Kenaikan harga saham PT Bumi Resources (BUMI), Kamis (14/5) mulai
tertahan bahkan diprediksikan ditutup melemah. Saham produsen batubara
thermal ini memang sudah menguat tajam sebelumnya sementara faktor
eksternal kurang kondusif.


Bayu Nugroho, Fund Manager PT Valbury Asia Securities mengatakan
penguatan saham BUMI sebelumnya terjadi akibat valuasinya yang masih
rendah. Karena itu, saham sejuta umat ini sangat potensial untuk naik. 
Dengan kata lain, investor masih mengacu terhadap historical trade
di mana BUMI pernah mencapai level tertinggi pada angka Rp 8.550 pada
Juni 2008 lalu. Karena itu investor berani memborong saham sejuta umat
ini. 
“Selain itu saya tidak melihat indikasi lain yang menyebabkan
kenaikan BUMI yang signifikan beberapa hari lalu. Saya juga tidak
melihat indikasi inside trading yang mengakibatkan saham BUMI melonjak sepekan 
terakhir,” katanya kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (14/5) siang.
Bayu memprediksikan, pergerakan BUMI hari ini akan ada di kisaran Rp
2.000 hingga Rp 2.150. “Tampaknya BUMI masih bisa bertahan pada kisaran
Rp 2.000 hingga Rp 2.025. Hari ini BUMI turun karena pasar juga
terkoreksi,” paparnya. 
Ia memprediksikan hingga besok, pergerakan saham BUMI akan
konsolidasi terlebih dahulu karena kenaikan sebelumnya yang sangat
kencang. “Saya rekomendasikan hold untuk BUMI bagi yang sudah memegang saham 
ini dan bagi yang belum seharusnya menunda pembelian,” ucapnya.
Siang ini BUMI ditransaksikan melemah 150 poin (6,81%) ke level Rp
2.050. Harga tertinggi BUMI mencapai Rp 2.150 dan terendah Rp 2.025.
Volume transaksi BUMI mencapai 807,6 ribu lembar saham senilai Rp 843,9
miliar dengan frekuensi 7.915 kali. 
Mengenai kemungkinan terjadinya aksi goreng-menggoreng saham BUMI,
Bayu mengakui tidak melihat hal itu. Ia juga tidak melihat kaitan
antara penguatan BUMI dengan repo-repo Grup Bakrie. “Kenaikan harga
BUMI kemarin-kemarin itu merupakan sesuatu yang wajar karena harganya
memang masih murah,” tambahnya.
Ditanya perihal sebagian besar analis asing yang merekomendasikan sell untuk 
BUMI, Menurut Bayu karena asing lebih melihat good corporate governance
(GCG) BUMI. Asing lebih melihat keterbukaan informasi dalam kasus-kasus
repo Bakrie Group. “Mereka belum mengetahui secara tepat posisi
reponya,” imbuhnya.
Namun demikan, jika dilihat dari kecenderungan pasar, sebenarnya
BUMI masih menarik bagi investor karena market kapitalisasinya yang
besar di bursa. “Karena likuiditas inilah yang menyebabkan investor
lebih mudah melakukan aksi jual maupun beli dan karena itu sahamnya
laku,” pungkasnya. [E1]



      

Kirim email ke