Soal Acheh memiliki sejarah gemilang memang merupakan suatu hipothesa yang 
pastinya masih memerlukan penelitian yang akurat. Disebabkan saya bukan 
pakarnya sejarah Acheh, makanya saya lebih cendrung depending. Kalau saya 
maksudkan pakar, saya juga tidak bermaksudkan pakarnya made in Indonesia dimana 
lazimnya orang-orang assimiles sudah dianggap pakar. Kalau ditanya mana pakar 
sejarah Acheh? menurut saya tidak ada di Indonesia dan di Acheh sendiri 
termasuk Anthony sekalipun, bukan. Saya lebih cendrung untuk mengatakan bahwa 
pakarnya sejarah Acheh  yang sudah terbukti hanya DR Hasan Muhammad ditiro dan 
Ustaz Ahmad Sudirman. Hal ini pastinya tidak diterima oleh orang-orang yang 
bersatupadu dalam system Taghut Hindunesia Hipokrit. 
   
  Kalau ada orang Acheh mengatakan bahwa Acheh memiliki sejarah yang gemilang 
kemungikinan besar benar, ketika kita bandingkan dengan sejarah Hindunesia yang 
hipokrit itu. Sebagai contoh jalan pikirannya ketika seseorang mengatakan: 
"Malaysia negara yang makmur". Klaim tersebut dapat dibenarkan ketika 
dibandingkan dengan Hindunesia yang migas dan hasil bumi lainnya melimpah tapi 
rakyat tetap saja morat-marit diatas nyanyian setiap calon calon penguasa 'demi 
rakyat'
   
  Ketika kita bandingkan dengan Norwegia, Malaysia masih jauh ketinggalan 
dimana tak seorangpun rakyatnya hidup morat-marit. Tidak pernak ada seorang 
pasen yang tidak terobati hingga mati sendiri di tempat-tempat kumuh, apalagi 
di kota. Ceritanya panjang tapi bukan hal itu yang menjadi sorotan saya kali 
ini tapi 'serambi Mekkah'.
   
  Mengapa Acheh digelar serambi Mekkah?.  Okelah sebagaimana kata Alauddin 
Ziyadovich Umarov yang namanya tercermin lahir dan dibesarkan di Rusia itu.  
Alauddin benar ketika menulis antithesis ini, saya mendukungnya 99 persen 
kalaulah tidak 100 persen. Tinggallagi ketika Alauddin mempertanyakan benarkah 
Acheh itu serambi Mekkah? Aaha, ini yang perlu kita analisa. Al Qubra langsung 
menjawabnya benar tapi tunggu dulu, sabar. . . . . . Andaikata ada orang Acheh 
mengatakan bahwa Acheh itu serambi Islam, langsung saya bantah: "Nei" bakkata 
orang Norway, kenapa?  Mekkah itu tidak identik dengan Islam. Ketika kita 
berbicara Islam tidaklah kita berbicara secara parsial tapi Kaffah. Di Arab 
memang penduduknya mayoritas orang Islam kalaulah tidak kita katakan 100 
persen. Tapi system nya tidak Islami tapi Taghuti kendatipun orang Wahabi dan 
orang-orang Islam yang keliru idiolog lainnya membantah secara membabi buta. 
Kalau kita berasumsi bahwa Saudi Arabia itu negara Islam,
 Hindunesiapun mengklaim diri sebagai negara Islam. Lalu diikuti umumnya 
negara-negara Asia dan Afrika
   
  Ketika Republik Islam Iran mengatakan negara-negara Islam lainnya, itu 
merupakan taqiah. Sebab dI Arab, Mesir, Hindunesia dan semacamnya tidak 
diberlakukan hukum Allah.  Di Arab Saudi kalau ada orang kampung mencuri ayam 
biarpun disebabkan kelaparan, algojonya memotong tangan pencurinya tapi ketika 
pejabat-pejabat menggaet petro dolar, diberikan 'tanda jasa'. Itu namanya bukan 
hukum Allah yang dimaksudkan dengan". . . . . . .waman lam yahkum bima 
anzalallah, fa ulaika humul kaafirun. . . . . . . . . .  (Q.S Al Maidah 44, 45 
dan 47) tapi hukum labalaba. Hukum laba-laba hanya berlaku untuk orang-orang 
kecil saja (baca kaum dhu'afa) sementara orang-orang "besar" malah merobek 
hukum tersebut sebagaimana yang kita saksikan di Acheh - Sumatra sampai 
sekarang ini dimana hukum hanya diberlakukan untuk rakyat jelata doang 
sementara hak merekapun digasak pihak lain melalui legitimate penguasa zalim
   
  Kenapa di Acheh sampai hari ini diberlakukan hukum laba-laba? Disitu benarnya 
antythesis Alauddin bahwa kebenaran sudah diklaim oleh orang-orang hipokrit 
yang ber level Islam. Tentang Thayeb Adami dan T Yusuf Muda Dalam tunggu dulu, 
lain kali saja insya Allah akan kita bandingfkan atara sosialis Islam dengan 
sosialis komunis.
   
  Kembali kepersoalan semula, bahwa Acheh sampai hari ini masih serambi Mekkah 
dimana Mekkahnya sekarang Mekkahnya Abu lahab bukan mekkahnya Muhammad 
Rasulullah.  Justru itu bagi orang-orang idealis tidak pernah bangga kalau 
Acheh di sebut serambi Mekkah. Kalau ada orang 'alim palsu atau intelektuel 
gadongan (baca assimiles-assimiles) yang bangga akan Acheh  dengan serambi 
Mekkahnya, mereka adalah para ilmuan yang "berwajah pucat", bukan para idiolog.
   
  Biullahi fi saqbililhaq
  Muhammad Al Qubra
  [EMAIL PROTECTED]
  Sandnes, Norwegia
   
   
  

  Alauddin Ziyadovich Umarov <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Orang Aceh selalu mengklaim bahwa sejarahnya gemilang berazas Islam, sehingga 
mendapat julukan Serambi Mekkah. Benarkah? Fakta sejarah menunjukkan sebaliknya.
  Ketika Prince Mauritz dari Belanda datang berkunjung ke kerajaan Aceh, salah 
satu bagian dari upacara penyambutan adalah memberi minuman arak terbaik di 
negeri. Sebuah kerajaan Islam tidak mungkin akan menyambut tamunya dengan 
suguhan arak.
  Marco Polo dan Tome Pirres yang melawat ke Pasai juga menceritakan bisnis i 
jok masam ini.
  Dalam memoar Teuku Muhammad Hasan (Gubernur Sumatera waktu masa perjuangan 
kemerdekaan Indonesia) ditulis tentang kebiasaan para uleebalang yang suka 
minum minuman keras.
  Ketika perdagangan dengan Inggris sedang jaya-jayanya, salah satu komoditi 
impor utama Aceh dari pedagang Inggris adalah opium.
  Pada saat penyembelihan orang Islam sedang dahsyat-dahsyatnya di Spanyol, 
kerajaan Aceh justru bersahabat erat dengan Spanyol. Pada era yang sama 
Kerajaan Aceh memerangi raja-raja muslim di Semenanjung Malaya dan melakukan 
praktek genosida. 
  Rajanya suka membunuh ulama. Contohnya Syekh Ibrahim, guru Syekh Abdurrauf 
Syiah Kuala yang dibunuh oleh Ratu Safiatuddin. 
  Pada masa setelah Indonesia merdeka, organisasi pemuda yang terbesar di Aceh 
adalah Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia).
  Partai Komunis Indonesia cukup mendapat pengaruh di Aceh. Tokoh-tokoh PKI 
berkaliber besar yang orang Aceh pun muncul, seperti Thayeb Adami dan Yusuf 
Muda Dalam.
  Setelah PKI mendapat fitnah dan diganyang, yang bangkit di Aceh justru adalah 
organisasi-organisasi nasionalis pembela Pancasila (bukan organisasi pembela 
Islam yang ingin menegakkan syariat Islam).
  Praktek memuja setan, kuburan-kuburan dan pohon kayu juga sangat umum di 
Aceh. Mungkin jika tidak ada perang DI dulu, sampai sekarang orang Aceh masih 
suka boh alen, puduk si manok puteh bak utom bak kayee raya, atau gantung kuah 
bileh bak jen ganefo (dulu cukup terkenal di kampus Darussalam dan Tungkop). 
Kontrasnya, personil DI yang katanya memperjuangkan Islam, begitu dikasih SKBT 
langsung meuseunoh-seunoh dan memalsukan keterangan keluarga. Yang belum kawin 
mengaku sudah punya anak lima, yang umurnya 20 tahun mengakunya 45, yang tidak 
pernah angkat senjata mengaku kombatan. Peugah dro Islam tapi lam seumeungeut 
hanjeut theun talo. Meminjam bahasa kawan Kamal, lebih baik orang jujur tapi 
tak percaya tuhan daripada percaya Allah dan nabi tapi tak jujur. Kon nyo 
meunan?
  Lalu yang lebih memojokkan adalah ketika saya pernah ditanya oleh kawan, 
siapa ulama besar yang orang Aceh? Saya terdiam karena memang tidak ada. Mau 
jawab Syekh Abdurrauf, tidak fair karena beliau orang Singkil/Barus. Mau jawab 
Syekh Nuruddin Arranirri, jelas tidak bisa karena dia orang India. Hamzah 
Fansuri atau Samsuddin Sumatrani? juga tidak bisa karena mereka dicap tersesat 
oleh kerajaan Aceh. Mau jawab Abu Tanoh Abee, malah jadi blunder karena tidak 
ada buku karangan beliau yang jadi bahan rujukan pengajaran agama. Abu Tanoh 
Abee sendiri bermarga Baghdadi yang berarti berasal dari Iraq. Siapa ulama 
Islam dari Aceh yang ilmu atau bukunya pernah menerangi dunia? Saya tidak bisa 
jawab, karena memang tidak ada.
  Sekarang, jejak Islam pun sepertinya tak kelihatan di masyarakat Aceh, baik 
di Aceh maupun di luar Aceh. Pada saat mereka di luar Aceh, maka kasino, 
nightclub dan tempat pelacuran lebih menarik hati mereka daripada masjid. 
  Jadi jujur saja, kita harus katakan, bahwa kaitan antara Islam dengan Aceh 
hanya lewat mitos belaka. Islam sago jeh ureung Aceh sago nyo, meukleh.
  Saya lebih menyukai dan menghargai pribadi-pribadi seperti Thayeb Adami, yang 
konsisten dengan nilai dan kepercayaannya. Dia adalah Marxist-Sosialis sejati, 
yang biarpun diancam dengan pedang di leher, tidak mau mengucapkan syahadat. 
  Alauddin
    
---------------------------------
  
  Ready for the edge of your seat? Check out tonight's top picks on Yahoo! TV. 
    
---------------------------------
  
  Building a website is a piece of cake. 
Yahoo! Small Business gives you all the tools to get online.
    

              
---------------------------------

Klaustrofobisk innboks? Få deg en Yahoo! Mail med 250 MB gratis lagringsplass 
http://no.mail.yahoo.com

Kirim email ke