Dari pada diisi dokter asing, lebih baik reformasi aturan mengenai RS
& pendidikan dokter, terutama untuk masalah keharusan ada dokter
spesialis. RS boleh tanpa spesialis dengan catatan dokter umum harus
ditambah kompetensinya menjadi semi spesialis di bidang-bidang yang
penting seperti pediatri umum, penyakit dalam umum, neurologi
emergensi, bedah emergensi, obstetri patologi-operatif, sonografi,
dst. Libatkan FK swasta untuk mendidik kompetensi tambahan ini karena
selama ini sulit untuk buka PPDS.
JKN harus mangkus & sangkil, jangan sampai spesialis banyak tapi
kompetensinya nggak termanfaatkan maksimal karena kasus & peralatan
nggak sesuai, yang berimbas pada bayaran yang dianggap terlalu murah.
---

http://health.kompas.com/read/2013/08/14/1032401/60.Persen.Rumah.Sakit.Siap.Jalankan.Sistem.JKN
60 Persen Rumah Sakit Siap Jalankan Sistem JKN

Meski pemerintah terus menggenjot persiapan pelaksanaan sistem Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dimulai Januari 2014, tetapi masih
ada beberapa permasalahan yang menghadang. Terutama mengenai kesiapan
rumah sakit.
Menurut Ketua Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSSI), Sutoto
Cokro, permasalahan  terutama terjadi pada rumah sakit yang belum
mampu melaksanakan kendali mutu dan biaya dengan baik.
“Apalagi awalnya kita berharap premi bisa Rp. 22.300. Rumah sakit yang
tidak mampu melakukan kendali mutu dan biaya tentu akan rugi. Hal ini
sepenuhnya permasalahan internal rumah sakit,” kata Sutoto ketika
dihubungi Kompas.com pada Senin (12/8) di Jakarta.
Kendati begitu, Sutoto optimis pelaksananaan JKN bisa berlangsung
dengan baik. Ia mengatakan permasalahan demikian biasa terjadi di
negara yang baru melaksanakan jaminan sosial.
Sampai saat ini menurut Sutoto, sekitar 1.100 rumah sakit seluruh
Indonesia siap melaksanakan JKN 2014.  Angka tersebut sama dengan
jumlah rumah sakit yang mengikuti program Jamkesmas. “Angka tersebut
setara 60 persen jumlah rumah sakit seluruh Indonesia. Angka tersebut
tentu sudah bagus, apalagi mungkin baru 60-70 persen warga Indonesia
yang menjadi peserta JKN pada Januari 2014,” kata Sutoto.
Kendati begitu, Sutoto tak menampik ada dua permasalahan yang harus
cepat diselesaikan. Masalah tersebut mencakup distribusi tempat tidur
dan dokter spesialis. Dari dua masalah tersebut, Sutoto menilai,
ketersediaan dokter spesialis menjadi poin utama.
Dokter spesialis berada di tingkat pelayanan sekunder, yakni rumah
sakit daerah dan tersier atau rumah sakit provinsi dan nasional. Dalam
JKN 2014 pasien akan mendapatkan pelayanan sekunder atau tertier, bila
pelayanan di tingkat primer tidak mampu melakukannya.
Tanpa menyebut jumlah, Sutoto menilai jumlah dokter spesialis yang
terdapat di Indonesia masih sangat kecil. “Untuk rumah sakit tipe D
minimal ada 4 spesialis, yaitu penyakit dalam, anak, bedah, dan
kebidanan. Pos-pos inilah yang rentan diduduki tenaga kerja asing.
Padahal kualitas dokter asing tersebut belum tentu lebih baik
dibanding dalam negeri,” kata Sutoto.
Sutoto berharap, pemerintah bisa membuka peluang lebih lebar untuk
produksi dokter spesialis. Salah satunya dengan membuka kesempatan
perguruan tinggi swasta ikut ‘memproduksi’ dokter spesialis. Menurut
Sutoto, asal aturan dan kurikulum jelas hal tersebut bukan masalah.
Sedangkan terkait distribusi tempat tidur, Sutoto berharap, pemerintah
bisa membuka kesempatan bagi swasta. “Terutama untuk daerah terpencil
dan padat penduduk. Apalagi bila kita akan menggunakan aturan WHO,
satu tempat tidur untuk 1.000 populasi,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan Akmal Taher. Saat ini dibutuhkan sekitar 170
ribu tempat tidur, dengan kelas tiga sebanyak 65 ribu.
"Sekarang kita tunggu dulu hasil pendataan puskesmas untuk jumlah
tempat tidur. Sedangkan untuk dokter spesialis, kita konsentrasi dulu
pada dokter umum untuk layanan primer," kata Akmal.


------------------------------------

Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net


Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/desentralisasi-kesehatan/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    desentralisasi-kesehatan-dig...@yahoogroups.com 
    desentralisasi-kesehatan-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    desentralisasi-kesehatan-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke