Pihak GAM menyatakan bahwa partai GAM dengan menggunakan lambang bendera GAM sesuai dengan MoU Helsinki, sementara pihak Indonesia mengatakan tidak sesuai. Kalau realitanya seperti itu, jalan yang adil adalah membentuk tim Ahli yang benar-benar independen untuk membahas apakah sesuai atau tidak. Andaikata juga tidak berhasil, tidak ada jalan lain kecuali kembali berunding ke Helsinki sebagai lanjutannya. Jadi pihak kita tak perlu untuk merengek-rengek dengan membuat pernyataan yang bertentangan dengan agama serta aspirasi Rakyat Acheh - Sumatra. Misalnya: " semua pihak harus tunduk dibawah system Indonesia". Sementara menurut Mou Helsinki Acheh memiliki systemnya sendiri. Nampaknya oknum seperti itu terikat dengan "tempe basi" made in Hindunesia (baca uupa otonomi) yang bertolak belakang deng MoU Helsinki. Sedangkan MoU Helsinki dengan nyata mengamanatkan Self Goverenment bukan Otonomi. Uupa pura-pura ini juga yang dikutip Moh Samsul Arifin untuk menguatkan guyonnya di Acehkita.com: "Pasal 81 UU 11/2006 menyatakan partai lokal berkewajiban: mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lain serta mempertahankan keutuhan NKRI. . . . . . . . . . . . . . . Bagi kita bangsa Acheh - Sumatra yang sadar Pancasila itu adalah "puncasilap" yang dapat menggerogoti 'Aqidah kita. Puncasilap itu menjadi Idiology kaum yang lupa kepada siksaan Allah di Akhirat kelak. Mereka menempatkan Al Qur-an dibawah Pancasila (ka glue pancasila ngen aneuk panah). Akibatnya Al Qur-an itu hanya mereka gunakan sebagai bacaan belaka seperti di tempat orang mati, sebelum acara pidato dimulai. Al Qur-an juga mereka gunakan untuk mengambil sumpah jabatan penguasa mereka. Al Qur-an juga diperlombakan disetiap musabaqah-musabaqah sebagaimana layaknya olahraga. Sesungguhnya mereka yang tenggelam dalam system Pancasila memisahkan agama dengan negara. Inilah yang dikatakan 'Sekuler". Allah berfirman: "Zalikal kitabu la raiba fihi hudallil muttaqin". Terjemahan bebasnya: "Kitab Al Qur-an itu tidak ada keraguan (sedikitpun) padanya, (adalah sebagai) petunjuk bagi orang-orang yang taqwa". Nampaknya sekarang orang yang sudah merasakan nikmatnya di Acheh sudah tertutup mata hatinya hingga membuat pernyataan yang membingungkan kaum dhu'afa Acheh. Kalau bersedia masuk perangkap NKRI itu namanya bukan berunding tapi menyerah. Masihkah kita memiliki hati nurani? Apakah sudah tertutup dengan kemewahan sementara mayoritas orang Acheh -Sumatra masih hidup menderita. Kalau begitu masih lkayakkah kita disebut sebagai orang yang beriman? atau munafiq. Wahai saudara ku Takutlah kepada Allah. Renungkanlah kekhilafan yang telah kalian perbuat selama ini sebelum malaikat maut menjemput kita satapersatu Billahi fi sabililhaq A Qubra di Ujung Dunia
"\" Meurdéhka \"" <[EMAIL PROTECTED]> skrev: 09 Jul 07 21:43 WIB Awas! Partai Lokal Aceh Tak Sejalan MoU Helsinki WASPADA Online Walaupun secara de jure belum resmi terdaftar di lembaga/instansi terkait (Depkum dan HAM), namun secara de facto sudah lima partai politik lokal yang akan mewarnai pesta demokrasi pada 2009 di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kita mencatat, partai lokal yang sudah dideklarasikan di Aceh: Partai Rakyat Aceh (PRA), Partai Gabthat, Partai Aliansi Rakyat Aceh (PARA), Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS) dan Partai GAM yang baru Sabtu lalu membuka kantornya, sedangkan deklarasi direncanakan baru bulan depan. Disayangkan kalau dengan fakta seperti itu Wapres Jusuf Kalla masih mengelak. Katanya, belum ada partai lokal di Aceh. Apa maksud dari statement Wapres itu? Kiranya menjadi kajian para pengamat politik dan hukum maupun pihak-pihak yang anti-disintegrasi bangsa. Dalam perkembangan hukum di Indonesia, Aceh sudah selangkah lebih maju dalam hal demokrasi. Kalau di daerah-daerah lainnya, calon independen belum boleh maju, partai lokal apalagi, tetapi di Aceh kedua hal itu sudah dibenarkan setelah pemerintah Indonesia mengeluarkan PP No 20/2007. Peraturan Pemerintah tersebutlah yang melegalkan partai lokal tampil dalam Pemilu mendatang di Aceh. Hal itu merupakan penjabaran dari UU No 11/2006 tentang pemerintah Aceh untuk memperkuat komitmen MoU Helsinki, 15 Agustus 2005, yang membolehkan calon independen dan keberadaan partai lokal dalam sistem pemerintahan di Aceh. Kalau melihat hasil Pilkada yang berlangsung di Aceh dan perkembangan semakin mengentalnya pengaruh tokoh-tokoh GAM dalam masyarakat di sana, maka pembentukan partai lokal merupakan ancaman bagi partai politik yang ada, seperti Golkar, PPP, Partai Demokrat, PDI Perjuangan, PAN, PKB, PKS dll. Bisa-bisa partai lokal mendominasi bila mereka mampu mendekatkan diri dengan rakyat, terutama sekali Partai GAM yang didominasi petinggi-petinggi GAM yang keberadaannya kian berakar ke bawah Justru itu, pemerintah pusat perlu meWaspadai berdirinya partai-partai lokal, terutama GAM yang menggunakan lambang bendera perjuangan mereka sehingga terkesan Partai GAM masih ngotot dengan perjuangannya sejak tiga dasawarsa lalu. Tidak lagi dengan mengangkat senjata, tetapi kini lewat jalur politik. Sejumlah kepala daerah termasuk gubernur sudah mereka ambil. Akankah diperkuat lagi dengan lembaga legislatif di DPRD? Hemat kita, ya. Partai lokal akan mendominasi dalam Pemilu 2009 sehingga GAM akan menguasai eksekutif dan legislatif Aceh. Tentu saja tidak mungkin menghempang partai lokal di Aceh karena hal itu merupakan tuntutan perundangan yang berlaku saat ini, namun pemerintah dan pihak terkait perlu meWaspadai lahirnya partai lokal di Aceh saat ini agar tidak melanggar MoU yang sudah disepakati sehingga kedamaian di Aceh tidak terganggu. Apa yang dilakukan petinggi GAM dengan melahirkan partai lokal (Partai GAM) sungguh tepat. Oleh karena namanya Partai GAM maka lambangnya juga bendera GAM, hal itu sangat strategis untuk mendekatkan diri dengan rakyat Aceh. Aneh saja, kalau Partai GAM tetapi lambangnya pohon kelapa (misalnya) sehingga wajar kalau petinggi GAM ngotot mempertahankan lambang partainya. Sebaliknya, wajar pula kalau pemerintah RI, dalam hal ini polisi setempat menyatakan tidak setuju dipampangkannya plang nama Partai GAM yang berlogokan bendera GAM, sehingga muncul pernyataan polisi akan menindak partai GAM, seperti pernyataan jurubicara Polri (Waspada (9/7). Masalah ini bisa menimbulkan perdebatan, memicu friksi dan konflik, namun kita harapkan kedua belah pihak dapat menempuh jalur hukum atau prosedural dalam penyelesaian masalah yang mucul terkait dengan MoU Helsinki. Kalau nantinya Depkum dan HAM membenarkannya, maka semua pihak harus dapat menerimanya dengan lapang dada, begitu pula sebaliknya jika Depkum dan HAM menolaknya maka pimpinan Partai GAM dapat mengubah/merevisi logonya sehingga tidak 100 persen melambangkan bendera perjuangan GAM. Kalau disebutkan dalam MoU bahwa GAM tidak memakai seragam maupun yang menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan MoU, maka wajar saja kalau muncul pro dan kontra seputar Partai GAM yang menampilkan logo bendera GAM. Apakah bendera sama dengan atribut militer? Bisa ya, bisa tidak. Tapi dalam seragam militer, selalu ditampilkan bendera, menjadi bagian tak terpisahkan. Untuk apa? Ya, memotivasi anggotanya, seperti yang dilakukan separatis RMS, OPM dll. (wns) --------------------------------- Building a website is a piece of cake. Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online. --------------------------------- Klaustrofobisk innboks? Få deg en Yahoo! Mail med 250 MB gratis lagringsplass http://no.mail.yahoo.com