Wajar pesimis kalau self government sepertinya tak ada yang bela ketika disulap pihak Indonesia sampai hari ini. UUPA itu made in Jakarta bukan made in Helsinki. Tulisan bung Yusra ini menjadi peringatan bagi kita bangsa Acheh - Sumatra paska tahun 2009 nanti. Kita masih patut bersabar sampai tahun tersebut. Andaikata setelah itu negara Acheh masih dalam bingkai Indonesia sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini, tibalah saatnya kita "serang" pihak mana saja yang membuat Acheh - Sumatra terbengkalai dalam ketiak sipa-i jawa. Tulisan bung Yusra sepertinya lampu merah bagi pengemban amanah paska Irwandi - Nazar. Andaikata setelah itu masih dalam wajah otonomi lebih baik berhenti saja, buat apa meraih kursi gubernur dibawah penjajah. Kan sama saja dengan penjajah? (anwar-Acheh) vande charba <[EMAIL PROTECTED]> skrev: Analisisnya menarik bangettt.. tapi kenapa harus membangun pesimisme ? kenapa berputus asa dengan jalan kemerdekaan saat ini?
Indon tidak akan lagi bertahan lebih lama..! salam, 2008/1/17, Asnawi Ali <[EMAIL PROTECTED]>: 17/01/2008 11:10 WIB Partai Lokal Penulis: Yusra Habib Abdul Gani Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Acheh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan dan Konstitusi Republik Indonesia." Begitu ´aqad ijab-qabul' pasangan GAM-RI yang berlangsung di Helsinki [15 Agustus 2005] lalu. Dan sudah lebih dua tahun menempuh hidup baru di bawah NKRI. Hasil hubungan keduanya telah melahirkan anak sulung; Pilkadasung NAD yang terpilihnya gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota di Aceh. Menyusul anak kedua yang diberi nama Partai Lokal (Parlok). Mengenai pemerintahan sendiri (self government) dan Parlok ini merupakan hal baru bagi Aceh. Maka sangat bijak, andaikata mengkaji lebih dahulu lewat studi banding sebelum "ijab-qabul" dilakukan. Hasil kajian ini nanti bisa dijadikan pelajaran, rujukan atau mencerahkan pola pikir politisi GAM dalam kehidupan demokrasi, sekaligus bagaimana ´menempatkan diri kita ke dalam cara pandang orang lain' dalam batas-batas yang logis dan rasional. Dalam demokrasi, bisa saja terjadi meniru konsep dan strategi, jika memang perlu untuk itu. Kata orang Aceh; "Kalau mau buat Pisang salé, belajar dari orang Panton Labu, kalau mau buat Kerupuk empéng, belajar dari orang Pidie." Dalam konteks self government dan Parlok, kepada siapa Aceh mesti belajar? Bakhtiar Abdullah (juru runding GAM berkata; "self government Aceh meniru style Bougainville."Malik Mahmud bilang, "Aceh nantinya seperti Hong Kong." Tapi GAM belum pernah mengadakan studi banding. Karenanya self government Acheh dengan wajah Otsus , menjadi pernyataan spontan tanpa konsep yang jelas. Impact-nya persis seperti Hannah Arendt; "Saya bisa hidup dengan damai dengan diri saya adalah ketika saya memikirkan perbuatan dan kata-kata saya" (Life of the Mind). Sejatinya, harus ada kesadaran politik kolektif yang bisa dipertanggungjawabkan secara kolektif pula. Pemerintahan sendiri (self government) juga Parlok di Bougainville lahir dari "Lincoln Agreement on peace, security and development on Bougainville", ditandatangani pada 23. Januari 1998, di Lincoln University, Christchurch, New Zealand dan "'Implementing The Bougainville Peace Agreement' antara Bougainville-PNG di Arawa, pada 31. Agustus 2001. Dari kedua MoU inilah dihasilkan Parlok seperti: (1). Bougainville Independence Movement (BIM), pimpinan Jamies Tanis disokong oleh Francis Ona (Pemimpin pejuang kemerdekaan). (2). Bougainville Labour Party (BLP) pimpinan Thomas Tamusio. (3). New Bougainville Party (NBP) pimpinan Ezekiel Masatt, dan satu lagi partai Bougainville People's Congress, yang berdiri sejak tahun 1987. "Arawa Agreement" yang terdiri dari 16 pasal, mengatur secara rinci: mulai point-point pengecualian sampai kepada peralihan pemerintahan sipil masa transisi dalam jajaran lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dari penguasa PNG kepada pemerintah Bougainville, Bendera, Lambang dan lagu kebangsaan, pembangunan infrastruktur, reconsiliasi, penyerahan tugas Polisi dari Polisi PNG kepada Polisi Pemerintahan baru Bougainville, ketertiban dan keamanan diemban oleh pasukan gabungan [militer Bougainville–PNG] di bawah pengawasan suatu komite yang dibentuk oleh PBB, mendirikan Partai lokal yang bebas menentukan asas dan tujuan partai. Itu sebabnya partai Bougainville Independence Movement (BIM) berani mencantumkan Bougainville merdeka sebagai tujuan partainya. MoU ini bersifat mengikat dan siap pakai, kecuali: hal yang prisnsip, seperti: Pemerintah PNG terpaksa mengadakan amandement terhadap Konstitusi-nya untuk melegitimasi pelaksanaan referendum di Bougainville yang diselenggarakan secepat-cepatnya 10 tahun dan selambat-lambatnya 15 tahun setelah " Arawa Agreement" tahun 2001, untuk menentukan status Bougainville: merdeka atau Otonomi khusus. Jadi, tidak perlu lagi ditafsir dan dijabarkan dalam bentuk Undang-undang atau Peraturan Pemerintah PNG. Persiapan ke arah kemerdekaan baru Bougainville terus dilakukan dengan membentuk team ahli untuk menyusun draft Konstitusi baru Bougainville. Lembaga negara, seperti: Presiden dipertahankan. Pada tahun 2005, diselenggarakan Pemilu, dimana Joseph Kabui –ketua partai BPC– terpilih sebagai Presiden Bougainville. Selain Bougainville, Scotlandia dipandang sebagai pengamal model pemerintahan self government tertua, yang dihasilkan dari beberapa Agreement, termasuk MoU yang mengatur soal penggabungan Scotlandia ke dalam Great Britain tahun 1707. Dalam Mou tersebut diatur secara rinci mulai dari poinit-point pengecualian sampai kepada pengaturan pajak negeri, pembangunan, hukum positif, bendera, lambang, lagu kebangsaan dan institusi negara, termasuk hak-hak sipil untuk mendirikan Partai lokal. Itu sebabnya, dari 17 Partai Lokal di Scotlandia, 5 Partai Lokal, seperti: (1). Scottish National Party (SNP), (2). Scottish Green Party, (3). Scottish Socialist Party (SSP), (4). Scottish Enterprise Party , (5). Scottish Independence Party , bebas menentukan asas dan tujuan partai pro kemerdekaan Scotlandia. Isi MoU bersifat pasti-pasti, tidak perlu ditafsir dan dijabarkan dalam bentuk Undang-undang dan Peraturan Pemerintah oleh Great Britain. Akan halnya dengan self government dan Partai Lokal di Palestin, juga berasal dari " Oslo Agreement" antara Wakil Palestin-Israel, tahun 1993. MoU ini mengatur secara rinci mulai point-point pengecualian sampai kepada peralihan tugas dan tanggungjawab dari Polisi Israel kepada Polisi Palestin di dua kawasan percontohan: Jerico dan West Bank. Peralihan pemerintahan sipil: lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dari penguasa Israel kepada Palestin, mempertahankan institusi yang tidak tunduk secara organisatoris kepada Israel, pembangunan infrastruktur, pendidikan, hukum positif, pungutan pajak dalam negeri, masalah ketertiban dan keamanan yang dikendalikan oleh militer Israel, kebebasan rakyat palestin menentukan aspirasi politik melalui Partai politik Lokal, baik melalui partai politik yang dibentuk sebelum dan sesudah " Oslo Agreement". Di Palestin terdapat beberapa Partai Lokal, seperti PLO (Munazzimat al-Tahrir al-Filastiniyya), Fatah (Harakat al-Tahrir al-Watani al-Filastini)., Palestinian People's Party (PPP; Hizb al-Sha'b), Popular Front for the Liberation of Palestine ( al-Jabha al-Sha'biyya li-Tahrir Filastin), Democratic Front for the Liberation of Palestine (-al-Jabha al-Dimuqratiyya li-Tahrir Filastin ), Hamas ( Harakat al-Muqawima al-Islamiyya, dan lainnya, semuanya mempunyai asas dan tujuan partai pro Palestin Merdeka. "Oslo Agreement", dan tidak ditafsir dan dijabarkan dalam bentuk Undang-undang dan Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah Israel. Bahkan, Juru runding Palestin tidak menyinggung soal status Palestin sebagai salah satu bagian dari wilayah Israel, sebab perkara ini akan diselesaikan menurut hukum Internasional. Atas dasar inilah, Presiden Bush, berjanji dalam Annapolis Agreement: "He committed himself to spending the rest of his presidency - until January 2009 - working towards "an independent democratic viable Palestinian state". Bagaimana MoU Helsinki? Juru runding Aceh, menyerahkan kunci politik Acheh kepada RI. " Kami serahkan kepada rakan-rakan di Senayan yang lebih pintar untuk merumuskan implementasi MoU di Aceh." kata Bakhtiar Abdullah. "Untuk selanjutnya, kita serahkan kepada pemerintah Indonesia" kata Malik Mahmud. Maka lahir UU No. 11/2006 dan PPNo. 20/2007. Tentang Partai Lokal disebut: " (1) Asas partai politik lokal tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (2) Partai politik lokal dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi, agama, adat istiadat, dan filosofi kehidupan masyarakat Aceh." Sementara tujuan umum partai politik lokal disebut dalam 78 yang berbunyi: " mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945; mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Aceh. [UU No. 11/ 2006, pasal 77 & 78] Penerimaan model self-government oleh GAM adalah wujud dari penyerahan diri, solidaritas politik, toleransi atas pelbagai ketidak-puasan sebelum ini dan belajar menerima arahan. Inilah dedikasi politik Daerah kepada Pemerintah Pusat dan semua keputusan politik tetap merupakan wujud daripada cita-cita nasional bangsa Indonesia. Politisi yang terlibat dalam partai politik lokal adalah partisipator dalam pemerintahan Indonesia di Acheh. Tapi self government Aceh menjadi anéh. Misal larangan mengibarkan bendera, juga lambang partai. Hal ini ditegaskan dalam PP No. 77 tahun 2007 tanggal 10 Desember 2007 tentang: Lambang Daerah bahwa: "Design logo daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan design logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam NKRI" (Bab IV Desain Lambang Daerah Pasal 6 ayat 4). Sementara pasal 8 ayat 3, menyebut: "Puisi atau Syair himne daerah sebagai dimaksud ayat (1) tidak mempunyai persamaan pandangan pokoknya atau keseluruhannya dengan puisi atau syair himne organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis." Demikian pula ketika keinginan mendatangkan investor asing, syarat-syaratnya dipatok oleh pusat; dan mau bikin Parlok juga syarat-syaratnya dipatok dalam UU.No.11/2006 dan PPNo. 20/2007. Mengapa bigini? Sebab, selain rumusan MoU tidak jelas, isi MoU Helsinki ditafsir dan dijabarkan dalam bentuk UU dan PP oleh pemerintah Indonesia. Habislah! Kalaulah MoU Helsinki mencantumkan klausul tentang kebebasan menentukan tujuan Parlok, maka ini sungguh merupakan satu kemajuan politik di Aceh. Dalam realitasnya, MoU Helsinki sama sekali tidak mengatur soal kebebasan menentukan tujuan Partai lokal di Aceh. Tujuan Parlok mesti mengacu kepada jiwa UUD-1945 dan ketentuan UU No. 11/2006 dan PP No.20/2007 dan PP No. 77/2007. Kesan saat ini wujud Partai lokal di Aceh tidak lebih dari aksi group seudati, didong dan saman yang berjingkrak-jingkrak di atas panggung seni, yang kiprahnya hanya sampai ke Kuala Simpang dan pengeluaran dana kepada Parlok yang berasal dari APBD adalah tindakan sia-sia. Karena telah membiarkan rentenir politik berkuasa. Moral politisi Partai Lokal itu bisa dipastikan, sama saja dengan moral politisi dari Partai Nasional Indonesia yang mangkal di Aceh. Artinya, mereka tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Bahkan di sisi lain, politisi dari Partai Nasional lebih beruntung nasibnya, sebab selain menikmati gaji sebagai anggota DPRA, mereka berpeluang untuk duduk di Senayan –DPR pusat– Indonesia. Sedangkan politisi Partai Lokal gigit jari. Dalam UU.11/2006 dan PP No.20/2007 tidak ada ketegasan soal hak Partai Lokal mengirim wakilnya ke Parlemen pusat, kecuali numpang burung garuda Partai nasional. Jadi Parlok tidak bisa memberi konstribusi kepada pembangunan politik dan ekonomi, selain daripada tindakan mubazir. Ini bedanya dengan Parlok di Skotlandia memiliki perwakilan dalam Palemen Great Britain. Partai lokal di Greenland dan Færøerne, masing-masing mempunyai dua wakil di Parlemen (Folketingen) pusat Denmark .Jadi, apa yang kau cari? *) Penulis adalah Director Institute for Ethnics Civilization Research --------------------------------- Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. --------------------------------- Alt i ett. Få Yahoo! Mail med adressekartotek, kalender og notisblokk.