Kisah Kisruh Repo Grup Bakrie

        

        Indro Bagus SU - detikFinance

        


                
                        
        

        


        Jakarta -
        Gonjang-ganjing bisnis keluarga Bakrie melalui PT Bakrie & Brother Tbk 
(BNBR) dan 5 anak usahanya yang sudah go public bermula dari niat melakukan 
konsolidasi terhadap anak-anak usahanya itu.

Ketika
itu, pilihan yang ada dalam manajemen perseroan adalah meningkatkan
penyertaan saham di anak-anak usaha yang mana BNBR belum menjadi
mayoritas. Dari lima anak usahanya yang sudah go public, BNBR telah menjadi 
pemegang saham mayoritas pada PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan PT Bakrie 
Sumatera Plantations Tbk (UNSP).

Sementara
di PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) dan
PT Bakrie Development Tbk (ELTY) perseroan hanya menjadi pemilik saham
minoritas.

Oleh sebab itu, BNBR berencana meningkatkan penyertaan saham di BUMI, ELTY dan 
ENRG masing-masing menjadi 35%, 40% dan 40%. 

Berikut
kronologis perjalanan repo grup Bakrie seperti dikutip detikFinance,
Kamis (23/10/2008) dari laporan keterbukaan informasi ke BEI, data
harga saham BEI serta materi publik ekspose pada 13 oktober 2008.  

Pada
RUPSLB yang digelar 17 Maret 2008, pemegang saham BNBR menyetujui
agenda akuisisi internal di 3 anak usahanya tersebut senilai Rp 48,44
triliun. Bersama dengan beberapa agenda lainnya, total dana yang
dibutuhkan untuk serangkaian aksi tersebut senilai Rp 51,3 triliun.

Sebagian
dana aksi tersebut diperoleh melalui penerbitan saham terbatas (rights
issue) senilai Rp 40,118 triliun pada April 2008. Kekurangan dana
sebesar Rp 10 triliun atau setara dengan US$ 1,086 miliar diperoleh
dari Odickson Finance yang akan jatuh tempo April 2009.

Usut
punya usut, rupanya pinjaman dari Odickson Finance yang diperoleh pada
21 April 2008 tersebut dilakukan dengan menggadaikan 3.739.040.000
(19,27%) saham BUMI, 4.760.330.000 (30,97%) saham ENRG dan
3.796.540.000 (19,06%) saham ELTY.

Untuk memenuhi kekurangan
dana dalam rencana meningkatkan penyertaan saham di 3 anak usahanya,
BNBR menggadaikan sejumlah saham-saham di 3 anak usaha yang sama untuk
mendapatkan pinjaman. Padahal saham-saham yang digadaikan adalah saham
yang akan diakuisisi.

Namun ketika itu, masalah belum muncul
lantaran aset saham yang digadaikan kinerjanya masih bagus. Sebagai
catatan, saham BUMI menembus angka tertingginya ditutup di level Rp
8.550 pada 12 Juni 2008.

Setelah sukses gadai saham ke Odickson Finance, BNBR kembali melakukan gadai 
saham BUMI
ke
JP Morgan sebanyak 581.440.678 saham dan ICICI sebanyak 697.347.458
saham pada Juli 2008. Dana yang diperoleh masing-masing sebesar US$ 150
juta dan US$ 150 juta. Dua pinjaman ini jatuh tempo pada Juli 2009.

Pada
bulan yang sama, BNBR menggadaikan lagi 3.529.412 saham BUMI ke PT
Sucorinvest Gani senilai Rp 15 miliar. Pinjaman ini jatuh tempo Oktober
2008 dan telah dilunasi.

Selama periode Juli-Agustus 2008, BNBR
kembali menggadaikan 59.122.810 saham BUMI pada PT PNM Investments
Management senilai Rp 231,81 miliar. Pinjaman ini jatuh tempo pada
Januari dan Februari 2009.

Selama rentang Juli hingga Oktober
2008, BNBR juga menggadaikan 45.947.500 saham BUMI dan 116.667.000
saham UNSP senilai Rp 189 miliar kepada PT Recapital Securities.
Pinjaman ini jatuh tempo mulai Oktober 2008 hingga September 2009.

Setelah
saham BUMI digadaikan karena masih membutuhkan dana, BNBR kemudian
menggadaikan 11.450.500 saham UNSP senilai Rp 10 miliar ke PT Aldira
pada Agustus 2008. Pinjaman ini jatuh tempo pada November 2008.

Pada
bulan September lalu, BNBR menggadaikan sejumlah saham UNSP pada 3
institusi. Sebanyak 86.300.000 saham UNSP digadaikan senilai Rp 35
miliar pada PT Sarijaya Securities. Sebanyak 97.402.598 saham UNSP juga
digadaikan ke PT Mandiri Sekuritas senilai Rp 50 miliar. Terakhir,
sebanyak 83.143.500 saham UNSP digadaikan ke PT Dinar Sekuritas senilai
Rp 30 miliar. Ketiga Pinjaman ini jatuh tempo pada Desember 2008.

Total
dana yang diperoleh BNBR melalui serangkaian aksi gadai saham-saham
anak usaha sebesar US$ 1,386 miliar dan Rp 560,81 miliar dengan tingkat
suku bunga pinjaman bervariasi antara 8,5% sampai 20,75%. 

Rincian saham-saham yang digadaikan sebagai berikut:
1. BUMI sebanyak 5.126.427.858 (26,42%)
2. ENRG sebanyak 4.760.330.000 (30,97%)
3. ELTY sebanyak 3.796.540.000 (19,06%)
4. UNSP sebanyak   394.963.598 (10,42%)

Dari
semua pinjaman tersebut yang sudah dilunasi hanya pinjaman pada PT
Sucorinvest Gani senilai Rp 50 miliar. Pinjaman sebesar US$ 1,086
miliar ke Odickson Finance baru dibayarkan US$ 70 juta. Pinjaman ke JP
Morgan senilai US$ 150 juta baru dicicil US$ 78 juta dan pinjaman ke
ICICI sebesar US$ 150 juta baru dicicil US$ 45,5 juta.

Sisanya
sebesar US$ 1,192 miliar (Rp 11 triliun) dengan kurs yang digunakan
BNBR Rp 9.225 per US$ 1) dan Rp 510,81 miliar masih harus diselesaikan
oleh BNBR.

Strategi BNBR untuk melunasi lilitan utang yang
mencapai Rp 11,51 triliun tersebut adalah melepas kembali sebagian
saham-saham di 5 anak usahanya. 

Ironisnya, gara-gara hendak
menambah penyertaan saham di 3 anak usahanya, BNBR terlilit utang yang
akhirnya membuat perseroan memutuskan menjual sebagian besar anak-anak
usahanya.

Hingga saat ini, baru ELTY dan UNSP yang sudah
mencapai tahap penyelesaian transaksi penjualan. Nilanya hanya US$ 56
juta, jauh dari jumlah utang perseroan. Penjualan sebagian saham BUMI
hingga saat ini masih dalam proses negosiasi. Begitu juga dengan BTEL
dan ENRG.

Akibat masih besarnya jumlah utang yang masih harus
diselesaikan BNBR, investor-investor yang memegang saham ELTY, UNSP dan
BTEL (saham grup Bakrie yang sudah dibuka suspensinya) menjual secara
besar-besaran portofolionya yang menyebabkan harga saham ketiganya
ambruk.

Nasib saham-saham grup Bakrie terus ambruk hingga kena
auto rejection bawah selama 5 hari berturut-turut sejak suspensi
dibuka. Para analis mengatakan manajemen grup Bakrie harus segera
menyelesaikan masalah-masalahnya agar kinerja seluruh sahamnya tidak
ambruk.(dro/ir)


      

Kirim email ke