatirkan AS dan Barat.  Mereka 
mencemaskan munculnya gerakan semacam Revolusi Islam Iran yang seperempat abad 
lalu berhasil mencegah upaya Barat untuk menguasai bangsa Iran. Itulah 
sebabnya, AS dan sekutu-sekutunya berusaha sekuat tenaga untuk mengucilkan Iran 
dan menerapkan politik devide et impera sebagai strategi untuk menguasai 
kawasan Timur Tengah dan negara-negara Islam.
   
  Menyikapi masalah ini, Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran, Ayatullah Ali 
Khamenei, menyatakan, “Saat ini, ummat Islam, baik lapisan politisi, budayawan, 
ruhani baik lapisan masyarakat bawah harus lebih waspada dari sebelumnya. 
Kenalilah makar-makar musuh, dan kemudian hadapilah merekaÂ… Para ulama tidak 
seharusnya bersikap diam dalam menghadapi perselisihan antar madzhab, dan para 
cendekiawan juga tak boleh mengabaikan harapan para pemuda. Para politisi dan 
pejabat harus mendengarkan aspirasi rakyat dan menjadikan rakyat sebagai poros 
pengabdian. Negara-negara Islam harus mengokohkan persatuan di antara mereka 
dan harus menggunakan kekuatan ini untuk menghadapi ancaman negara-negara 
arogan.” 
   
      Sumber:
http://www.irib.ir/worldservice/melayuRADIO/perspektif/2007/02februari/revolusi.htm
 
 
---------------------------------
Want to start your own business? Learn how on Yahoo! Small Business.

Kirim email ke