JAWA POS - [ Senin, 19 Januari 2009 ] 

http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=47220

(Menanti) Etika di Pasar Modal 






RENCANA aksi korporasi Bakrie Group, khususnya pengaruhnya pada saham PT
Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) awal tahun
ini adalah pertaruhan otoritas. BNBR yang tahun 2008 melakukan right
issue terbesar sepanjang sejarah pasar modal Indonesia pada harga Rp 500
senilai sekitar Rp 40 triliun, kini harganya tinggal Rp 50. Bahkan harga
bisa di bawah Rp 50 di pasar negosiasi. 

Saat ini, setahun kemudian -mungkin malah belum genap setahun, BNBR akan
merencanakan right issue lagi, yang tentunya nilainya triliunan juga.
Etiskah?

Inilah tantangan otoritas/ pemerintah yang bisa jadi tidak kecil, kalau
sampai ending-nya tidak menguntungkan investor. Buktinya, saat ini mulai
ada perlawanan investor. Kini mereka mengumpulkan kekuatan dan ingin
menempatkan wakil di group Bakrie, khususnya di BUMI. Perkiraan saya,
itu berat dilaksanakan. Namun kekuatan ini, kalau ternyata membesar dan
tidak diakomodir, bisa jadi dapat menjadi bumerang, karena mendekati
Pilpres.

Karena indikasi investor yang terjebak di saham kelompok ini cukup
besar, tidak hanya retail tetapi institusi, tidak hanya lokal, juga
asing, dan yang mungkin berhubungan dengan pilpres langsung, yaitu
politisi.

Sebagai catatan, kondisi saat ini tentu berbeda dengan kondisi
kasus-kasus terdahulu seperti kasus protesnya investor Lippo Life -LPLI-
yang keberatan perusahaan Lippo Life, tiba-tiba dijadikan perusahaan
dotcom. Padahal saat itu LPLI termasuk perusahaan yang mendapatkan premi
terbesar di tanah air. Perusahaan yang pendapatannya cukup jelas diganti
perusahaan yang pendapatannya kurang jelas, tentu akan membuat investor
merasa dirugikan. Kini, aman telah berubah.

Mungkin investor khawatir BUMI nanti mirip dengan kasus LPLI, jangan
sampai BUMI tiba-tiba kehilangan KPC dan Arutmin- sebagai lumbung
pendapatan, di samping akuisisi yang dianggap terlalu mahal dan kurang
terbuka. Kehilangan dua perusahaan itu akan sangat menekan BUMI, yang
tercatat sebagai salah satu perusahaan tambang batubara terbesar di Asia
bahkan dunia. 

Kekhawatiran itu wajar mengingat hasil riset perusahaan asing yang
men-downgrade BUMI, bahkan ada yang memasukkan kategori restricted. Dan
indikasi sell off investor asing sangat terlihat dua minggu di awal
tahun 2009. Perlawanan investor, untuk sementara terlihat pada
perdagangan Jumat (16/1), di mana BUMI sempat turun 10 persen di batas
bawah auto rejection, pada penutupan naik di batas atas auto rejection
20 persen.

Otoritas meminta investor bersabar. Namun Investor tidak hanya butuh
diminta sabar, tetapi investor lebih membutuhkan keterbukaan, etika dan
moralitas di pasar modal. 

Untung rugi adalah hal biasa dalam berbisnis, tetapi menjaga kepentingan
publik dan citra pasar modal Indonesia, dengan menerapkan aturan yang
ada, lebih penting. 

Leo Herlambang, Pengamat Pasar Modal

(leo.herlamb...@gmail.com)



Kirim email ke