yuhuiiiii..kalau di Hongkong mungkin simpan di Safe Deposit Box itu
benar-benar aman (Safe). Tapi di Indonesia, hmmm.hhmmmm.. mesti waspada juga
milih bank utk sewa SDB, lha wong sudah ada beberapa kali kasus simpanan di
SDB yang lenyap tak berbekas tanpa tanda dicongkel tuh SDBnya. Malahan bisa
jadi incaran oknum bank yang jahat kalau harta berharga kita di simpan di
SDB bank. Mendingan beli brankas sendiri lalu tanam deh di tembok/lantai :D,
ngapain repot2 simpan uang di bawah bantal ..ntar malahan repot hilang tuh
duit saat bersih2 tuh bantal...hehehe just kidding

 

 

 

From: obrolan-bandar@yahoogroups.com [mailto:obrolan-ban...@yahoogroups.com]
On Behalf Of y_dizz
Sent: Tue, 07 Apr 2009 18:13 PM
To: obrolan-bandar@yahoogroups.com
Subject: [ob] Sekarang Trendnya Simpan Uang Di Bawah Bantal

 

Dulu saya ingat, di milis OB ada yang pernah mengejek saya ketika saya
bilang "Mending simpan uang di bawah bantal..!!". Kalo memang tidak ada lagi
bank dan sekuritas yang bisa dipercaya di negeri ini, simpan uang di bawah
bantal kayaknya bukan ide yang buruk deh. Coba baca artikel yang satu ini!

 

http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=61610

 

[ Minggu, 05 April 2009 ] 
Dahlan Iskan : Ikhtiar Para Pemilik Uang di Hongkong ketika Masa Krisis 
Tak Percaya Bank, Pilih Simpan di Kotak tanpa Bunga 

 
Banyak cara dilakukan orang untuk menyimpan atau menyelamatkan uang mereka
di masa krisis. Yang dilakukan sebagian orang di Hongkong ini cukup menarik.
Berikut catatan Dahlan Iskan yang tadi malam menempuh perjalanan ke Hangzhou
via Hongkong. 

---

Dalam perjalanan dari Hongkong ke Hangzhou tadi malam, saya bisa tahu apa
yang dilakukan sebagian pemilik uang di masa krisis seperti ini. Misalnya,
seperti yang diceritakan teman yang seperjalanan dengan saya ini. 

Dia orang Hongkong, bekerja sebagai eksekutif di beberapa perusahaan.
Umurnya kira-kira 60 tahun dan mengaku memiliki tiga anak yang semua sudah
dewasa. Dia bercerita bagaimana harus menyelamatkan uangnya ketika krisis
mulai melanda dunia (termasuk Hongkong) delapan bulan lalu. Dia buru-buru
mencairkan uangnya yang ada di beberapa bank. Lalu membawanya pulang dalam
bentuk cash. Melihat perkembangan krisis yang gawat saat itu, dia tidak
percaya bahwa uangnya akan selamat di bank-bank tersebut.

Namun, dengan tindakannya itu, dia belum juga merasa tenang. Dia merasa
apakah menyimpan uang di rumah seperti itu juga akan selamat? Baru beberapa
hari menyimpan uang di rumah, dia memutuskan kembali ke bank. Bukan untuk
mendepositokan atau menabungkan uangnya, melainkan untuk menyewa safety box,
kotak penyimpan barang berharga. Uangnya lalu dia masukkan ke kotak itu. Dia
kunci. 

Sebagaimana aturan yang berlaku, dia memegang satu kunci dan kunci yang satu
lagi dipegang pihak bank. Safety box lantas disimpan di bagian penyimpanan
yang biasanya tahan api di gedung bank tersebut.

"Kami melakukan itu karena waktu itu tidak tahu bank mana yang masih bisa
dipercaya," katanya. "Bayangkan, bank sebesar Lehman Brothers saja
bangkrut," tambahnya. "Karena itu, lebih baik saya amankan sendiri saja
dulu," lanjutnya. 

Setiap bulan dia lantas datang ke bank tersebut. Dia minta untuk bisa
melihat kotak itu, membukanya, melihat isinya dan menutupnya kembali.
Begitulah selama delapan bulan, setiap bulan dia menengok "bayi"-nya itu.
Juga untuk membayar sewa serta mengurus perpanjangan masa penyimpanannya.

Dia menyewa safety box yang besarnya dua kali kotak sepatu. ''Mula-mula mau
menyewa yang kecil saja, tapi tidak cukup. Lalu menyewa yang agak besar,''
katanya. Untuk itu, dia membayar sekitar Rp 100.000 sebulan. 

''Kalau ekonomi sudah stabil dan perbankan sudah baik, pasti saya akan
mendepositokan kembali uang itu,'' katanya. ''Tapi, biar dululah di situ.
Lihat-lihat perkembangannya,'' tambahnya. 

Dia tahu, dengan cara begitu, dirinya tidak bisa mendapat bunga. Bahkan,
justru harus keluar biaya penyimpanan. Namun, dia merasa itu masih lebih
baik daripada uangnya ''menguap''. 

Satu-satunya harapan adalah kalau nilai tukar uang tersebut membaik. Meski
tidak memperoleh bunga, bisa mendapatkan selisih kurs. Tapi, bisa juga
kursnya justru melemah sehingga secara kurs pun dia merugi. ''Kalau rugi,
tidaklah,'' katanya. 

''Saya menyimpannya kan dalam bentuk tiga mata uang. Saya kira-kira sendiri
saja mana mata uang yang aman dan nilainya masih akan terus meningkat,''
ujarnya. ''Salah satu di antaranya pasti renminbi,'' tambahnya. 

Dengan demikian, kalau kurs salah satu mata uang itu turun dan satunya naik,
masih bisa impas. ''Kalau tiga-tiganya turun semua, ya sudah nasib. Tapi,
turunnya kan tidak akan banyak,'' tambahnya.

Berapa banyak orang yang melakukan penyelamatan uang seperti itu? ''Banyak
sekali. Setiap bulan saya bertemu dengan orang-orang yang juga sedang
mengecek kotak penyimpanan uangnya,'' katanya. 

Dia tidak mau menyebutkan berapa nilai uang yang disimpan di situ. Namun,
dia mengatakan, itulah satu-satunya harta yang akan menjamin hari tuanya.
Dia memang punya sejumlah saham dan bond. Tapi, dengan ambruknya harga
saham, dia berharap agar uang cash-nya tidak ikut hilang.

Setiap hari orang Hongkong yang mengaku sering bepergian di Tiongkok-daratan
itu mengikuti perkembangan perekonomian dunia. Termasuk kabar terbaru
mengenai dimasukkannya Hongkong dan Macau ke daftar hitam negara-negara yang
tidak kooperatif dalam pelaksanaan sistem pajak yang baik. Artinya,
negara-negara itu (termasuk Cayman Island dan Malaysia) sering dipergunakan
oleh orang-orang yang mau menghindari pajak. 

Malaysia dimasukkan ke daftar itu karena memiliki pulau kecil bernama Labuan
(di lepas pantai Sabah) yang dijadikan pusat keuangan offshore. Yakni, orang
bisa secara administratif mendirikan perusahaan di situ tanpa harus membayar
pajak. Beberapa perusahaan Indonesia juga memilih berpusat di Labuan, meski
lebih banyak memilih berpusat di Mauritius, British Virgin Island, atau
Cayman Island.

Tiongkok, sebagai pemilik baru Hongkong dan Macau, ''mengamuk''
dimasukkannya dua wilayah itu ke daftar hitam. Ketika saya transit di
Hongkong kemarin sore, soal itu menjadi pembahasan talk show yang ramai.
Juga menjadi berita koran yang hot. ''Hongkong itu paling bagus dan terbuka
pajaknya. Kok dimasukkan ke daftar hitam,'' ujar Donald Tsang, pemimpin
tertinggi wilayah Hongkong. Yang benar, Hongkong memang mengenakan pajak
yang rendah. Tapi, soal sistemnya sangat baik.

Ternyata Presiden Prancis Sarkozy yang ngotot bahwa Hongkong harus
dimasukkan ke daftar hitam ''sorga pajak''. Itu diketahui ketika pertemuan
puncak kepala-kepala negara G-20 di London membahas soal perlunya
menertibkan sistem perpajakan di negara-negara yang selama ini dianggap
''surga pajak''. Mereka itulah yang dinilai ikut menjadi penyebab terjadinya
krisis global sekarang ini.

Harian South China Morning Post, koran berbahasa Inggris terbesar di
Hongkong, menceritakan bahwa Presiden Tiongkok Hu Jintao sampai bersitegang
selama 1 jam. Keduanya melakukan pembicaraan yang tegang itu di salah satu
pojok dari arena pertemuan puncak itu. Menurut harian tersebut, begitu
tegang dan lamanya pertentangan itu, Presiden AS Barack Obama sampai
mendatangi pojokan tersebut. Obama yang kemudian menengahi. Hu Jintao
rupanya berhasil. Dalam keputusan yang dibacakan tersebut, Tiongkok
(termasuk Hongkong dan Macau) dinyatakan tidak masuk daftar hitam. 

Pemilik uang di safety box di Hongkong tersebut sependapat dengan Sarkozy
bahwa peraturan di bidang keuangan harus ditetapkan dulu sebelum dilakukan
penggerojokan uang ke masyarakat dunia. Kalau tidak, uang yang digerojokkan
itu akan banyak yang masuk ke sektor spekulasi lagi.

Saya baru sadar bahwa pemilik uang satu box di sebuah bank di Hongkong
ternyata terkait langsung dengan sidang-sidang para kepala negara G-20 di
London itu. Buktinya, dia mengaku baru akan mengembalikan uang tersebut ke
sistem keuangan di perbankan setelah cukup kepercayaan kepada bank. Padahal,
kalau aturan sistem keuangan belum dituntaskan, kepercayaan kepada bank
(terutama bank-bank di negara maju) belum akan pulih. (kum)

Kirim email ke