Dulu Sri Mulyani bilang krisis, sekarang Miranda. What's up with you girls?
Regards, DE Miranda S. Goeltom: HARGA KOMODITAS BISA PICU KRISIS Dadan Kuswaraharja - detikfinance Jakarta - Jika 10 tahun silam krisis dipicu oleh guncangan mata uang, maka ancaman krisis pada saat ini bisa saja dipicu oleh harga komoditas. Untuk itu, pergerakan harga komoditas perlu terus diwaspadai. Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom mengatakan, harga komoditas juga menjadi perhatian BI, karena bukan tidak mungkin harga komoditas akan menyebabkan krisis baru. "Apakah anda dapat bayangkan jika harga minyak jadi US$ 150-200, apa yang terjadi terhadap dunia ini? Pasti ada yang kena ada yang tidak kena, kita bisa terkena imbasnya," ujar Miranda dalam diskusi 10 tahun krisis di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (26/7/2007). "Tidak ada yang salah dengan kebijakan di dalam negeri, tidak ada yang salah dengan makroekonomi, tapi shock bisa datang dari harga komoditas. Kalau dulu kan syoknya dari nilai tukar dan perbankan. Ini bisa dari harga komoditas karena ketidakseimbangan global," imbuhnya. Namun Mranda melihat kemungkinan Indonesia untuk kembali krisis sangat kecil. Meski demikian, BI tetap akan menambah beberapa early warning indicator sehingga bisa lebih siap jika krisis menghadang di depan mata. "Likelihood of crisis, sekarang menurut saya meager tapi kita gak boleh santai, karena banyak yang belum kita tahu, apa yang harus dilakukan adalah kita meningkatkan early warning indicator, segala macam informasi kita langganan, kita dapat, kita desain informasi e-reporting system," ujarnya. Kondisi sekarang dengan dulu sudah jauh berbeda. Menurut Miranda, dulu meski krisis melanda, ekses likuiditasnya kecil tidak seperti sekarang, dimana likuiditas di pasar global melimpah ruah. "Dulu tidak ada ekses liquidity global seperti sekarang. Ekses liquidity meningkatkan creativity, terutama buat fund manager yang harus menghasilkan duit," ujarnya. Yang kondisinya sama adalah pasar keuangan yang belum dalam (deep) sehingga produk-produk pasar modal belum banyak.