Pedagang Mangga Dua Nyambi Main Saham Kamis, 28 Mei 2009
Oleh : Dede Suryadi Para pedagang di Mangga Dua Jakarta banyak yang piawai bermain saham. Kendati jadi pendapatan sampingan, nilai portofolio investasi mereka tak sedikit, bahkan ada yang di atas Rp 10 miliar. Bagaimana mereka mendulang untung dari saham ini? Waktu menunjukkan pukul 9 pagi. Sentra Investasi Danareksa (SID) yang berada di kompleks pertokoan Mal Mangga Dua Jakarta sudah ramai. Tak hanya karyawan SID, tapi para nasabahnya yang pemain saham pun tak kalah banyak. Koran-koran nasional dan televisi yang menyiarkan perkembangan info bisnis ekonomi baik dari dalam dan luar negeri disuguhkan pihak SID kepada nasabahnya. Para nasabah itu sudah bersiap-siap di depan komputer menyambut sesi pertama perdagangan saham dibuka. Mereka pun berdiskusi. Tentu tak jauh-jauh, yang dibicarakan adalah seputar transaksi saham. Memang, hampir semua nasabah itu adalah trader saham yang hampir setiap hari mendatangi SID. Di antara mereka, ada yang berusia muda, ada pula yang pensiunan berambut putih. Tampak Rudy Ruslim, Manajer Penjualan SID, sibuk melayani nasabah yang ingin mendapatkan info terkini tentang saham. Sayang, karena kesibukannya, Rudy tak bersedia diwawancarai SWA. Dari sejumlah nasabah SID yang ada, terlihat Halim sudah duduk manis di depan komputer yang online dengan bursa. Ia tampak sangat piawai menganalisis secara teknis pergerakan saham di layar. Tak jarang, ia terlibat pembicaraan dengan teman-temannya tentang sebuah emiten yang masuk dalam portofolio investasi mereka. Halim adalah salah seorang trader saham yang juga pedagang di Mangga Dua. Lulusan Manajemen Unversitas Tarumanagara ini merupakan generasi kedua pemilik toko obat herbal bernama Javaherbs di ITC Mangga Dua. Di sinilah sebenarnya Halim mencari nafkah. Jangan heran, ia pun sangat menguasai soal obat herbal. Bahkan, Halim terus mengembangkan bisnis keluarganya itu. Adapun bermain saham adalah pekerjaan sampingan yang ditekuninya sejak 1995. Meski demikian, bermain saham sepertinya tak bisa dilepaskan dari hidupnya. Malah bisa dbilang, Halim hampir setiap hari datang ke SID untuk bertransaksi. Apalagi kalau tokonya sedang sepi pelanggan atau bursa saham sedang menarik, sudah pasti ia mampir ke SID. “Saya lebih suka datang langsung ke Danareksa, karena dapat banyak info dan secara psikologis bisa merasakan investor lainnya,” katanya memberi alasan. Ia juga memilih SID karena dekat dengan tokonya dan juga merasa aman karena milik pemerintah. Pria berusia di bawah 40 tahun ini mulai nyemplung ke dunia saham bersama teman-temannya 14 tahun lalu. Saat itu, dirinya yang masih mahasiswa sharing dengan temannya untuk modal investasinya. Akhirnya, ia pun bermain dengan modal sendiri. Halim mengingat, saat pertama kali bermain saham, ia mengoleksi saham Indah Kiat, Tjiwi Kimia dan Astra International. “Pertama kali main saham sebesar Rp 50-60 juta. Itu modal sendiri,” ia mengungkapkan. Namun, Dewi Fortuna belum berpihak kepadanya. Saat krisis 1997, Halim mengalami kerugian besar. Hampir seluruh portofolio investasinya ambrol. Saat krisis, kendati sudah banyak belajar tentang saham, baik analisis teknis maupun fundamental, ia tetap saja merugi. “Saat krisis ada hal yang di luar kendali, maka saya menjual semua portofolio. Padahal, itu posisi yang salah,” ujarnya seraya terkekeh. Padahal, kalau sabar saja dan tidak melepas saham-sahamnya, dalam jangka empat tahun ke depan posisi sudah meningkat lagi. Meski sedikit trauma, Halim tak jera mencoba peruntungannya lagi di saham pada 1999. Hanya saja, investasi yang dibenamkan dilakukan secara bertahap dan relatif tak terlalu besar. “Saat kembali berinvestasi, saya mulai hanya dengan Rp 20 juta,” ungkapnya lagi. Sekarang, koleksi portofolio saham Halim ada di perusahaan tambang PT Central Korporindo International Tbk./Cenko (CNKO), perusahaan kimia PT Budi Acid Jaya (BUDI), perusahaan farmasi PT Pyridam Farma Tbk. (PYFA) dan perusahaan properti PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI). Portofolio terbesarnya (70%) di Budi Acid. Diperkirakan nilai investasinya di saham ini mencapai ratusan juta rupiah. Bicara upaya memaksimalkan keuntungan (profit taking), tak ada patokan khusus bagi Halim. Namun, rata-rata yang selama ini ia lakukan adalah kalau persentase kenaikan sahamya sudah mencapai 30%, ia mulai melepas saham yang dipegangnya. Dan, biasanya saat ia masuk ke saham, ia mengawali investasinya sekitar 10% saja dari kemampuan daya belinya. Namun, kalau tiba-tiba terjadi penurunan, ia bisa masuk lagi hingga 30%-40%. Jadi, bisa membeli lebih banyak di harga murah. “Saya berupaya tidak serakah dan berinvestasi dengan hati-hati,” ujarnya mengungkap kiat investasinya. Memang, kalau diperhatikan, rata-rata para pedagang Mangga Dua ini lebih memilih saham lapis dua yang volatilitasnnya relatif tinggi, sehingga mampu membukukan capital gain dalam tempo cepat. ”Kalau sahan blue chips, kurang diminati karena kurang volatile,” ujar Wahyu Indrawan, Manajer Cabang PT Dongsuh Securities. Saham-saham Grup Bakrie juga jadi incaran, seperti Bumi Resources (Bumi). Memang, sebelumnya Bumi bertengger di papan atas. Namun, saat krisis dan harganya meluncur ke bawah, jadi incaran empuk para trader. Di Dongsuh sendiri cukup banyak pedagang Mangga Dua yang bermain saham. “Dari total nasabah kami, sekitar 20%-nya adalah pedagang di sekitar Mangga Dua dan Pasar Pagi,” kata Wahyu. Tentu, Wahyu tak kenal mereka satu per satu. Yang pasti, ada empat pedagang yang dia ingat. Malah, di antara mereka itu ada yang suami-istri. Mereka sudah lima tahun lebih bermain saham. Sayang, dari keempat investor ini, tak ada seorang pun yang mau diwawancarai. Dulu, menurut Wahyu, mereka hanya mencoba-coba bermain saham dengan investasi yang kecil dan diajari pihak Donngsuh. Lama-lama setelah mahir dan bisa bertransaksi sendiri, mereka menambah investasinya. “Awal-awal, total investasinya rata-rata Rp 100 juta. Sekarang sekitar Rp 10 miliar per orang, bahkan bisa lebih,” katanya menginformasikan. Mereka sekali membeli saham sebanyak 40 lot atau sekitar Rp 200 juta. Cara mereka bertransaksi, ada yang datang setiap hari, tapi ada pula yang hanya lewat telepon. Rio, investor saham yang juga pemilik toko barang pecah belah, setiap hari datang ke Dongsuh untuk jual-beli saham atau sekadar memperhatikan pergerakan harga saham-saham di pasar. Wajar mereka seperti itu, karena tujuan mereka bermain saham adalah untuk mencari tambahan pendapatan. Memang yang namanya berdagang, kadang sepi kadang ramai pembeli. “Nah, kalau lagi sepi, mereka akan datang ke sini,” ujar Wahyu. Mereka pun ada yang tertarik main saham karena cerita dari temannya atau dari mulut ke mulut. Bahkan, tak sedikit yang diajak dan diajari temannya yang sudah lama bermain saham. “Saya masih baru bermain saham ini, yang lain saja kalau mau diwawancarai,” kata Widodo yang dicegat SWA ketika sedang bertransaksi di SID. Pemilik toko pakaian di ITC Mangga Dua ini juga lebih banyak mengoleksi saham-sama second liner. Para pedagang ini memang potensial digarap. Pasalnya kalau mereka tertarik, investasinya relatif besar. Tak mengherankan, di wilayah Mangga Dua dan Pasar Pagi terdapat sejumlah galeri sekuritas. Selain Dongsuh dan SID, juga ada perusahaan sekuritas lainnya seperti Sinarmas, Trimegah, Mandiri, Bhakti dan Sarijaya. Sejumlah sekuritas ini memang berupaya menjemput bola dengan cara mendekatkan diri dengan target pasarnya. Tak jarang pula diterjunkan tim pemasaran yang menggarap para pedagang di dekat kantornya itu. Wahyu memperkirakan, para pedagang yang bermain saham di wilayah Mangga Dua sebanyak 5% dari total pedagang yang ada. “Diperkirakan total investasi para pedagang itu lebih dari Rp 50 miliar, atau bahkan ratusan miliar,” ujarnya menduga-duga. Dengan melihat perputaran investasi sebesar itu, wajar perusahaan sekuritas rela membuat cabangnya di wilayah Mangga Dua. Apalagi, nasabahnya tak hanya pedagang, tapi juga dari sejumlah profesi lainnya. Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com