Wah, Pak Hendrik nostalgia ke masa lalu nih...

Ada yg ngomongin Dow Jones tahun 1929 ya? Jadi teringat Black 
Thursday dan Black Tuesday. Mungkin bila dilihat artikel yang satu 
ini: http://id.wikipedia.org/wiki/Runtuhnya_Wall_Street_1929


SIAP2 BULU KUDUK ANDA MERINDING SAAT MENDENGAR CERITA INI

Setelah periode 5 tahun yang mengagumkan dimana indeks Dow Jones
Industrial Average (DJIA) mencapai puncaknya di angka 381.17 pada
tanggal 3 September 1929, pasar kemudian menukik turun dengan cepat
selama sebulan hingga turun sebesar 17%. Lalu kemudian pasar pulih
kembali minggu berikutnya meskipun tidak mencapai 50% dari penurunan
yang terjadi pada minggu sebelumnya. Sayang, pulihnya pasar hanya
berlangsung sekejap saja, dan setelah itu kembali menukik turun dengan
tajamnya pada hari Kamis tanggal 24 Oktober 1929 (sehingga disebut
"Black Thursday" atau "Kamis Hitam"). Kurang lebih tiga belas juta saham
ditransaksikan pada hari itu, dan menjadi rekor transaksi di AS.

Pada hari Jum'at tanggal 25 Oktober jam 13.00, beberapa pimpinan bank
terkemuka di Wall Street mengadakan pertemuan guna mencari jalan keluar
untuk mengatasi kepanikan pada lantai perdagangan di bursa NYSE. Hadir
dalam pertemuan tersebut Thomas W. Lamont, wakil pimpinan Morgan Bank;
Albert Wiggin, pimpinan Chase Manhattan Bank; dan Charles E. Mitchell,
presiden dari Citibank. Mereka kemudian menunjuk Richard Whitney, wakil
presiden dari bursa untuk mewakili mereka. Dengan adanya dukungan penuh
dari perbankan terkemuka di Wall Street, Whitney menempatkan penawaran
(bid) atas saham U.S. Steel dalam jumlah lot yang besar sekali pada
harga diatas harga pasar. Sewaktu para pialang terpesona oleh tindakan
Whitney ini, ia pun kembali melakukan penawaran yang serupa pada
saham-saham unggulan ( saham bluechip) . Taktik ini serupa dengan taktik
yang digunakan guna mengakhiri kepanikan pada 1907, dan berhasil meredam
penurunan harga lebih dalam lagi pada hari itu. Namun itu semua ternyata
hanya berlangsung sementara saja.

Sepanjang akhir pekan, kejadian tersebut didramatisasi oleh surat kabar
keseluruh Amerika. Pada hari Senin tanggal 28 Oktober kian banyak
investor yang memutuskan untuk keluar dari bursa dengan menjual
kepemilikan sahamnya dan kejatuhan harga makin menjadi-jadi hingga
mencapai penurunan sebesar 13% pada indeks Dow pada hari itu. Keesokan
harinya pada tanggal 29 Oktober 1929 terjadilah apa yang dinamakan
"Black Tuesday" (Selasa Hitam) dimana terjadi transaksi 16,4 juta saham,
suatu angka yang memecahkan rekor yang dibuat 5 hari sebelumnya dan ini
tidak pernah terjadi lagi hingga tahun 1969.

Richard Salsman menulis bahwa pada tanggal 29 Oktober tersebut beredar
suatu desas-desus bahwa presiden Herbert Hoover tidak akan melakukan
veto atas Smoot-Hawley Tariff dan ini membuat harga saham makin jatuh
lebih dalam lagi "[4] William C. Durant bersama-sama anggota keluarga
Rockefeller dan raksasa industri finansial lainnya melakukan pembelian
sejumlah besar saham guna menunjukkan kepada publik kepercayaan mereka
atas pasar , namun upaya mereka gagal menghentikan jatuhnya harga pasar.
DJIA mengalami penurunan sebesar 12% lagi pada hari itu. Alat pencatat
transaksi tidak berhenti bekerja hingga pukul 19.45 hari itu. Pasar
mengalami kerugian sebesar 14 milyar USD pada hari itu, sehingga total
kerugian pada minggu itu telah mencapai nilai 30 milyar USD, 10 kali
lipat dari anggaran belanja tahunan pemerintah federal Amerika Serikat,
dan lebih besar dari seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Amerika guna
membiayai Perang Dunia II .[5]

Angka terendah sementara dicapai pada tanggal 21 November, dengan angka
penutupan Dow pada angka 198.6. Pasar mengalami pemulihan sementara
untuk beberapa bulan pada angka tersebut dengan dicapainya kenaikan pada
Dow hingga mencapai puncaknya pada angka 294.0 di bulan April 1930.
Pasar mulai bangkit kembali pada bulan April 1931 namun tidak sampai
akhir tahun 1932 dimana indeks Dow ditutup pada angka 41.22 pada tanggal
8 Juli, yang merupakan penurunan sebesar 89% dihitung dari puncak indeks
sebelumnya. Ini adalah nilai pasar yang terendah sejak abad ke 19..[6]

Dalam penelitiannya, Salsman menyatakan bahwa "hingga bulan April 1942,
harga saham Amerika baru mencapai 75% dibawah puncak harga pada tahun
1929 dan tidak pernah mencapai kembali pada tingkat harga tersebut
hingga bulan November 1954—atau seperempat abad setelahnya."[4]

Kehancuran tersebut terjadi setelah ledakan spekulatif yang terjadi pada
periode tahun 1920an dimana jutaan warga Amerika melakukan investasi
besar-besaran pada bursa saham, hingga menggunakan dana pinjaman guna
membeli saham. Pada bulan Agustus 1929, para pialang secara teratur
memberikan pinjaman bagi investor kecil melebihi dari 2/3 nilai saham
yang dibeli investor kecil tersebut. Sebanyak 8,5 milyar USD disalurkan
sebagai pinjaman, lebih besar dari jumlah uang yang beredar di Amerika
saat itu. [7] Meningkatnya harga saham merangsang orang untuk melakukan
investasi , mereka berharap harga saham akan meningkat lebih tingi lagi.
Spekulasi inilah yang menjadi pemicu dari kenaikan harga saham pada saat
itu dan menciptakan "gelembung ekonomi" (economic bubble). Rata-rata
nilai P/E (price to earnings ratio) dari saham komposit S&P adalah 32.6
pada bulan September 1929 [8], yang jelas-jelas diatas dari angka normal
dalam catatan sejarah.

Pada tanggal 24 Oktober 1929 (dimana Dow barusan mencapai puncaknya pada
tanggal 3 September di angka 381.17), pasar kembali berbalik arah
menukik tajam lagi dan panik jual melanda bursa kembali. 12.894.650
saham ditransaksikan pada hari itu dimana orang-orang telah mengalami
rasa putus asa untuk mencoba meredakan situasi ini. Penjualan massal
menjadi suatu faktor pendukung dari terjadinya Great Depression.
Bagaimanapun juga para ahli ekonomi dan sejarah terus menerus memiliki
perbedaan pandangan tentang makna kehancuran ini bagi Great Depression



Ada quote penting dari Richard M. Salsman:

"Siapapun yang membeli saham pada pertengahan tahun 1929 dan
menyimpannya maka ia akan melewati masa tuanya tanpa pernah melihat
harga sahamnya kembali pada harga sewaktu saham tersebut dibelinya."


Bagaimanapun ada beberapa pelajaran yang bisa diambil:


1. INTERVENSI PEMERINTAH TIDAK AKAN BANYAK MENOLONG. Ada kemiripan kan
antara kondisi 1929 dengan 2008? Kalo di tahun 2008 ada bailout, pada
1929, pemerintah melakukan pembelian besar2an saham di atas harga pasar
untuk meredakan kepanikan di Wall Street, tapi toh seperti menggarami
lautan. Warren Buffet membeli Goldman Sachs & General Electric di 2008,
demikian pula Rockefeller pada 1929.

2. JANGAN MAIN PAKE MARGIN

3. DISIPLIN CUT-LOSS, seperti kata Mbah
--- In obrolan-bandar@yahoogroups.com, "hendrik_lwww" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Ada 2 kejadian terburuk dalam sejarah BEI,
> Pertamam di akhir tahun 1999 hingga awal 2001, index BEI Turun dari
> 710 highnya ke 340 (low) atau penurunan lebih dari 50% dalam waktu
> 1,5 tahun,
>
>
> Dan yang kedua adalah yang baru - baru  ini terjadi  dimana BEI teleh
> turun dari high 2800 ke low 1592 atau turun sekitar 40%.
>
>
> NAMUN. Pada kejadian pertama, setelah BEI turun ke lowestnya di tahun
> 2001. BEI mengalami SUPER BULLISH yang berkepanjangan selama 7 TAHUN,
> dari tahun 2001 ke 2008 sebelum akhirnya jatuh lagi. APAKAH ini
> merupakan suatu signal bahwa BEI harus Turun hingga 1400 (turun 50%
> dari 1800) sebelum akhirnya 7 tahun lagi BULLISH ?
>
>
> Tidak ada yang tau, tapi saya merasa BOTTOM IS SO NEAR....
> Seikit lagi, might be 1400-1600.. jika itu terjadi, maka sebentar
> lagi BEI akan BULLISH namun tentunya ke 1400 dulu..
> Tidak akan lama lagi...
>
>
> Sektor apa yang akan memimpin?
> Jika di tahun 2001 - 2007, Sektor keuangan / banking memimpin
> kemudian ditunjang oleh KOMO, apakah kali ini juga demikian?...
> We'll see..
>
>
> Sampai saat ini belum jelas juga bagi saya sektor apa yang akan
> memimpin tapi sejatinya indikator pertumbuhan ekonomi itu adalah :
> Infra, Property, Konsumer dan Banking,
>
> chart and more :
> http://dolgado.blogspot.com/2008/10/habis-gelap-terbitlah-terang-part-
> 1.html
>
> melengkapi dari postingan pak JSX TRADER
> http://dolgado.blogspot.com/2008/10/habis-gelap-terbitlah-terang-part-
> 2.html
>

Kirim email ke