[input] opic KEMANA BANGSA-BANGSA DI SUMATRA ??? var ygrp_p = new yg_cookie(); function set_gmp(p){ if (p == "") ygrp_p.remove("GMP"); else ygrp_p.set("GMP",p); } function clear_gmp() { ygrp_p.remove("GMP"); } var ygrp_ck = new yg_cookie(); var envPref = ygrp_ck.get('GMI'); function pref(){ if (envPref){ // if pref is open msgInfo(); // toggle the display, default is close } // otherwise, don't do anything default is close getDocumentCharset(); } function getDocumentCharset() { var charset = (typeof document.charset == "undefined" || document.charset == null) ? document.characterSet : document.charset; var msxml = ['Microsoft.XMLHTTP','MSXML2.XMLHTTP.5.0','MSXML2.XMLHTTP.4.0','MSXML2.XMLHTTP.3.0','MSXML2.XMLHTTP']; var http;try{http=new XMLHttpRequest();}catch(e){for(var i=0;i | Next Message > Next Message > --------------------------------- SALINAN DARI BUKU " MALA PETAKA DI BUMI SUMATRA" OLEH : LUTH ARI LINGE.
function Filtered() { return 0 } //--> --------------------------------- KEKAYAAN SUMATRA DAN AMAN MENURUT PENJAJAH SAMBUNGAN KE-3 Apa yang telah dan sedang terjadi dan melanda bangsa-bangsa Sumatra saat ini adalah terjadinya suatu pemaksaan untuk menerima dan memahami satu keyakinan yang merusak bahwa sebab musabab dari kemiskinan adalah datangnya dari Tuhan. Seluruh aspek kehidupan kita adalah taqdir. Sewaktu kemiskinan telah meliliti leher kita, si Suharto masih berkata: "Kencankan ikat pinggan kita." Dengan begitu, kita akan menerima dengan pasrah, perkara ini memang ditentukan oleh Allah. Dari segi keyakinan, kita tidak munafikan apalagi menolak kebenaran Qur`an. Kita tau dan mengakui keabsahan firman Allah yang berbunyi: "Dan tidak ada satu binatang melata pun di muka bumi ini melainkan Allah yang memberi rezekinya...."( AL-Qur`an, Surat Hud, ayat 6 ). Tetapi oleh penjajah Indonesia-Jawa telah ditafsirkan secara sempit. Menurut penjajah Indonesia-Jawa, apabila terjadi kemiskinan yang melanda manusia, khususnya bangsa-bangsa Sumatra, maka Allah yang harus bertanggung-jawab karena Allah telah menjamin rezeki hambanya. Para ahli ekonomi Indonesia-Jawa sering menulis persoalan ini dalam majalah politik seperti " Tempo " dan surat-surat kabar untuk meyakinkan bangsa terjajah ( bangsa-bangsa Sumatra ) dengan menafsirkan Al-Qur`an menurut kemauan dan kepentingan politiknya, mereka menjual ayat Allah dengan harga yang murah. Tujuannya supaya bangsa-bangsa Sumatra dan bangsa-bangsa lain yang dijajahnya bersedia tunduk menghambakan diri dihadapan penjajah Indonesia-Jawa dengan dalih kestabilan serta untuk mencapai keharmonisan dan ketenangan hidup yang abadi. pada hal Nabi Muhammad SAW telah bersabda: "Kemiskinan itu dapat mendekatkan seseorang kepada kekufuran atau kekafiran." Persoalan kemiskinan adalah semata-mata persoalan manusia dalam mengatur hidupnya. Jadi, firman Allah dalam surat Hud ayat 6 tadi sesunguhnya tidak berdiri sendiri. Agama kita tidak sesempit seperti yang di gambarkan oleh penjajah Indonesia-Jawa. Islam secara tegas mengajarkan seperti firman-Nya: "Allah tidak akan merubah nasib sesuatu kaum, selamma kaum itu sendiri tidak mau merubahnya." ( Al-Qur`an, surat Ar-Rad, ayat 11 ). Disinilah dinamika hidup, sehingga manusia mempunyai ruang gerak untuk merubah nasipnya, baik orang-perseorangan ataupun nasib suatu bangsa. Sesudah kita melaksanakan amalan ini menurut kemauan penjajah Indonesia-Jawa, maka tahap berikutnya: "kita melihat emosi bangsa asli (pen: bangsa-bangsa Sumatra) semakin pudar dalam tariannya sendiri, dimana mereka nampak lesu kurang gairah. Inilah sebabnya, suatu penyelidikan tentang dunia penjajahan, harus menyertakan fenomina tarian bangsa bersangkutan. Wujud ketenangan bangsa asli adalah bagai mana cara mengarahkan kemarahannya, mengubah dan meyanlurkannya kearah yang tepat. Gerakan tariannya adalah gerakan bebas yang mengandung arti dan terbina ( ini dapat disaksikan di Afrika Hitam ). Dalam negara jajahan, kaum petani adalah golongan Revolusioner." Demikian kata Frantz Fanon dalam bukunya "The Wretched of the Earth". Lihat saja dalam peristiwa Talang Sari,Lampung Selatan. Ketika rakyat bangkit menentang dan melawan karena peyerobotan atas rakyat yang dilakukan oleh penjajah Indonesia-Jawa dan tidak mau mengikuti ajaran sesat ( Pancasila, agama Jawa ) yang menyesatkan itu, lalu serdadu Indonesia ( ABRI ) menghentikan perlawanan ini dengan kekerasan, membakar ratusan rumah penduduk dan menembak mati siapa saja yang melawan Pemerintah. Lebih 1.500 orang dibantai dengan biadab oleh serdadu Indonesia-Jawa. Begitu juga dalam peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Medan, Sumatra Utara. Dimana pihak Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) tidak mau kalau pihak Pemerintah mencampuri urusan dalam Gereja. Penjajah Indonesia-Jawa ini melalui Badan Koordinasi Stabilitas Keamanan Daerah (Bakorstasda) tetap dengan pendiriannya-ingin mengatur kebijak sananan Gereja-dan sedadu penjajah ini tidak segan-segan menasehati para Pendeta dengan menangkap, menahan, menyiksa, menganiaya dan menghukum dengan hukuman penjara. Apabila Jema`at Gereja bangkit menentang dan melawan pihak ABRI mengarahkan laras senjatanya kearah Jema`at tersebut-rakyat diperintahkan " tenang ", surat kabar diacam dengan mencabut surat izin terbitnya apabila memberitakan dan wartawan-wartawan diancam akan dibunuh apabila meyiarkan dan membesar-besarkan peristiwa ini. Sementara itu rakyat terus dipaksa mengikuti Penataran P-4 ( Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ), dengan mendoktrin supaya rakyat mengutamakan stabilitas nasional dan menampakkan kepentingan nasional di atas kepentingan golongan dan kepentingan pribadi. Kepentingan nasional di sini adalah kepentingan bangsa jawa. Jadi, nyatalah bahwa penjajah Indonesia-Jawa secara terang-terangan menjerumuskan bangsa-bangsa Sumatra ke dalam jurang-dan mengarahkan kemarahan kita, meredam perasaan dendam kita dengan cara-cara biadab. Dalam kemiskinan yang kita rasakan, keresahan hidup tanpa ujung dan kelabunya masa depan generasi muda, mereka menasehati orang-orang di kampung dan di kota seluruh Sumatra dengan peluru yang ada di tangan mereka, supaya menerima dengan pasrah keadaan ini. Sementara dibelakang layar, penjajah ini membuat satu mafia, dengan membentuk kalangan "bourgeoisie" dan pengusaha kelas menengah, antara penjajah dan pemilik modal ini mempunyai tujuan masing-masing. Akan tetapi bagi kita keduanya sama bejat dan zalimnya. Ada dua cara dan dua tujuan yang berbeda sekali sewaktu mereka memainkan tipu muslihat masing-masing mempercayai bahwa cara dan tujuan mereka akan tercapai. Pertama, penjajah Indonesia-Jawa memberikan peluang kepada kalangan pemilik modal untuk meminjam uang dari Bank-bank Pemerintah, dan diberikan izin untuk membuka usaha apa saja yang mendatangkan keuntungan. Kedua, penanaman modal ini meyuap para jenderal dan orang-orang tertentu demi memperoleh pinjaman dan " tender ". Kedua-duanya adalah a-moral dan bejat. Tujuan yang diharapkan pemilik modal (pengusaha) dan pendukung keuangan yang lain kepada pihak penjajah adalah, bukannya supaya menghapuskan penjajahan regime Suharto keatas bangsa-bangsa Sumatra, melainkan harus memelihara perjanjian antara mereka dan meyelamatkan kepentingan masing-masing. (Bersambung) --------------------------------- RENUNGAN ! "Kerajaan-kerajaan besar mati karena sakit perut : tidak dapat mencernakan apa yang sudah dimakannya, " kata Napoleon. Begitulah nasib kerajaan Rome. Begitulah nasib Hindia Belanda. Dan begitulah nasib´ Indonesia-Jawa` walaupun masih berdiri sebentar lagi atas belas-kasihan Negara-negara tetangganya, besar-kecil ´Indonesia-Jawa` yang menggambarkan dalam surat-surat kabar Inperialis Barat sebagai ´negara teladan`sebenarnya adalah ORANG SAKIT DARI ASIA TENGGARA ! --------------------------------- --------------------------------- Alt i ett. Få Yahoo! Mail med adressekartotek, kalender og notisblokk.