Jakarta - Penurunan BI Rate masih bisa berlanjut sebagai salah satu bentuk BI merespons dampak krisis global. BI sejauh ini telah menurunkan BI Rate hingga ke level 7,75%.
Hal ini dikatakan oleh Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom ketika ditemui di kantor Menteri Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Selasa malam (17/3/2009). "Kita masih punya room untuk menurunkan suku bunga (BI Rate) selama itu berhati-hati. Di komunike G20 juga dikatakan kebijakan moneter yang konvensional itu bisa dilakukan selama tidak mengganggu price stabilility," tuturnya. Hasil pertemuan G20 di London belum lama ini memang menyepakati agar bank sentral negara anggota G20 terus melakukan pelonggaran kebijakan moneternya seperti penurunan suku bunga acuan sebagai stimulus moneter. Namun Miranda mengakui, penurunan suku bunga ini tidak efektif untuk mendorong kredit, sebab suku bunga kredit perbankan saat ini masih sangat tinggi. "Suku bunga di negara-negara tertentu sudah mendekati nol persen, nah di negara seperti Indonesia dan beberapa anggota G20 lainnya tentu masih banyak room untuk menurunkan suku bunga. Tapi efektivitasnya untuk memberikan lending, sementara ketidakpercayaan dan ketidapastian tinggi tentu tidak sebagus kalau situasi normal ya," paparnya. Karena itu negara-negara di dunia dalam pertemuan G20 juga dianjurkan mengkaji untuk menerapkan kebijakan moneter yang tidak konvensional karena penurunan suku bunga acuan saja tidak cukup. "Sebetulnya justru stimulus moneter berupa penurunan suku bunga itu tidak cukup untuk menstimulus ekonomi. Harus ada bentuk yang tidak konvensional, makanya seperti AS yang membeli toxic assets perbankan dan lembaga keuangannya," katanya. BI sendiri, dijelaskan Miranda, telah melakukan berbagai cara untuk mendorong perbankan giat mengucurkan kreditnya. "Kita sudah berbicara dengan bankir, lalu kita juga sudah memperlonggar aturan yang berhubungan dengan kredit ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko," pungkasnya.