Perang Proteksi Jum'at, 27 Februari 2009 - 11:02 wib
 Iman Sugema (dok Sindo)

Seperti yang sudah bisa diduga, proteksionisme di negara-negara maju kian
marak. Barack Obama mengusulkan "Buy American" yang mendapatkan banyak
kritikan pedas dari Uni Eropa.

Intinya, ini paket stimulus hampir USD800 miliar hanya untuk membeli barang
dan jasa made in America. Program semacam ini tentu dapat mengundang
retaliasi dari mitra dagang dan mengirimkan sinyal bahwa semua negara dapat
melakukan hal yang sama. Perang proteksi secara terbuka menjadi tak
terelakan, terutama di antara negara-negara besar.

Negara kecil, tentu, bisa juga ikut-ikutan. Namun, kita tentu harus maklum
bahwa program proteksi secara terang-terangan seperti itu hanya ditujukan
untuk memuaskan tuntutan publik domestik di negara yang bersangkutan. Dalam
kenyataannya, ini hanya sebuah program populis yang kemudian harus
diperhalus supaya tidak mengundang retaliasi atau pembalasan dari negara
lain.

Karena itu, kemudian nantinya bentuk proteksionisme yang betul-betul
dijalankan biasanya dilakukan secara tidak terang-terangan dan sangat
selektif, yaitu dengan cara menciptakan hambatan atau barrier. Ada yang
berbentuk hambatan teknis berupa syarat-syarat teknis dan kualitas yang
harus dipenuhi, ada pula yang menggunakan alasan kesehatan, karantina,
saniter, dan bahaya biologis.

Ada lagi yang menggunakan strategi antidumping. Barang-barang yang dikenai
hambatan juga biasanya sangat selektif, terutama yang memiliki pesaing
domestik. Intinya, barang impor semakin dipersulit masuk ke suatu negara.
Proteksi yang sangat selektif justru akan sangat merugikan negara berkembang
karena sulit untuk dibalas.

Pejabat di negara berkembang sering tidak memiliki kompetensi yang cukup
dalam menegosiasikan proteksi nontarif. Di samping itu, proteksi yang sangat
spesifik sangat menyulitkan untuk merumuskan retaliasi yang sepadan.

***

Melihat hal tersebut, tampaknya negara-negara maju tidak akan mengambil
jalan yang terang-terangan walaupun kini banyak politikus melontarkan slogan
nasionalisme. Namun, sebagai negara berkembang, kita justru harus lebih
waspada terhadap proteksi melalui cara yang tersamar karena dampaknya akan
jauh lebih merugikan.

Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan dalam mengantisipasi ini.
Pertama, Indonesia harus mempersiapkan tim negosiator yang andal dan dalam
jumlah yang banyak. Kalau ada 10 negara yang menerapkan proteksi terhadap
sekitar 25 produk, kita menghadapi 250 kasus dalam jangka waktu yang
bersamaan.

Problemnya memang kita tak memiliki negosiator yang cukup banyak sehingga
praktis akan banyak kasus yang tak bisa ditangani. Kedua, setiap asosiasi
komoditas harus menyiapkan tim negosiasi sendiri tanpa menunggu pemerintah.
Pejabat pemerintah akan terlalu sibuk dengan maraknya proteksi nontarif yang
sangat spesifik.

Karena itu, pengusaha yang menjadi korban proteksi harus proaktif dalam
mencari penyelesaian. Ketiga, agar kita dapat mempersiapkannya dengan baik,
kita harus bisa mengantisipasi kira-kira produk apa yang rawan proteksi.

Kaidah umumnya adalah bahwa proteksi akan lebih sering terjadi pada
produk-produk yang nilai transaksinya signifikan, kompetitor domestiknya
sedang mengalami kesulitan atau hampir bangkrut, penggunaannya dapat
disubstitusi oleh barang domestik walaupun tidak begitu sempurna, dan
mudahnya mencari alasan teknis.

Tampaknya dengan kriteria di atas, barang-barang yang akan mendapat hambatan
yang besar adalah kertas dan pulp, CPO, produk perikanan, garmen, alas kaki,
barang elektronik, suku cadang kendaraan bermotor, dan mainan anak. CPO dan
kertas merupakan produk yang sangat sensitif terhadap isu lingkungan.

Produk perikanan sangat sensitif terhadap isu kesehatan. Garmen, alas kaki,
barang elektronik, dan suku cadang kendaraan bermotor memiliki pesaing
domestik di negara maju yang sedang kolaps. Mainan anak sangat sensitif
dengan isu keamanan dan kesehatan anak.

Keempat, tentu kita sebagai negara berkembang dan berdaulat harus juga
pintar untuk melindungi diri sendiri. Kita perlu untuk merumuskan produk apa
saja yang patut kita beri proteksi. Jangan lupa bahwa produk-produk murah
dari berbagai negara berkembang akan membanjiri pasar domestik kita. Yang
harus kita waspadai adalah praktik dumping dan impor ilegal.

***

Setiap perusahaan, tak peduli dari negara berkembang atau negara maju, tentu
saat ini sedang mengalami kesulitan untuk mengatasi turunnya permintaan.
Negara-negara yang memiliki keleluasaan keuangan seperti China, Uni Eropa,
dan Amerika Serikat tentu tidak segan-segan memberikan subsidi besar-besaran
terhadap perusahaan mereka demi menghindari PHK massal.

Dengan demikian produk murah akan membanjiri pasar domestik Indonesia, bukan
hanya dari China, tetapi juga dari negara-negara maju. Dengan demikian,
adalah sudah saatnya kita memikirkan secara serius untuk melakukan proteksi
nontarif agar kita bisa menghindari PHK massal.

Sektor-sektor yang harus diberi perhatian khusus adalah yang padat tenaga
kerja dan memiliki nilai tambah yang tinggi. Sektor pertanian tampaknya akan
menjadi medan perang proteksi yang paling sengit. Di negara maju, petani
dianggap sebagai pihak yang lemah dan selalu mendapat bantuan dari
pemerintah dalam jumlah yang besar.

Karena itu, produk-produk pertanian dan olahannya akan dilempar ke pasar
negara berkembang dengan harga miring. Produk-produk massal yang melibatkan
proses produksi padat karya juga akan diperlakukan sama.

Dalam masa resesi, semua negara akan cenderung menyelamatkan diri
masing-masing. Karena itu, mengapa kita tidak mencoba menyelamatkan diri
sendiri? Jangan sampai pejabat kita terlalu percaya pada liberalisasi yang
di negeri asalnya saja sudah tidak laku.(*)
*
Iman Sugema
Peneliti InterCAFE,
IPB* *(sindo//jri) *

2009/2/28 dario kurniawan <darioamran1...@yahoo.co.id>

>     tapi saya rasa ga kaya tahun 1929-1935 deh si amrik..jaman udah beda
> NBA, NFL masih rame, film hollywood masih rame...paling ntar amrik obral
> senjata mereka yang nganggur di gudang buat bantu keuangannya...apa iya di
> amerika di perempatan lampu merah nantinya ada tukang asongan ama tukang
> ngamen, di bis kota ada ngamen? jangan ampe lah ga kebayang parah kaya
> gitu..
>
> Dario Amran
>
> --- Pada *Jum, 27/2/09, Kidod25 <kido...@yahoo.com>* menulis:
>
> Dari: Kidod25 <kido...@yahoo.com>
> Topik: [obrolan-bandar] Pdb amerika -6,2%
> Kepada: obrolan-bandar@yahoogroups.com
> Tanggal: Jumat, 27 Februari, 2009, 9:51 PM
>
>  Mmmm bakal tambah banyak yg jadi gembel di amrik
>
>
> ------------------------------
> Dapatkan nama yang Anda sukai!
> <http://sg.rd.yahoo.com/id/mail/domainchoice/mail/signature/*http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/>
> Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com.
>
> 
>

Kirim email ke