Pada pasal 10 UU 12 1992 menyebutkan  bahwa:
(1)     Introduksi dari luar negeri dilakukan dalam bentuk benih atau materi 
induk untuk pemuliaan tanaman.
(2)     Introduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan oleh 
Pemerintah dan dapat pula dilakukan oleh perorangan atau badan hukum.
(3)     Ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur 
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


Pada pasal 10 UU 12 1992 menyebutkan  bahwa
Setiap orang atau badan hukum dapat melakukan pemuliaan tanaman untuk menemukan 
varietas unggul.

Jadi jika petani mau mengembangkan bibit unggul boleh. Namun akan bermasalah 
jika yang dipakai untuk bibit permulaannya punya PT BISI.

Sekarang kalau ada dari rekans yang mau membantu, promotori lah para petani 
yang mengembangkan bibit seperti ini. Caranya diimport beberapa bibit unggul 
dari LN ke Indonesia.(asal jangan yang transgenik ya?). Kemudian hibahkan ke 
petani pembibit. Dorong para petani pembibit ini untuk berkreasi terhadap 
bibit2 unggul yang diimport tadi. Maka dominasi TongBes TungSar itu akan sirna.

Bgmana? ada dari rekan yang mau mempromotori?

Armen

-----------------------------------------
BURSA JUAL-BELI AGROMANIA
Isi Formulir di: http://tiny.cc/bursa
SMS INFO: 0813-9832-9632
-----------------------------------------



________________________________
From: "hardiono2...@yahoo.com" <hardiono2...@yahoo.com>
To: agronurs...@yahoogroups.com
Sent: Wed, May 26, 2010 4:32:34 AM
Subject: Re: [agronursery] ketidak-adilan


Apa nggak bisa memajukan surat juga ke komite pengawas persaingan usaha
Kalau sistim penanaman kan relatif hampir sama dan tidalk ada yang dipatenkan 
selama ybs tidak mengatakan bahwa benih tersebut merupakan benik merk PT 
tersrbut itu namanya non fair bisnis dan bener kriminalisasi
Kenapa tidak kirim surat terbuka aja ke Presiden RI yang adalah doktor 
pertanian agar hal spt ini menjadi perhatian dan tidak terulang lagi
Salam
Sent from BlackBerry® on 3
________________________________

From:  ahmad djatmiko <miko1...@yahoo. com>
silahkan beri komentar

miko


Tindakan ini bentuk kriminalisasi perusahaan besar kepada
petani.
Lagi, Petani Disidang Karena Dituduh Memalsu Benih
Senin, 24 Mei 2010 | 16:31 WIB
Besar Kecil Normal
TEMPO Interaktif, aSurabaya - Sejumlah mahasiswa dan tokoh
masyarakat mendatangi kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri. Mereka
memberikan dukungan kepada Kuntoro, 45, pedagang benih jagung yang menjadi
korban kriminalisasi PT Benih Inti Subur Intani (BISI).


Kuntoro, warga Dusun Besuk, Desa Toyoresmi,
Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri ini didakwa melakukan pemalsuan benih jagung
yang diproduksi perusahaan benih PT BISI. Menurut dakwaan jaksa, Kuntoro
diketahui memperjualbelikan benih jagung yang menyerupai benih Bina buatan PT
BISI. Akibatnya dia ditangkap Kepolisian Resor Kediri 15 Januari 2010 dengan
tuduhan memalsukan benih.

Kuasa hukum terdakwa Athoillah SH mengatakan
kliennya didakwa melakukan pelanggaran pasal 60 ayat 1 Undang-undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Atas perbuatan tersebut dia dituntut
hukuman pidana penjara 10 bulan dengan denda satu juta rupiah. “Ini
kriminalisasi perusahaan besar kepada petani,” kata Athoillah dalam pembacaan
pledoi, Senin (24/5).

Menurut dia, Kuntoro hanyalah pedagang benih jagung
berskala kecil yang memperdagangkan benih kepada petani di sekitarnya. Dengan
harga beli Rp 6.500 per kilogram dari petani benih, dia menjualnya kembali
kepada petani lain dengan harga Rp 7.500 per kilogram.

Upaya tersebut
tampaknya mengundang kekhawatiran PT BISI sebagai produsen benih jagung tunggal
di daerah Kediri. Dikhawatirkan para petani akan beralih membeli benih jagung
tersebut, dan meninggalkan produk pabrikan yang harganya mencapai Rp 30 ribu per
kilogram.

Selama ini PT BISI telah mengikat kontrak kerja
dengan petani untuk membuat benih jagung sesuai varietas dari PT. BISI. Dengan
harga beli Rp 3.000 benih per kilogram dari petani, PT BISI menjual kembali
produk tersebut kepada petani dengan harga Rp 30 ribu. “Ini sistem pertanian
yang tidak fair,” kata Athoillah.

Menurut catatan Athoillah, sejak tahun
2004 hingga sekarang sedikitnya tercatat 17 petani yang menjadi korban
kriminalisasi perusahaan raksasa. Mereka dihadapkan pada UU No 12 tahun 1992
tentang sistem budidaya tanaman yang hanya memberikan kesempatan kepada
perusahaan besar untuk menguasai sistem pertanian mulai hulu hingga hilir.
“Petani yang ingin berdaya dengan membuat benih sendiri selalu dipenjara,”
katanya.

Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Suwandriyono SH itu
juga dihadiri oleh Forum Badan Eksekutif Mahasiswa Kediri, tokoh agama dan
masyarakat, dan staf ahli Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari dalam
surat tertulisnya kepada majelis hakim meminta untuk memperhatikan fakta, bukti
materiil, ataupun peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh Jaksa
Penuntut Umum. “Kami juga akan memperjuangkan amandemen UU No 12 tentang sistem
budidaya tanaman yang kerap menjerat petani,” kata Eva.

Saat sidang berlangsung, perwakilan maupun
kuasa hukum PT BISI tidak hadir.

HARI TRI WASONO








[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke