PTBA sudah 15200, target 32000, ayo jangan ketinggalan. BUMI udh 8150 target 10000, ITMG 33850 (pagi ini naik serebu lebih udah).. wah rame serbbuuuuu....
Ini berita di Kompas yg hari ini ttg Batu Bara Pertambangan *Dimulainya "Musim Berburu" Batu Bara* Jumat, 6 Juni 2008 | 00:26 WIB Oleh *Reinhard Nainggolan* Harga batu bara yang terus melambung mendorong banyak pihak memburu tambang batu bara. Tidak hanya operator pertambangan, tetapi juga perusahaan—yang sebelumnya sama sekali tidak bergerak di sektor itu. Mereka seakan berlomba-lomba membeli kuasa pertambangan atau sekaligus mengakuisisi perusahaan tambang batu bara yang sudah lama beroperasi. Direktur Keuangan PT United Tractor Tbk Gideon Hasan bahkan sesumbar kepada sejumlah wartawan, Jumat (16/5) di Jakarta, "Ada yang tahu enggak siapa mau jual tambang batu bara. Kalau ada, tolong disampaikan kepada kami." Hal itu disampaikan Gideon seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan United Tractor yang salah satu agendanya membahas langkah perseroan mengembangkan sayap di industri pertambangan. United Tractor memang tidak lagi dikenal hanya sebagai perusahaan penjualan dan pemeliharaan alat berat. Sejak tahun lalu, perusahaan itu melakukan ekspansi ke industri pertambangan batu bara dengan mengakuisisi dua perusahaan pertambangan. Pertama, PT Dasa Eka Jasatama yang memiliki lokasi tambang sekitar 12.500 hektar di Kalimantan Selatan dengan cadangan batu bara 38 juta ton dan nilai akuisisi 85 juta dollar AS atau sekitar Rp 780 miliar. Kedua, PT Tuah Turangga Agung yang memiliki lokasi tambang sekitar 5.000 ha di Kalimantan Tengah dengan cadangan batu bara 35-40 juta ton dan nilai akuisisi mencapai 115 juta dollar AS atau sekitar Rp 1 triliun. Pada tahun pertama operasinya, Dasa Eka Jasatama langsung memberikan pendapatan yang cukup besar, yaitu Rp 1,6 triliun atau sekitar 9 persen dari total pendapatan United Tractor tahun 2007 sebesar Rp 18,17 triliun. Tidak heran, setelah mengakuisisi dua perusahaan pertambangan, United Tractor masih ingin mengakuisisi perusahaan pertambangan batu bara lainnya. "Sekarang kami masih terus mencari-cari," kata Gideon. *Langkah Medco Group* Langkah ekspansi lintas sektor juga dilakukan Medco Group. Setelah sukses dalam bisnis perminyakan, gas, dan energi, perusahaan milik keluarga Arifin Panigoro itu menyatakan akan ekspansi ke sektor pertambangan dan perkebunan. "Kami akan mengakuisisi sejumlah kuasa penambangan batu bara di Papua, Kalimantan, dan Sumatera," kata Komisaris Utama Medco Energi International Tbk Hilmi Panigoro, Mei lalu. Untuk merealisasikan rencana ekspansi itu, Medco Group mendirikan divisi Medco Mining dan Medco Agro dengan investasi awal sekitar 50 juta dollar AS atau sekitar Rp 460 miliar. Perkembangan industri batu bara juga disambut perusahaan pertambangan dengan langkah yang lebih agresif. Saat ini, mereka tidak hanya meningkatkan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi, tetapi juga sedang getol-getolnya mengakuisisi perusahaan pertambangan batu bara. PT Timah Tbk yang dikenal sebagai produsen timah terbesar kedua di dunia, misalnya, pada semester kedua tahun ini akan mengakuisisi tiga perusahaan yang memiliki empat lokasi tambang batu bara di tiga provinsi: Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan. Keempat lokasi tambang itu memiliki cadangan batu bara sedikitnya 50 juta ton. Direktur Utama PT Timah Wachid Usman menerangkan, akuisisi senilai Rp 2 triliun itu merupakan upaya PT Timah memperkuat posisinya dalam industri tambang batu bara yang akhir-akhir ini menunjukkan prospek sangat cerah. Menurut Wachid, di tengah permintaan batu bara yang cukup tinggi, saat ini produksi tambang batu bara milik PT Timah di Kalimantan Selatan justru menurun, hanya tinggal 1,6 juta ton per tahun. Setelah akuisisi, produksi batu bara PT Timah diharapkan meningkat menjadi 5 juta ton per tahun. "Untuk meningkatkan produksi, kami menilai mengakuisisi lokasi tambang batu bara yang sudah ada merupakan langkah paling tepat," kata Wachid. Sementara itu, PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk berusaha keras meningkatkan produksinya dengan cara mengembangkan infrastruktur transportasi angkutan batu bara, baik darat maupun laut. Perusahaan BUMN yang memiliki cadangan batu bara sekitar 6,07 miliar ton di Tanjung Enim itu akan bekerja sama dengan PT Kereta Api mengembangkan dua jalur kereta api, dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Tarahan dan dari Tanjung Enim ke Dermaga Kertapati, Sumatera Selatan. Pembangunan jalur kereta api senilai Rp 6,39 triliun itu bertujuan meningkatkan kapasitas pengangkutan batu bara Bukit Asam yang saat ini hanya 8 juta ton per tahun menjadi 20 juta ton per tahun. Bukit Asam sebenarnya juga berencana akan mengakuisisi PT Pelayaran Bahtera Adhiguna, perusahaan BUMN yang berpengalaman dalam pengangkutan batu bara. Akuisisi itu dilakukan untuk mengoptimalkan pendistribusian batu bara, baik ke dalam negeri maupun luar negeri. Sayangnya, rencana ini ditolak jajaran pemegang saham. *Paling dicari* Batu bara memang menjadi salah satu komoditas yang paling dicari di dunia. Harga minyak bumi yang kini telah mencapai rata-rata 130 dollar AS per barrel memaksa kalangan industri mengonversi bahan baku energinya dari minyak bumi ke batu bara. Di ujungnya, kebutuhan baru bara dunia juga meningkat tajam. Data World Coal Institute menunjukkan, konsumsi batu bara dunia pada tahun 2006 mencapai 5,33 miliar ton atau meningkat 42 persen dibandingkan dengan konsumsi tahun 2000. Di Indonesia, pemakaian batu bara pada tahun 2000 baru sekitar 19,3 juta ton, tetapi tahun 2007 meningkat menjadi sekitar 50 ton. Peningkatan itu pun meroketkan harga batu bara sampai 400 persen dalam waktu lima tahun terakhir. Jika pada 2003 harganya baru sekitar 30 dollar AS per ton dan tahun 2004 sekitar 40 dollar AS per ton, kini pasaran batu bara di Newcastle Thermal Coal sudah mencapai 125-135 dollar AS per ton. Banyaknya pihak yang memburu komoditas itu akhirnya mengangkat nilai lokasi atau perusahaan tambang batu bara. "Sejak dua tahun terakhir harga lokasi tambang batu bara meningkat 20-30 persen per tahun," kata Gideon. *Dampak di pasar modal* Di bidang pasar modal, perkembangan industri batu bara telah mendongkrak harga saham perusahaan-perusahaan terkait ke level yang mencengangkan. Pada Juni 2006, rata- rata harga saham PT Tambang Batubara Bukit Asam hanya Rp 3.150 per saham, tetapi pada 2 Juni lalu Rp 14.700 per saham atau meningkat 366 persen. Peningkatan yang lebih dahsyat lagi dialami oleh saham PT Bumi Resources Tbk milik pengusaha yang juga Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie. Pada Juni 2006, rata-rata harga saham induk perusahaan PT Kaltim Prima Coal (produsen batu bara terbesar di Indonesia) ini hanya Rp 770 per saham, tetapi pada 2 Juni lalu mencapai Rp 7.750 per saham atau meningkat 900 persen. Peningkatan yang cukup spektakuler itulah yang mendongkrak posisi Aburizal Bakrie menjadi orang terkaya nomor satu di Indonesia. Batu bara memang telah menjadi salah satu sumber pengumpul kekayaan para pengusaha. Kebutuhan batu bara dunia diperkirakan masih akan terus meningkat seiring dengan harga minyak bumi yang terus melambung. Dengan demikian, "musim perburuan" terhadap lokasi-lokasi tambang batu bara, baik yang sudah beroperasi maupun belum, sepertinya sudah dimulai dan bahkan masih akan terus berlanjut.