FANATIK BUTA Perjanjian Helsinki bukan untuk bersatu dalam bingkai Hindunesia tapi masing-masing memiliki pemerintahan sendiri atau Self Government. Perkara ini memang tidak pernah selesai selagi ada yang hipokrit diantara pihak yang berunding itu. Coba kamu renungkan siapakah diantara dua pihak itu yang hipokrit? Pastinya kamu tidak berkemampuan untuk mengenalnya, disebabkan tertutup mata hati kamu hingga takmampu memahami tulisan saya itu. Kamu memang asal bela, walaupun yang kamu bela itu bathil. Inilah yang namany fanatik buta.
matius dharminta <[EMAIL PROTECTED]> skrev: bukannya pihak penengah tidak memahami isi perjanjian mou helsinki, justru sebalinya mereka tahu persis apa arti dari isi perjanjian tersebut. karena mereka sudah tahu dan paham betul akan perjanjian, maka merekapun tahu apa yang harus mereka lakukan. kalau mereka hingga kini diam beribu-ribu kata, memang tidak ada yang perlu dikomentari karena semua sudah berjalan sesui perjanjian. kalau ada pihak yang ingin menarik mereka untuk berpihak disalah satu kelompok sebaiknya lupakan saja, sebab mereka dipercaya untuk menjadi penengah perundingan karena ke independen/kenetralannya... Muhammad al qubra <[EMAIL PROTECTED]> wrote: APAKAH PIHAK PENENGAH TIDAK MEMAHAMI ISI PERJANJIAN MOU HELSINKI SECARA KONTEKSTUAL? MENGAPA MEREKA DIAM SERIBU SATU BAHASA KETIKA PIHAK HINDUNESIA MENYELEWENG VIA UUPA ? SAMAKAH SELF GOVERNMENT DENGAN OTONOMI? APAKAH KITA PERLU SEKOLAH BALIK UNTUK MEMAHAMI ISTILAH TERSEBUT? OH BETAPA TIDAK LUCUNYA SANDIWARA INI. Inilah akibat kita berdamai dengan orang-orang munafieq, akhirnya kita juga masuk perangkap munafieq. Dimata kita siang dan malam yang terbayang adalah kedudukan dan uang atau 3 ta (Tahta, harta dan wanita). Untuk ini kita tenggelam hingga tidak tau dirilagi, kendatipun dulu berjuang dengan menggebu-gebu. "Ban ditimbak peng lam peureudee trieng, ladju teuwe sigala-galadjih". Berdasarkan perjanjian Helsinki bahwa Acheh - Sumatra dan Hindunesia hidup sejajar atawa secara berdampingan, bukan dalam bingkai Hindunesia. Inti daripada perjanjian tersebut bahwa Gerakan Acheh Mardeka (GAM) tidak lagi berjuang melalui senjata tapi sebagai gantinya akan berjuang di gelanggang politik. Jadi tidak ada istilah bagi Acheh - Sumatra untuk berada dalam bingkai Hindunesia. Apa yang saya kemukakan ini bukan berdasarkan tekstual tapi secara Kontekstual, nyakni sesuai pemahaman dari keseluruhan teks perjanjian Helsinki tersebut. Ironisnya pihak Hindunesia telah menyulapnya melalui UUPA Otonomi sebagai versi dari lembaga legislatif Hindunesia yang mereka jabarkan berdasarkan tekstual. Sudah barang pasti bahwa pihak Hindunesia (baca tni, polisi, legislatif eksekutif, yudikatif dan orang-orang yang bersatupadu dalam system Hindunesia Munafieq serta orang-orang Aceh yang jiwanya sudah terombang ambing oleh sandiwara yang dimainkan pihak Hindunesia senantiasa melihat persoalan tersebut secara tekstual. Self Government itu pemerintah sendiri bukan pemerintah dibawah Hindunesia. Kalau Hindunesia masih memiliki wewenang penuh atas pemerintah Acheh, itu namanya bukan self Government tapi pemerintah Daerah yang dikepalai oleh seorang gubernur yang sudah barang pasti kedudukannya dibawah Presiden.Hindunesia. UUPA harus dirumuskan berdasarkan MoU Helsinki bukan berdasarkan undang-undang Hindunesia. Pemilihan Acheh bukan pilkada tapi pilkapa, tidak pahamkah anda? Kalau mermang untuk berada dalam bingkai Hindunesia buat apa susah-susah naik ke gunung hingga mengorbankan bukan saja putra-putra brillian bangsa Acheh tapi juga orang perempuan dan anak-anak. Apakah falsafah Acheh memang sebagaimana diaplikasikan dalam tari Sedati, setelah menggebu-gebu lalu akhirnya menyerahkan diri? Itukah tujuan kita berjuang? Kaum dhu'afa Acheh masih menderita sampai hari ini dan sepertinya sampai kiamat dunia ini menjadi permainan orang-orang "terhormat". Lamteh II rasanya sedang menemui kita. Pemain catur kita senantiasa kena "skak", takpernah menskak pihak lawan, inikah kebijaksanaan kita? Bukankah yang seperti itu penyelewengan namanya? Oh betapa malangnya di Acheh sekarang bukan "Sedati" tapi "ketoprak". Bukan "ikan kayu" tapi "tempe basi" yang disambut meriah oleh putra-putra Aceh sendiri yang sedang tenggelam dalam "kebijaksanaan". Sekarang coba kita renungkan. Apakah perjuangan itu berdasarkan perintah Allah atau hanya kehendak manusia yang kosong dari idiology yang haq, hingga pendiriannya sering berobah-obah. Saya kira tidak ada orang, kecuali basyar yang mengaku bukan berdasarkan perintah Allah. Justru itu sekarang lihatlah persoalan Acheh berdasarkan Firman Allah, bagaimana sikap kita ketika pihak lawan tidak menepati janji? Patutkah kita hanya sekedar enggeh-enggeh saja dengan alasan hendak berpolitik dengan musuh tapi justru kita yang dipolitisir. Bagaimana mungkin kita mengeluarkan pernyataan yang menihilkan tujuang perjuangan? Itukah kebijaksanaan atau penyimpangan. Renungkanlah wahai orang-orang yang masih memiliki hati nurani. Kita sudah begitu toleran dengan menyetujui perdamaian, kendatipun tidak sepatutnya kita berunding dengan musuh yang jauh lebih siap dibandingkan kita. Yang kami harap jangan sampai ketika kita kasih hati, masih juga kita perkenankan untuk diambil jantungnya. Hati-hatilah dalam membuat pernyataan. Kalau memang tidak mampu, jangan malu untuk berguru kepada Ustaz Ahmad Sudirman. Untuk lebih jelas perlu kita analisa kembali tulisan berikut ini: Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamu'alaikum wr wbr. ANGIN BADAI BERHEMBUS DI GUNUNG, KENAPA POHON INI DAN POHON ITU SAJA YANG TUMBANG by Anku di Lampoh Meulasah Ruhung (HSNDWSP) TIDAK ADA TEMPAT UNTUK BERUNDING DENGAN SIPA-I JAWA MUNAFIK ,PENIPU LICIK Menurut hemat saya, tak ada tempat untuk berunding dengan Sipa-i-Jawa yang munafiq itu. Dalam kamus Islam sejati, tidak ada istilah berunding dengan musuh sa'at perang sudah kita putuskan. Hal ini disebabkan bahwa dalam kamus musuh, berunding itu adalah "taktik strategi". Justru itu kapan saja kita mau berunding dengan musuh, mulai sa'at itulah kita sudah dapat bersiap-siap untuk kalah. Opini tersebut diatas saya susun menurut analisa saya sendiri terhadap sejarah Rasulullah saw, Imam Ali bin Abi Thalib dan sejarah perang Acheh - Belanda. Perundingan yang dibuat Rasulullah dengan kafir Qurasy adalah sebagai uji coba untuk diambil i'tibar oleh orang-orang yang beriman bahwa musuh kita takpernah menepati janji. Hal ini di abadikan Allah dalam Al-Qur-an sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman bahwa Allah sendiri yang membatalkan perjanjian tersebut (QS At-Taubah, 9:1-8). Imam Ali sebagai warisan Rasul, sangat paham tentang hal tersebut. Namun sebahagian besar pengikutnya terpengaruh dengan strategi licik dan keji dari Amru bin Ask, menggunakan mushaf Al Qur-an untuk mengelabui pengikut Imam Ali. Sa'at ini sipa-i Djawa munafiq juga menggunakan taktik keji model Amru bin Ask untuk menipu bangsa Acheh. Perjanjian Linggar jati dan Renville pun sudah sama-sama kita pahami sebagai guru bagi sipa-i Jawa munafiq itu. Redjim dhalim macam sipa-i Jawa munafiq itu memang sangat menakutkan umpama jeratan "Laba-laba" yang membuat belalang tak berdaya. Justru itu tak satu golonganpun yang mampu melawan kecuali golongan jihad. Dalam kamus jihad tertulis dengan jelas bagi orang-orang yang beriman: "Sesungguhnya jeratan labalaba itu adalah rapuh" (QS An Nisaa', 4: 71-78). Dalam sejarah Islam terbukti bagaimana gempuran pasukan Islam sejati terhadap kerajaan Parsi dan Romawi yang berhasil mendapat kemenangan, kendatipun pasukan Islam jauh lebih kecil dibandingkan pasukan musuh. Begitu juga gempuran jihad tentera Acheh terhadap tentera Belanda yang senjatanya jauh lebih moderen dari senjata kita. Hal ini sudah begitu jelas kita baca dalam tulisan wali Negara Acheh, Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Setelah itu kita lihat lagi bagaimana kerajaan Islam yang begitu luas (Parsi dan Romawi) sanggup dikalahkan oleh satu pasukan yang jauh lebih kecil (Holakokhan), kenapa ? Begitu juga sejarah perang Hunain, dimana pasukan Islam yang begitu besar dapat dikalahkan musuh kendatipun setelah itu menang kembali, kenapa ? Jawabannya: Angin badai berhembus di gunung, kenapa pohon ini dan pohon itu saja yang tumbang ? Tumbangnya pohon ini dan pohon itu bukan disebabkan angin badai, namun pohon itu sendiri sudah keropos akarnya atau di makan anai-anai. Artinya bukan Holakokhan yang mengalahkan kerajaan Super Power Islam saat itu, namun tentera dan orang Islam sendiri sudah dekaden, 'Aqidah/Idiology sudah sirna, tujuan hidup bukan lagi untuk mencari keredhaan Allah, melainkan untuk mencari kesenangan ataupun materi/harta segala-galanya. Semoga bangsa Acheh - Sumatra hari ini mampu berfikir bahwa mungkin saja setelah kita meraih kemerdekaan, akan muncul bahaya lainnya. Orang-orang yang salah tujuan hidupnya menjadi suatu penyakit yang lebih berbahaya daripada musuh yang sedang kita perangi hari ini. Namun demikian, andaikata hari ini pemimpin kita terpaksa mengambil suatu alternatif untuk berunding akibat situasi dunia yang serba tidak menentu, sangat perlu kita tentukan syarat-syaratnya sebagaimana tersebut dibawah ini: 1. Lepaskan dulu seluruh tahanan politik Acheh terutama sekali ex utusan perundingan. (Bagaimana mungkin kita berunding sementara musuh tak punya aturan sama sekali, menangkap utusan tersebut) 2. Tarik seluruh pasukan non organik dan bubarkan seluruh pos-pos yang dibuat selama darurat militer. 3. Fokuskan gencatan senjata sebagai syarat utama perundingan dengan jaminan badan Internasional (PBB) secara tertulis, untuk monitoring. ( Tak ada gunanya perundingan dilanjutkan sementara di loapangan perang terus berlangsung) 4. Cabut aturan apa saja yang menghambat kepada kebebasan, seperti Keppres No.43/2003 dan PP No.2/2004 . Dan kondisikan suasana kehidupan politik yang aman dan bebas bagi seluruh rakyat Acheh. Demikianlah menurut hemat saya mudah-mudahan mendapat redha Allah dan saya tutup tulisan ini dengan firman Nya: "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah, Rasul Nya dan ulul amri mingkum (wali dari kalangan kamu sendiri). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi mu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisaa', 4: 59) Motto: "Yang menang belum tentu benar, yang benar pasti menang" --------------------------------- Alt i én. Få Yahoo! Mail med adressekartotek, kalender og notisblokk.