Menurut saya ini sederhana tapi sebenarnya sangat rumit.
Semua bidang mengalami situasi seperti ini. Karena industri hulu kita sangat 
lemah.
Kelemahan lagi, pemerintah dulu yang membuka kran investasi luar di sini 
dijanjikan alih tehnoogi, tapi sampai sekarang alih tehnologi itu tidak 
terjadi, alih-alih malah cikal bakal hulu kita malah mati. Kasus ini bisa 
diamati saat kasus BPPN, industri tidak strategis yang berkaitan dengan itu 
orang-orang yang bermasalah masuk prodeo tapi industrinya tetap jalan, sedang 
yang strategis industrinya mati tapi orang kabur :D

Berkaitan dengan fundamental resources kita berbasis Agro, pelaku agro ditopang 
oleh petani-petani kecil yang dalam piramida berada pada bagian bawah. Tahu 
sendiri kan bagaimana kebutuhan ekonomi mereka? Kalau dulu masih ada 
program-program seperti yang diuncurkan pak Adi Sasono kemudian masih ada 
Koperasi, artinya petani kita tidak mesti berhadapan dengan sistem perbankan 
masih akan ketemu dengan soft loan. Masih ada triger yang masuk akal untuk 
petani. Sekarang ini sudah nol besar. Petani dibuat apple to apple dengan 
industri besar, berhadapan dengan sistem perbankan dengan colateral 110%.

Di tambang pun saya rasa seperti itu, pemerintah sudah merasa aman dengan 
sistem pembagiannya. Sementara alih tehnologinya malah masyarakat yang harus 
berinisiatif sendiri. Bayangkan saja kalau untuk memenuhi kebutuhan peralatan 
diharuskan dengan sertifikasi yang berada di luar negeri, malah nagera asal 
investor :D Padahal peralatan itu bisa dibuat di sini walaupun dengan material 
impor.

Sekarang, kata koperasi saja sudah hilang dari UUD kita, amandemen UUD 
sebenarnya sudah mengganti pasal 33 karena siapapun bisa menguasai tidak mesti 
negara. Memangnya sejauh apa negara melakukan kontrol? Terhadap Lapindo saja 
maah ngucurin pakai APBN.

Kembali ke sektor Agro, saat harga komoditas naik saja petani belum tentu 
menikmati hasil lebih karena biaya produksi dan hal-hal lainnya juga meningkat. 
Inovasi tehnologi berjalan sangat lambat karena dipelopori kelas menengah yang 
nekat yang mau inovatif untuk mengolah hasil panen. Kalau petani untuk inovatif 
perlu petani kelas menengah yang turun ke ladang! Sangat banyak yang berguguran 
dalam kancah tersebut meskipun ada juga satu dua orang yang kemudian berhasil, 
semoga yang berhasil menambah kenekatannya dalam berinovasi.

Jadi menurut saya  sumber petaka ini adanya di legislator yang bermain-main 
dengan legislasi. Mengubah legislasi untuk memenuhi kebutuhan investor bukan 
mengarahkan investor untuk memenuhi syarat sesuai legislasi. Jadi 11-12 dengan 
cara Belanda yang menumpas perjuangan Pangeran Diponegoro, padahal yang 
menumpas itu KNIL :D Yah KNIL yang kemudian menjadi deretan nama-nama yang 
menjadi pahlawan-pahlawan di negeri ini dan kemudian menjadi penguasa di negeri 
ini.

##########################
Daftar Permintaan dan Penawaran Terbaru:
http://www.agrodirektori.com
SMS INFO: 0 8 1 1 1 8 5 9 2 9 
##########################



Kirim email ke