Kepada Yth; Saudara redaksi Kabar Papua
   
  Di-
       Tempat.
   
  Salam Hangat
   
  Sehubungan dengan berita anda bahwa, Ismail Asso, sebagai penulis artikel 
dengan judul :" BOLA PANAS SERAMBI YERUSALEM". Maka dengan ini diklarifikasi, 
bahwa penulis artikel bukan Ismail Asso. Ismail Asso hanya melanjutkan artikel 
yang ditulis oleh Saudara m nadzar.
   
  Karena artikel ini bagus dan baik untuk konsumsi masyarakat Papua, apalagi 
menyangkut masalah Papua, Ismail Asso meneruskan artikel dan mengirimnya ke 
redaksi kabar papua. Penulis artikel ini adalah Saudara m. nadzar. Untuk lebih 
jelasnya saya lampirkan pesan asli yang sekaligus emailnya sebagaimana berikut. 
   
  Untuk menjaga hak karya intelektual, maka penting artinya bagi kita 
klarifikasi bahwa penulis artikel tersebut bukan Ismail Asso tapi m nadzar. 
Ismail Asso hanya melanjutkan saja artikel tersebut kepada redaksi komunitas 
papua untuk publikasi. Semoga dengan klarifikasi ini kita semua menjadi maklum 
dan agar kita bersama-sama menjaga hak karya intelektual seseorang.
   
  Demikian klarifikasi mengingat hak intelektual penting di jaga. Atas segala 
maklumnya diucapkan terimakasih.
   
  Ismail Asso
   
  ----- Original Message ----
From: m.nadzar <[EMAIL PROTECTED] co.id>
To: [EMAIL PROTECTED] com
Sent: Sunday, December 9, 2007 3:47:05 PM
Subject: [IACSF] Aceh Ujung Barat SERAMBI MEKKAH.Manokwari Irian jaya Barat 
SERAMBI YERUSALEM

BOLA PANAS SERAMBI YERUSALEM

 Aceh di ujung barat berjuluk Serambi Mekkah. Kini Kabupaten Manokwari, Irian 
Jaya Barat, di ujung timur tak mau ketinggalan. Kawasan berpenduduk mayoritas 
Protestan ini mendeklarasikan sebagai Serambi Yerusalem. Jika Serambi Mekkah 
mendapat otonomi khusus menerapkan syariat Islam, Serambi Yerusalem meneguhkan 
diri sebagai kota Injil.

Manokwari berlakangan ini mulai berkemas merancang peraturan daerah (perda) 
berbasis Injil. Seorang tokoh agama Papua kepada Gatra menyebut geliat di 
kabupaten penghasil buah itu sebagai reaksi perkembangan di Aceh. Maka, dua 
kawasan itu terkesan bersahutan.

Awal Maret lalu, seberkas rancangan Perda tentang Pembinaan Mental Spritual 
beredar luas di Manokwari, yang kini menjadi ibu kota Provinsi Irian Jaya Barat 
(IJB). Berkas itu dilengkapi pengantar Dewan Gereja setempat. Semula beredar di 
kalangan terbatas, lantas menyebar luas.

Ada pasal yang menyiratkan, pembinaan mental harus berbasis nilai Kristiani 
yang dianut mayoritas warga. Implementasinya, antara lain, dengan pemasangan 
simbol dan aksesori Kristen di kantor-kantor pemerintahan. Di daerah yang sudah 
berdiri gereja tidak boleh dibangun tempat ibadah agama lain.

Warga tidak dibenarkan menggunakan busana yang menonjolkan simbol agama di 
tempat umum. Buntutnya, ada orang Islam yang menilai pasal itu sebagai larangan 
berjilbab. Ada juga umat Katolik menganggapnya larangan suster mengenakan 
kerudung khasnya. Bukan hanya orang Islam yang tersodok.

Kontan saja draf regulasi itu menyulut reaksi luas. Tidak hanya di Papua, 
melainkan juga di kalangan tokoh lintas agama dan elite politik Jakarta. Mirip 
reaksi luas pada maraknya perda bernuansa syariat. Rancangan perda itu memang 
belum resmi jadi usulan pemerintah kabupaten ke DPRD.

Tidak jelas siapa penyusunnya. Tapi itu bagian rangkaian panjang mengentalnya 
sentimen keagamaan di Manokwari. Sebulan menjelang beredar draf tersebut, awal 
Februari 2007, dilangsungkan semiloka dua hari bertajuk "Manokwari Kota Injil".

Acara itu dihadiri sejumlah akademisi dari Universitas Negeri Papua dan 
Universitas Cenderawasih, Jayapura, serta tokoh agama dari sejumlah Gereja 
Kristen Papua dan birokrat Pemkab Manokwari. Koordinator acara itu adalah 
seorang birokrat: Benny Boneftar, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Manokwari.

Semiloka ini bertujuan melestarikan Manokwari sebagai kota injil. Menurut 
Benny, peneguhan kota Injil itu hasil rekomendasi Majelis Rakyat Papua (MRP). 
Majelis ini juga menyarankan Kabupaten Fakfak menjadi kota religius Islam dan 
Kabupaten Merauke sebagai pusat situs keagaaman Katolik.

Konsekuensi sebagai kota Injil, kata Benny, semiloka itu mendukung larangan 
peredaran minuman keras di Manokwari. Semua orang yang mengaku Kristen harus 
diinjili. Biar mereka yang malas beribadah jadi lebih rajin. Sejarah masuknya 
Injil ke Papua juga perlu masuk kurikulum pendidikan sebagai muatan lokal 
sekolah se-Manokwari.

Bila dirunut ke belakang, perda dan semiloka itu sudah setahun lebih jadi 
tuntutan masyarakat Kristen Manokwari. Pada 17 November 2005, ribuan warga 
berdemonstrasi ke kantor DPRD Provinsi IJB. Mereka berangkat dari Gereja 
Maranatha, dipimpin Pendeta Herman Awom, Wakil Ketua Sinode GKI Papua.

Demonstran diterima pimpinan DPRD IJB, yang didampingi Bupati Manokwari, 
kapolres, dan dandim setempat. Warga mendesak DPRD membentuk Perda Manokwari 
Kota Injil. Mereka juga menyerukan segera dibentuk dialog antarumat beragama 
untuk membangun persepsi yang sama tentang konsep kota Injil.

Tema utama demo itu sebenarnya menolak pembangunan Masjid Raya dan Islamic 
Center di Manokwari. Akibat desakan itu, Bupati Manokwari, Domingus Mandacan, 
menolak izin pendirian masjid. Keberadaan Masjid Raya dinilai mengganggu 
identitas Manokwari sebagai kota suci kaum Nasrani Papua.

Bagi masyarakat Kristen Papua, Manokwari memiliki sejarah istimewa. Kabupaten 
di bagian tempurung peta bumi Cendewawasih ini jadi gerbang pertama penginjilan 
ke Papua. Agama Kristen masuk ke kawasan itu sekitar satu setangah abad silam. 
Penginjil asal Jerman, Carl W. Ottow dan Johann Gottlob Geissler, mendarat di 
Pulau Mansinam, tiga kilometer dari Pelabuhan Manokwari, pada 5 Februari 1855.

"Itu tonggak sejarah dimulainya peradaban baru di Papua," tulis pernyataan 
Badan Kerja Sama Antar-Gereja (BKAG) Manokwari, Oktober 2005, saat menolak 
pembangunan Masjid Raya. "Pembangunan dan kemajuan menyeluruh di tanah Papua 
tidak bisa dipisahkan dari peran gereja/Injil yang sangat besar."

Adapun Katolik masuk Papua pada 1892, sekitar 40 tahun setelah Protestan. 
Ditandai dengan kehadiran Pastor Cornelis Le Cocq d'Armandville, SJ, di Desa 
Sekeru, kini bagian Keuskupan Manokwari-Sorong. "Bagi umat Kristen di tanah 
Papua, Manokwari adalah kota suci, serambi Yerusalem, dan jantung iman yang 
harus dijaga kekudusannya, " tulis Pendeta Hofni Simbiak, Ketua Umum GKAG 
Manokwari.

"Jati diri Manokwari harus dijaga dan dihargai oleh semua komunitas agama, 
suku, dan etnis yang ada di tanah Papua," tulis Pendeta Hofni dalam suratnya. 
Nuansa surat penolakan Masjid Raya itu terkesan panas. Karena dilampiri catatan 
fantastis tentang daftar gereja yang ditutup, dirusak, dan dibakar sepanjang 
serarah Indonesia merdeka. Entahlah akurasinya.

Dipaparkan, zaman Soekarno (1945-1967) ada dua gereja dirusak. Masa Soeharto 
(1967-1998) ada 456 gereja (1,19 per bulan). Era Habibie (1998-1999) ada 156 
gereja (9,18 per bulan). Periode Abdurrahman Wahid (1999-2001) ada 232 gereja 
(11,05 per bulan). Dan zaman Megawati (2001-2004) ada 114 gereja (2,92 per 
bulan). Siapa tak marah membaca data macam ini.

Ketua MUI Papua, Zubeir Hussein, mengkhawatirtan dampak penonjolan identitas 
keagamaan di Manokwari ini. Karena lokasi kabupaten bagian barat Papua itu 
berdampingan dengan kabupaten lain yang jadi basis muslim. Misalnya Sorong dan 
Fakfak. "Di bagian barat Papua, jumlah muslim dan Kristen seimbang," kata 
Zubeir.

"Karakter daerah seperti itu rentan konflik, seperti di Maluku dan Poso," 
Zubeir menegaskan. Di kawasan barat itu, menurut Zubeir, Islam masuk sejak 
1486, empat abad sebelum Kristen datang. Saat itu, Papua Barat jadi wilayah 
Kesultanan Tidore (kini Maluku Utara).

Penonjolan agama tertentu sebagai tonggak awal peradaban Papua, menurut Zubeir, 
hanya memicu debat tak perlu. Toh, Zubeir tak keberatan dengan sebutan 
Manokwari sebagai Serambi Yerusalem. "Karena Yerusalem itu kota suci tiga 
agama, Yahudi, Kristen, dan Islam. Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama orang Islam, 
juga di Yerusalem," katanya.

Hanya saja, Zubeir mengingatkan, kawasan Papua Barat yang rentan itu jangan 
sampai ditulari sentimen konflik dari Maluku. Mengingat banyak pengungsi korban 
konflik Maluku yang hijrah ke Papua.

Zubeir justru memuji pola hubungan lintas agama di kawasan timur-utara (sekitar 
Jayapura), yang banyak dihuni penganut Protestan dan kawasan selatan yang 
banyak dihuni penganut Katolik. Di atas kertas, kawasan itu tak rawan konflik, 
agama dominan tidak menonjolkan formalitas keagamaannya.

"Justru itulah karakter asli orang Papua yang saya kenal. Saya khawatir kasus 
Manokwari itu akibat provokasi orang luar," kata Zubeir. "Jangan sampai 
Manokwari, setelah bergelar Serambi Yerusalem, hanya menjiplak sisi konflik 
akut di Yerusalem sana," ujarnya. Jiplaklah sisi damainya, sebagai tempat 
berdampingan beberapa situs agama besar.

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

Kirim email ke