Meskipun budidaya sidat di Indonesia relatif belum berkembang, belut berkuping 
ini  cukup berhasil dikembangkan di Tiang Zhen, 100 km dari Guangzhou, China. 
Pembesaran sidat di wilayah tersebut dikerjakan oleh petani dan hasilnya di 
ekspor  ke Jepang. Teknik perkembangbiakan sidat memang belum diketahui 
sehingga pasokan benihnya masih mengandalkan tangkapan dari alam. Begitu juga 
China, para pembudidayanya mengimpor benih sidat jenis Anguilla japonicus dan 
Anguilla anguilla dari Kanada dan Eropa. 
Jepang, Eropa, dan China
Di Indonesia sumberdaya benih cukup berlimpah. Setidaknya, terdapat empat jenis 
sidat, yaitu Anguilla bicolor, Anguilla marmorata, Anguilla nebulosa, dan 
Anguilla celebesensis. Ekspor sidat dari Indonesia sebelumnya berasal dari 
tangkapan alam, misalnya dari  perairan Pelabuhan Ratu, Sukabumi (Jabar) dan 
Cilacap (Jateng).

Menurut J. Soetanto, Corporate Development Manager Aquaculture Division PT Suri 
Tani Pemuka (STP), konsumen sidat terbesar adalah  Jepang,  Eropa, dan China.  
"Pasar Jepang umumnya menghendaki sidat  berbentuk fillet yang berasal dari 
jenis A. bicolor atau A. japonicus ukuran 300—400 gram," ungkapnya.

STOP PRESS!!
===============================================
*PELATIHAN LENGKAP BUDIDAYA DAN BISNIS SIDAT!*
*******BAWA 3 ORANG, GRATIS 1 ORANG*******
===============================================
Agromania bekerja sama dengan Direktorat Jendral
Perikanan Budidaya, tanggal 28-29 Maret 2010 akan
mengadakan pelatihan lengkap Budidaya dan Bisnis
Ikan Sidat. Pelatihan juga akan diisi dengan praktek
di pusat budidaya ikan sidat. Pelatihan diisi para
ahli serta pelaku langsung budidaya dan bisnis sidat
paling bonafide. Untuk menjamin kesediaan tempat,
segera daftar dari sekarang di http://tiny.cc/sidat
Dapatkan CD dan 2 DVD Budidaya Ikan Sidat.
INFO: 0217199660 / 0 8 1 1 1 8 5 9 2 9 (SMS)
===============================================

Lain halnya dengan konsumen Eropa, mereka menyukai sidat dalam bentuk asap 
(smoked) dari spesies A. anguilla atau A. japonicus. Sedangkan konsumen sidat 
di Asia Timur, yaitu China, Korea, Hongkong, dan Taiwan menghendaki sidat segar 
ukuran 800—3.000 gram per ekor dari spesies Anguilla reinhardtii yang benihnya 
banyak  terdapat di  perairan Australia. 

Di China sidat dikonsumsi sebagai makanan kesehatan sehingga nilainya cukup 
tinggi dan tergolong hidangan spesial. Dengan populasi penduduk yang besar dan 
kebiasaan makan sidat warga setempat, wilayah Asia Timur, terutama China, bisa 
dibilang menjadi pasar baru sidat yang potensial selain Jepang dan Eropa. 

Betina Lebih Besar
Untuk mengembangkan sidat, sejak Desember 2006 STP menggandeng Tambak Pandu 
Karawang dan importir sidat asal Australia. Benih sidat yang belum berpigmen 
(glass eel)  dari  perairan Australia  dideder selama setahun sampai berukuran 
60—150 gram. Anakan sidat tersebut kemudian dikirim dan dibesarkan di 
Indonesia. Soetanto mengakui bahwa pembesaran sidatnya masih bersifat ujicoba. 
"Iklim di sini `kan panas sepanjang tahun, harapannya sidat tumbuh lebih 
cepat," ujarnya.

Sebelum dimasukkan dalam bak pemeliharaan, benih sidat yang baru tiba 
diaklimatisasi selama 12—24 jam. Sidat selanjutnya dimasukkan ke dalam bak 
beton dan dipelihara selama 7 bulan. Sidat jantan mampu mencapai ukuran 700 
gram dalam waktu 7 bulan. Sayangnya, pertumbuhan individu jantan berhenti 
sampai di situ. Sedangkan sidat betina bisa mencapai bobot 3 kg per ekor dalam 
waktu 15 bulan. Selama pemeliharaan, sidat diberi pakan pellet pada pagi dan 
sore hari.  

Sortasi alias grading merupakan salah satu kunci budidaya sidat karena sifatnya 
yang kanibal. "Grading sangat bergantung pada umur dan ukuran. Kalau masih 
kecil ya tidak usah terlalu sering, tapi semakin besar ukuran sidat harus 
semakin rutin," ujar Soetanto. Pemilihan lokasi juga menjadi sangat penting 
lantaran berkaitan dengan standar kualitas air yang diinginkan oleh sidat. 

Perlu Sosialisasi
Menurut Ridwan Affandy, peneliti dan dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu 
Kelautan (FPIK) IPB, parameter air kunci yang penting dalam budidaya ikan, 
khususnya sidat adalah suhu, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, dan salinitas 
yang berfungsi untuk memacu metabolisme. "Jika faktor basic-nya sudah 
terpenuhi, berikutnya baru teknis budidaya, seperti pakan, kepadatan tebar, 
kedalaman, dan sebagainya," ujar Ridwan. 

Senada dengan Soetanto, Ridwan juga menyarankan pembudidaya untuk menyortasi 
sidat yang dipelihara, minimal sebulan sekali. "Dalam satu populasi, pasti ada 
sidat yang slow, middle, dan fast growth. Harus ada perlakuan khusus bagi sidat 
yang slow growth," katanya lebih lanjut. Jika yang tumbuh lambat ini 
diteruskan, akan membuang waktu, tempat, dan biaya.

Menanggapi belum populernya sidat di kalangan petani, Ridwan menyarankan agar 
budidaya sidat disegmentasi seperti halnya ikan mas. Dengan begitu, waktu yang 
diperlukan tidak terlalu lama dan biaya produksinya pun terjangkau. Untuk 
menyiasati pasar, ia menegaskan perlunya sosialisasi sidat di kalangan 
masyarakat seperti pada lele yang awalnya kurang disukai masyarakat Jawa Barat.

Kalau kebutuhan sidat masyarakat sudah sebanyak lele, pembudidayanya tentu akan 
meningkat. "Jika harga sidat di dalam negeri lebih rendah dari harga ekspor, 
pelaku usaha pasti akan mengarahkan orientasi pasarnya ke luar negeri," tambah 
Ridwan. (Enny Purbani T.).
 
SUMBER: agrina-online.com

===============================================
*PELATIHAN LENGKAP BUDIDAYA DAN BISNIS SIDAT!*
SEGERA DAFTAR SEKARANG DI http://tiny.cc/sidat
===============================================



Kirim email ke