Intermezzo
dikutip dari email tetangga :)
Bangga Menjadi Orang Indonesia
dikutip dari email tetangga :)
Bangga Menjadi Orang Indonesia
(Mahendra
Hariyanto-Singapore)
Zev, akhir-akhir keliatannya ini
kebanggaan menjadi orang Indonesia semakin luntur. Atau
dari cerita sebelumnya ada yang bingung mencari alasan untuk bisa bangga menjadi
orang Indonesia. Saya iseng-iseng nulis tulisan di bawah
ini, siapa tahu bisa menjadi jawaban buat yang bingung mencari alasan untuk bisa
bangga menjadi orang Indonesia. Appreciate kalau di muat,
kalau nggak ya nggak apa-2, namanya juga usaha.
Anda orang
Indonesia?
Masih tinggal di Indonesia?
Di Jakarta?
Ke kantor naik bis- umpel-umpelan?
Lalu lintas macet?
Pernah Naik kereta super ekonomi ke Yogya or Surabaya ?
Pernah kebajiran?
Pernah dipalakin di bus sama gerombolan preman?
Masih tinggal di Indonesia?
Di Jakarta?
Ke kantor naik bis- umpel-umpelan?
Lalu lintas macet?
Pernah Naik kereta super ekonomi ke Yogya or Surabaya ?
Pernah kebajiran?
Pernah dipalakin di bus sama gerombolan preman?
Kalau semua jawaban di atas = "Ya",
maka saya hanya Cuma bisa berkomentar : "Kaciaannn deh elo..." Hi... hi.. hi...
maaf-maaf, saya hanya bercanda, jangan di ambil hati. Bukannya congkak..
bukannya sombong.. atau kagetan karena baru 2.5 tahun terakhir tinggal di
Bangkok dan Singapore, terus seenak udelnya
sendiri ngeledek saudara-saudara yang masih di tanah
air.
Sebaliknya , dalam tulisan ini, saya
ingin menghibur saudara-saudara yang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
diatas = ya atau 80% ya. Jika demikian halnya, maka nasib Anda sebenernya tidak
jauh beda dengan nasib saya. Cuma sedikit perbedaannya yaitu, bagi saya : itu
nasib saya dulu, sementara bagi Anda: yah... itu nasib anda sekarang (lagi :
kaciaannn deh elo...
hi.. hi..hi.. ketawa jahil).
Ok, sekarang saya serius. Kalau Ada
yang bertanya: apa sih yang bisa dibanggakan for being Indonesian? Maka jawaban
saya adalah : Kita harus bangga karena kita orang Indonesia Bisa dan Biasa
hidup susah!!! Becanda lagi nih? Nggak, saya Serius!! Saya nggak boong. Kalau
saya boong biarkan Tuhan memberikan cobaan yang berat pada saya (red : kata pak
ustadz harta yang berlimpah merupakan cobaan yang
berat)
Kemampuan untuk hidup susah (saya
sebut aja "survival ability" ya) tidak dimiliki orang-orang yang lama hidup di
negara-negara mapan. Boss saya (orang India) pernah cerita: suatu
ketika teman-nya-sebut saja Sarukh dan keluarganya - pamit pada boss saya
pulang ke negara asalnya - India yang murah meriah untuk menikmati
pensiun dini, setelah 15 tahun kerja di Singapore .
Eee... belum satu tahun
pamitan, pulang ke India - si Sarukh sudah balik lagi ke Singapore, dan kali ini
minta bantuan Boss saya untuk dicariin kerjaan lagi di Singapore.
What
happened? Tanya boss saya. Sarukh bercerita,
setelah pulang ke India, anak remajanya yang dibesarkan di
Singapore menjadi rada-rada stress dan menjadi pasien tetap psikiater
di sana. Selidik-punya selidik agaknya hal itu disebabkan
karena Anaknya Sarukh tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
dari kondisi yang sangat mapan (Singapore) ke kondisi yang
sebaliknya (India). Jadi, dalam hal ini, anak si Sarukh
yang sudah biasa hidup dalam kemapanan tidak punya "kemampuan bertahan waras"
untuk hidup di negara yang belum mapan. Demi kebaikan anaknya, akhirnya si
Sarukh memutuskan menunda pensiun dini-nya dan kembali kerja di
Singapore.
Kalau kita-kita yang sudah biasa
hidup susah di Jakarta, pindah or berkunjung ke
India sih nggak ada masalah. Saya jadi ingat, 2 tahun lalu
ketika saya dan rekan-2 kerja saya berkunjung ke India, boss saya
wanti-wanti untuk : bawa obat sakit perut, dan selama di
India hanya minum-minuman dari botol/kaleng. Kalau ke
restoran local jangan sekali-kali minum air putih yang disediakan dari dari
Teko/ceret di restoran tersbut, karena Kebersihan Airnya tidak terjamin, dan
biasanya perut orang asing tidak siap untuk itu; begitu nasehat boss saya.
Pada waktu itu satu rombongan yang berangkat ke India terdiri dari 5 orang. Satu orang Jepang -dari Jepang, dua orang Singapore dan dua orang Indonesia (termasuk saya baru sebulan kerja di Singapore). Dalam 2 minggu kunjungan ke India, kolega dari Singapore dan Jepang langsung menderita diare di Minggu pertama ke India, - diseliki, kemungkinan penyebabnyat adalah mereka pernah memesan kopi atau the di restoran local pada saat makan siang (yang tentunya tidak dari botol), Sementara si orang Jepang, walaupun secara ketat dia hanya minum-minuman botol atau kaleng selama makan di restoran-restoran lokal, terkena diare diduga karena si orang jepang ini menggunakan air keran dari hotel untuk berkumur-kumur selama sikat gigi. Sedangkan saya dan satu orang rekan lagi dari Indonesia, sehat walafiat tidak menderita suatu apapun selama di sana (mungkin karena di Indoneisa, sudah terbiasa jajan es dipinggir jalan yang mungkin airnya tidak lebih bersih dari air di restoran-restoran India)
Pada waktu itu satu rombongan yang berangkat ke India terdiri dari 5 orang. Satu orang Jepang -dari Jepang, dua orang Singapore dan dua orang Indonesia (termasuk saya baru sebulan kerja di Singapore). Dalam 2 minggu kunjungan ke India, kolega dari Singapore dan Jepang langsung menderita diare di Minggu pertama ke India, - diseliki, kemungkinan penyebabnyat adalah mereka pernah memesan kopi atau the di restoran local pada saat makan siang (yang tentunya tidak dari botol), Sementara si orang Jepang, walaupun secara ketat dia hanya minum-minuman botol atau kaleng selama makan di restoran-restoran lokal, terkena diare diduga karena si orang jepang ini menggunakan air keran dari hotel untuk berkumur-kumur selama sikat gigi. Sedangkan saya dan satu orang rekan lagi dari Indonesia, sehat walafiat tidak menderita suatu apapun selama di sana (mungkin karena di Indoneisa, sudah terbiasa jajan es dipinggir jalan yang mungkin airnya tidak lebih bersih dari air di restoran-restoran India)
What is the moral of the
story? Kita harus bangga karena Kita bisa
lebih baik dari orang Jepang dan Singapore!!!!
(at
least, dalam hal ketahanan perut).
Cerita lainnya lagi, bulan lalu saya
di kirim kantor (yang base-nya di Singapore) untuk mengikuti sebuah
workshop di Rio de Janeiro Brazil. Total waktu
trempuh saya dari Singapore ke hotel saya di Rio de
Janeiro Brazil adalah 36 jam (termasuk 5 jam
transit di Eropa). Sebenarnya, dari Singapore ke Brazil,
jalur yang paling umum dan cepat adalah ke arah Timur, transit di Amerika, terus
ke Brazil. Dengan jalur ini saya perkirakan, dalam 26-30
Jam saya sudah bisa mencapai Brazil. Cuma, karena saya
orang Indonesia, untuk transit di Amerika pun saya butuh
apply VISA Amerika, yang mana proses aplikasi visa tersebut memerlukan waktu
sedikitnya 2 minggu. Padahal, saya tidak punya waktu sebanyak itu. Alhasil, yah
begitulah, saya harus memilih rute yang sebelaliknya, mengeliling belahan bumi
bagian barat, transit di Amsterdam, dengan waktu tempuhnya 6- 10 jam lebih
lama. Jadinya, cukup melelahkan, tapi nggak apa-apa, namanya juga orang
Indonesia, harus terbiasa dengan hal-hal yang susah-susah.
Saya sampai di hotel di
Rio, hari minggu jam 11 Malam. Dan keesokan paginya saya langsung
mengikuti workshop di sana. Walaupun masih terasa lelah,
saya tetap berusaha untuk terlibat aktif dalam workshop pagi itu, dengan
mengajukan pertanyaan atau memberi masukan atas pertanyaan peserta lainnya.
Pada saat istirahat, saya sempat berbincang-bincang dengan kolega-kolega dari
Jerman peserta workshop itu. Beberapa dari mereka mengeluh kecapaian dan
menderita "jet lag", karena mereka telah menempuh 12 jam perjalanan dari
Jerman, dan baru saja tiba di Brazil hari minggu siang, sehingga belum cukup
waktu istirahat untuk adaptasi Jet lag, begitu keluh mereka. Lalu, saya berkata
pada mereka, bahwa sebenarnya mereka lebih beruntung dari saya, karena saya
harus menempuh 36 jam perjalanan dari Singapore, dan baru tiba di hotel pukul
sebelas malem, kurang dari 12 jam sebelum workshop dimulai. Mereka tertegun,
salah seorang dari mereka bertanya pada saya: "Tapi kamu naik pesawat, di kelas
Bisnis khan?"
"Tidak, jatah saya Cuma kelas
ekonomi", jawab saya lagi.
Mereka terlihat semakin terkagum-kagum (atau kasihan?), dan salah seorang dari mereka memuji.
"Its very impressive, you guys Singaporean are really-really hard workers"
"I'm not Singaporean, I'm Indonesian working in Singapore" jawab saya dengan bangga.
Mereka terlihat semakin terkagum-kagum (atau kasihan?), dan salah seorang dari mereka memuji.
"Its very impressive, you guys Singaporean are really-really hard workers"
"I'm not Singaporean, I'm Indonesian working in Singapore" jawab saya dengan bangga.
Agaknya, hari itu saya menjadi cukup
terkenal di kalangan kolega dari Jerman, hanya karena terbang selama 36 jam dari
Singapore 12 jam sebelumnya dan masih bisa secara
aktif mengikuti workshop tersebut. Saya tahu kalau saya menjadi pembicaraan
mereka , karena sewaktu makan malam, kolega dari jerman lainnya - yang saya
tidak pernah ceritakan mengenai perjalanan saya dari Singapore - bertanya pada
saya tips and trick supaya bisa tetap segar setelah menempuh perjalanan begitu
lama (ini berarti dia mendapatkan cerita saya dari kolega jerman lainnya). Saya
bingung jawabnya. Ingin sekali saya menjawab : "Berlatihlah dengan naik kereta
api super ekonomi dari Jakarta ke Surabaya di
saat-saat mendekati hari lebaran. Kalau Anda terbiasa dengan alat transportasi
ini- di mana tidak hanya species "Homo Sapiens" yang bisa menjadi penumpangnya ,
dan di tambah lagi waktu tempuhnya yang lama sekali karena hampir di setiap
setasion harus berhenti, maka Anda akan bisa menaklukkan semua alat transportasi
terbang apapun yang di muka bumi ini".
Namun, saya urungkan memberi jawaban
di atas, karena saya khawatir dia tidak akan mengerti atas apa yang saya
jelaskan, dan saya yakin mereka tidak bisa "survive" dengan alat transportasi
ini, yang fasilitasnya tentu jauh dari kelas Bisnis pesawat terbang (Note :
kolega saya dari jerman, otomatis mendapat fasilitas kelas bisnis di pesawat
apabila waktu tempuhnya lebih dari 10 jam). Seminggu, setelah saya pulang dari
Workshop di Brazil, ntah karena terkagum-kagum dengan "kemampuan hidup susah"
(dari sudut pandang mereka) yang saya miliki, atau karena alasan lainnya,
kolega saya dari Jerman yang saya temui di Brazil, menghubungi atasan saya yang
intinya meminta saya untuk ditugaskan ke Jerman, membantu project yang saat ini
sedang berjalan di sana. Alhasil, bulan September - November saya akan
bergabung dengan kolega-kolega di Jerman menyelesaikan project di
sana. Cukup membanggakan, karena, kata boss saya, ini kali
pertama "Kantor Pusat" meminta bantuan dari kantor cabang untuk mensupport
project yang sedang mereka kerjakan di kantor pusat.
Jadi setelah membaca tulisan ini,
saya harap pembaca sekalian punya alasan semakin bangga menjadi orang
Indonesia. Kalau anda lagi di luar negeri dan ditanya
"Anda dari mana?" Jawablah dengan bangga:
Ya, Saya dari
Indonesia,
Negara yang lagi susah,
Saya juga hidupnya susah
Tapi saya bisa "survive", Dan saya bangga karenanya!!!
Any Problem???
Negara yang lagi susah,
Saya juga hidupnya susah
Tapi saya bisa "survive", Dan saya bangga karenanya!!!
Any Problem???
Mahendra
Hariyanto,
Singapore, 24 Agustus 2006. Selamat merayakan
HUT kemerdekaan ke 61. MERDEKA!!!!
--
Best Regards,
Danny Alexander
The First Step is The Hardest Step __._,_.___
SPONSORED LINKS
Small business finance | Business finance online | Business finance training |
Business finance course | Business finance schools |
YAHOO! GROUPS LINKS
- Visit your group "obrolan-bandar" on the web.
- To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
- Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
__,_._,___