INILAH.COM, Jakarta – Kegelisahan pemegang saham PT Bumi Resources (BUMI) seakan tiada henti. Akuisisi yang dilakukan perseroan diragukan berbagai pihak. Aksi itu disinyalir mengandung maksud implisit, untuk menolong induk usahanya. Benarkah? Kini, kata-kata yang akrab melekat pada saham BUMI di lantai bursa adalah auto rejection. Itu karena gonjang-ganjing harga yang tiada menentu. Kalau turun, turunnya melebihi aturan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Ini pula yang membuat gelisah pengantong saham mereka. Jumat (9/1) ini, misalnya, saham BUMI berada di level Rp 630 atau anjlok 70 poin (10%) dari penutupan kemarin. Emiten batu bara ini terus menunjukkan penurunan dan terkena auto rejection kiri sejak pasar bursa mulai buka pada awal tahun 2009. Setelah dibuka di posisi Rp 940 pada Senin (5/1), saham BUMI terus merosot. Sehari kemudian, BUMI berada di level Rp 850, anjlok 9,57%. Penurunan terus berlanjut hingga Rabu anjlok 9,41% ke level Rp 770 dan Kamis terperosok di level Rp 700. Analis Panca Global Securities, Betrand Raynaldi mengatakan BUMI turun drastis karena sentimen negatif dari pemodal terkait gencarnya akuisisi perseroan. Menurutnya, akuisisi BUMI ini sebenarnya tidak perlu dan terlalu mahal. Bahkan para analis dari sekuritas asing seperti JP Morgan dan Macquarie memangkas target harga BUMI dalam 1 tahun ke depan. Bertrand pun menilai, akuisisi sengaja dilakukan BUMI untuk menolong induk usahanya, PT Bakrie & Brothers (BNBR). Hal ini mengingat kemampuan dana BUMI masih besar. Mereka punya ruang untuk menambah utang. “Ini salah satu cara BNBR mengambil dana BUMI. Kesannya BUMI diambil cash-nya melalui cara akuisisi,” katanya kepada INILAH.COM. Seperti diketahui, BUMI melalui anak usahanya, PT Bumi Resources Investment, melakukan akuisisi agresif sebulan terakhir. Mereka membeli secara tidak langsung 44% saham PT Darma Henwa (DEWA) senilai US$ 218 juta (Rp 2,41 triliun). Mereka mengakuisisi 75,7% saham PT Fajar Bumi Sakti (FBS) senilai US$224 juta (Rp 2,48 triliun). Terakhir, mereka membeli 84% saham di PT Pendopo Energi Batubara senilai US$ 119 juta (Rp 1,3 triliun). FBS perusahaan pertambangan dan perdagangan umum. Mereka punya konsesi pertambangan seluas 988 hektar di Tenggarong, Kalimantan Timur, dengan cadangan batu bara 14 juta ton. Adapun DEWA kontraktor pertambangan yang bekerja sama dengan BUMI dalam pertambangan di Bengalon, Kalimantan Timur, dan Asam Asam di Kalimantan Selatan. Total nilai akuisisi secara keseluruhan hingga saat ini mencapai US$ 561 juta atau Rp 6,18 triliun. Adapun tiga akuisisi ini tergolong material, karena sebesar 23% dari penjualan BUMI dan 38% dari modal BUMI. Bertrand menjelaskan, asumsi itu muncul karena ada keterkaitan BUMI dan perusahaan yang diambil alih. Situs perusahaan menyebutkan Presiden Direktur FBS, Yufli Gunawan, adalah mantan analis di BUMI. “Mereka bilang tidak ada afiliasinya. Tapi, pasar berpikir sebenarnya transaksinya ke orang-orangnya mereka. Jadi, ada transaksi dua pihak yang hampir sama,” tukasnya. Keterkaitan itu, lanjutnya, juga dilihat dari pembayaran akuisisi DEWA dan FBS. Pembayaran DEWA dan FBS dilakukan secara bertahap dengan komposisi terbesar jatuh pada dua hingga tiga tahun mendatang. Hal ini bertepatan dengan jatuh tempo Medium Structure Note (MSN) yang akan dikeluarkan BUMI. “Kalau DEWA itu bertahap. Tapi pembayaran paling besar itu tiga tahun kemudian. Fajar Bumi Sakti juga bertahap. Pembayaran paling besar, sekitar 80% dibayar dua tahun kemudian. Kok bisa bertepatan dengan MSN,” tuturnya. Seperti diketahui, sebagian utang Grup Bakrie dari total Rp 5,2 triliun mulai diselesaikan melalui PT Bakrie Capital Investment (BCI) dengan mekanisme konversi menjadi MSN pada 23 Januari 2009. Grup Bakrie menjadikan saham BUMI dan anak usahanya yang bergerak di bidang batu bara sebagai jaminan. Adapun Bakrie berniat menerbitkan MSN berkisar Rp 5,2 triliun. MSN itu dibagi dalam dua seri. Seri I (tenor 24 bulan, bunga 21%) mencapai Rp 3,4 triliun dan seri II (tenor 36 bulan, bunga 23%) mencapai Rp 1,8 triliun. Mekanisme itu memungkinkan perseroan membeli kembali MSN dalam waktu 1-13 bulan dan investor dapat membeli kembali dalam 13-23 bulan maksimal 10-50%. Namun, PT Mandiri Sekuritas dalam risetnya menyebutkan bahwa posisi cash BUMI saat ini cukup untuk memenuhi pembayaran akuisisi. Aksi korporasi itu diasumsikan bagian dari skema besar yang memungkinkan Grup Bakrie mempunyai dana untuk membayar utang dari penerbitan MSN, sehingga dimungkinkan ada aksi korporasi yang membuat arus kas ke luar. Mandiri Sekuritas mengestimasi laba bersih BUMI 2009 dan 2010 mencapai US$ 297 juta dan US$ 447 juta. Angka ini jauh di bawah konsensus Bloomberg, yang menyebutkan laba bersih 2009 mencapai US$ 706 juta dan 2010 sebesar US$ 697 juta. [I4]
New Email names for you! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/sg/